Gara-gara Ini Banyak Pekerja Migran di Sabah Bekerja Ilegal

Rabu, 09 Desember 2020 - 08:05 WIB
loading...
Gara-gara Ini Banyak Pekerja Migran di Sabah Bekerja Ilegal
Banyak warga Indonesia yang bekerja sebagai buruh migran perkebunan sawit di Sabah, Malaysia, tanpa dokumen resmi. Foto/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Bagi sebagian orang merantau menjadi salah satu upaya untuk memperbaiki kesejahteraan. Tak sedikit masyarakat Indonesia yang mengadu nasib di luar negeri. Salah satu negara tujuan adalah Malaysia.

Peneliti Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB) Fahmi Panimbrang mengatakan pekerja migran Indonesia (PMI) banyak yang bekerja di perkebunan sawit di Sabah, Malaysia . Sebanyak 90 persen pekerja di perkebunan itu berasal dari Indonesia, terutama Sulawesi Selatan (Sulsel) dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

(Baca: Kemnaker Menggali Tantangan Penempatan Pekerja Migran)

Dia menerangkan hubungan orang Indonesia dengan penduduk Sabah telah terjadi sejak lama. Fahmi mengungkapkan pernah bertemu seorang nenek di Sulsel yang menyatakan pada tahun 1970-an mudah sekali pergi ke Sabah.

“Saudaranya banyak tinggal di sana. Kultur migrasi orang dari Sulawesi dan NTT sudah berlangsung lama sekali,” ujarnya dalam diskusi daring dengan tema “Pencegahan Penyiksaan Buruh Migran Indonesia di Malaysia”, Selasa (8/12/2020).

Maka, tak heran sampai saat ini masih banyak warga kedua daerah itu mencari pekerjaan di Sabah. Sayangnya, mereka menghadapi masalah hukum, seperti tidak memiliki dokumen kemudian ditangkap aparat setempat.

(Baca: Paguyuban Bisa Menjadi Wadah Perlindungan Buruh Migran)

Fahmi menjelaskan pangkal masalah para pekerja itu bekerja tanpa dilengkapi dokumen resmi. Dia memaparkan ada kebijakan imigrasi di sana yang hanya memperbolehkan satu pekerja resmi untuk menggarap 8 hektar perkebunan sawit.

“Padahal, kami hitung, perkebunan sawit yang beroperasi itu setidaknya membutuhkan satu pekerja untuk hektar lahan. Itu belum menghitung jenis pekerjaan lain, seperti yang memanen, memelihara, memungut biji yang jatuh, dan supir untuk pengangkutan,” tuturnya.

(Klik ini untuk ikuti survei SINDOnews tentang Calon Presiden 2024)

Kebijakan sistem kuota ini, menurut Fahmi, tidak masuk akal. Pada kenyataannya, jumlah pekerja migran di perkebunan sawit jauh lebih besar. Bisa sampai kali lipatnya dari jumlah resmi
(muh)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1209 seconds (0.1#10.140)