Paguyuban Bisa Menjadi Wadah Perlindungan Buruh Migran
loading...
A
A
A
JAKARTA - Buruh migran asal Indonesia kerap menghadapi beragam masalah mulai gaji yang kecil hingga dokumen imigrasi dan kerja yang ditahan majikan. Tak sedikit yang berurusan dengan hukum.
(Baca: Koalisi Buruh Migran Sebut Arus Deportasi PMI dari Sabah Meningkat Sejak Juni 2020)
Peneliti Institute Ecosoc Right Sri Palupi mengatakan perlu ada upaya mendorong para buruh migran itu membentuk serikat. Ini untuk melindungi mereka dari berbagai hal yang merugikan dan advokasi. Semua itu harus dilakukan karena keterbatasan jangkauan pemerintah. Apalagi jika mereka bekerja di daerah terpencil atau perkebunan, seperti di Sabah, Malaysia.
“Bagaimana negara sampai di situ. Peningkatan kualitas pendidikan adalah kemampuan berserikat. Kami lihat paguyuban di Malaysia itu teman-teman dekat tenaga kerja Indonesia (TKI) ketika ada masalah,” ujarnya dalam diskusi daring dengan tema “Pencegahan Penyiksaan Buruh Migran Indonesia di Malaysia”, Selasa (8/12/2020).
Institute Ecosoc Right mengklaim sudah lama memberikan masukan ini kepada pemerintah. Berdasarkan riset, negara harus memberi peran yang luas kepada organisasi buruh. Serikat ini harus diperlakukan sebagai mitra negara.
(Baca: KKP Tangkap Kapal Maling Ikan Malaysia, Menteri SYL: Pengawasan Tak Pernah Kendor)
Perlidungan terhadap BMI, menurut Palupi, dapat dilakukan dengan sistem informasi, mekanisme pengaduan, dan penanganan yang efektif. “Ini negara harus bekerja sama dengan masyarakat, baik di dalam maupun luar negeri. Itu bisa dengan paguyuban. Mereka sudah banyak paguyuban sesuai daerah asal,” tuturnya.
Dia memaparkan pemerintah harus melakukan pengawasan terhadap agen-agen tenaga kerja. Tentu berani menerapkan sanksi yang tegas.
“Gimana mau menindak, pengawasan tidak ada. Di dalam negeri saja sangat minim. Apalagi di sektor migran yang begitu banyak celah. Absennya pengawasan terhadap agen ini membuat mudahnya perdagangan orang,” pungkasnya.
(Klik ini untuk ikuti survei SINDOnews tentang Calon Presiden 2024)
(Baca: Koalisi Buruh Migran Sebut Arus Deportasi PMI dari Sabah Meningkat Sejak Juni 2020)
Peneliti Institute Ecosoc Right Sri Palupi mengatakan perlu ada upaya mendorong para buruh migran itu membentuk serikat. Ini untuk melindungi mereka dari berbagai hal yang merugikan dan advokasi. Semua itu harus dilakukan karena keterbatasan jangkauan pemerintah. Apalagi jika mereka bekerja di daerah terpencil atau perkebunan, seperti di Sabah, Malaysia.
“Bagaimana negara sampai di situ. Peningkatan kualitas pendidikan adalah kemampuan berserikat. Kami lihat paguyuban di Malaysia itu teman-teman dekat tenaga kerja Indonesia (TKI) ketika ada masalah,” ujarnya dalam diskusi daring dengan tema “Pencegahan Penyiksaan Buruh Migran Indonesia di Malaysia”, Selasa (8/12/2020).
Institute Ecosoc Right mengklaim sudah lama memberikan masukan ini kepada pemerintah. Berdasarkan riset, negara harus memberi peran yang luas kepada organisasi buruh. Serikat ini harus diperlakukan sebagai mitra negara.
(Baca: KKP Tangkap Kapal Maling Ikan Malaysia, Menteri SYL: Pengawasan Tak Pernah Kendor)
Perlidungan terhadap BMI, menurut Palupi, dapat dilakukan dengan sistem informasi, mekanisme pengaduan, dan penanganan yang efektif. “Ini negara harus bekerja sama dengan masyarakat, baik di dalam maupun luar negeri. Itu bisa dengan paguyuban. Mereka sudah banyak paguyuban sesuai daerah asal,” tuturnya.
Dia memaparkan pemerintah harus melakukan pengawasan terhadap agen-agen tenaga kerja. Tentu berani menerapkan sanksi yang tegas.
“Gimana mau menindak, pengawasan tidak ada. Di dalam negeri saja sangat minim. Apalagi di sektor migran yang begitu banyak celah. Absennya pengawasan terhadap agen ini membuat mudahnya perdagangan orang,” pungkasnya.
(Klik ini untuk ikuti survei SINDOnews tentang Calon Presiden 2024)
(muh)