Kinerja Pertanian Mengejutkan

Senin, 14 Desember 2020 - 04:30 WIB
loading...
Kinerja Pertanian Mengejutkan
Tjipta Lesmana (Foto: Istimewa)
A A A
Tjipta Lesmana
Pemerhati Ketahanan Pangan

KETIKA namanya disebut-sebut sebagai calon kuat menteri pertanian, banyak orang yang terkejut, sekaligus skeptis: Syahrul Yasin Limpo jadi mentan? Apa Presiden Jokowi tidak salah pilih? Apa pengalaman Syahrul di bidang pertanian? “Nol”, kata seorang pengamat kepada penulis, Oktober tahun lalu.

Ternyata, setelah satu tahun menjabat, kinerja sektor pertanian boleh dikatakan cukup membanggakan. Di tengah pandemi Covid-19 yang membuat perekonomian Indonesia terpuruk, sektor pertanian masih bisa memberikan kontribusi PDB sebesar 2,15%. Perhatian pertumbuhan sektor lain: perdagangan -5,03%, konstruksi -4,52%, jasa keuangan -0,95% (Januari-September 2020).

Nilai tukar usaha petani (NTUP) untuk periode November 2020 secara keseluruhan naik 0,84%. Mungkin ada pihak yang mengatakan kenaikan ini tidak terlalu besar namun cukup signifikan. Jangan lupa, angka-angka ini “tercipta” ketika negara kita diamuk pandemi Covid-19 yang begitu ganas dan membuat negara harus mengeluarkan ratusan triliun rupiah untuk menangani korona, terutama untuk menolong puluhan juta rakyat yang dihantam kesulitan hidup, peningkatan kemiskinan, dan PHK.

Subsektor tanaman perkebunan rakyat mengalami kenaikan paling besar, 2,53%; menyusul hortikultura, 2,13%. Begitu juga dengan nilai tukar petani sepanjang Oktober 2020, naik 0,58% atau 102,25, dibandingkan NTP September 2020 sebesar 101,66. Hal yang juga menggembirakan adalah ekspor sektor pertanian selama Januari-September berhasil mengalami kenaikan sebesar 10,12%. Ekspor sektor-sektor lain, hampir semua, mengalami kontraksi.

Dari 11 komoditas pangan, saat ini tinggal bawang merah, daging sapi, dan gula yang masih kita impor. Daging sapi memang isu yang kontroversial. Beberapa tahun lalu komoditas ini mengalami kenaikan harga yang “tak terkendali” sehingga Presiden Jokowi marah-marah, apalagi mendekati bulan puasa waktu itu. Faktor “tangan-tangan kotor” tampaknya sulit dibantah di balik harga daging sapi yang lepas kendali ketika itu. Indonesia seperti sudah “dikendalikan” oleh Australia untuk urusan daging sapi.

Menteri pertanian waktu itu, Amran Sulaeman, kepada penulis pernah mengatakan pemerintah akan bekerja sama dengan Brasil untuk meningkatkan produksi daging sapi. Caranya, mengundang pihak Brasil membuka peternakan sapi di Indonesia untuk memangkas biaya transportasi yang begitu besar. Daging sapi Brasil memang sudah terkenal sangat bagus kualitasnya. Penulis kurang paham apa sebab realisasi proyek yang bagus itu akhirnya kandas di tengah jalan. Saat ini Indonesia banyak impor daging sapi dari India.

Urusan daging sapi, tentu, menjadi salah satu PR yang harus ditangani secara serius oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Bagaimanapun, sebagai bangsa yang besar, kita tidak boleh terus mengandalkan impor untuk urusan pertanian.

Pada periode kepemimpinan Amran Sulaeman, masalah beras juga selalu mencuat ke permukaan dan membuat Jokowi jengkel. Berulang-ulang Presiden ketika itu mengatakan Indonesia sesungguhnya sudah swasembada beras. Aneh bin ajaib, impor beras berjalan terus. Terkesan ada “cekcok” antara Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan. Amran Sulaeman selalu berteriak pemerintah tidak perlu impor beras lagi karena produksi dalam negeri jauh melampaui kebutuhan. Anehnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita cenderung menggenjot impor beras, terutama dari Vietnam.

Menurut ketentuan perundang-undangan Kementerian Perdagangan harus mendapat rekomendasi dari Kementerian Pertanian untuk impor bahan-bahan pangan tertentu, khususnya beras. Tampaknya, ketentuan ini adakalanya dilanggar. Ketika perselisihan antara kedua instansi pemerintah ini mencapai puncak, Menteri Perdagangan mengatakan impor beras dilakukan atas rekomendasi Menko Perekonomian dan diputuskan dalam rapat terbatas bidang perekonomian. Bisa saja rekomendasi Menko Pertanian dikeluarkan berdasarkan “bisikan” Menteri Perdagangan.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2415 seconds (0.1#10.140)