Meski Jenuh Tetap Disiplin Terapkan Protokol Kesehatan 3M
loading...
A
A
A
JAKARTA - Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito mengatakan bahwa Indonesia menjadi satu-satunya negara yang mencatat perubahan perilaku di masyarakat terkait 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun).
Dengan mencatat perubahan perilaku 3M, menjadi upaya agar tidak terjadi penularan Covid-19 yang lebih banyak. Namun sayangnya, ternyata setiap usai libur panjang perubahan perilaku 3M justru menurun, data terakhir hanya mencapai 59,20%. Padahal, sebelumnya perubahan perilaku 3M yang merupakan salah satu standar penerapan protokol kesehatan penanganan Covid-19, sempat mencapai 80% lebih. (Baca: Masih Rawan Covid-19, Belajar Tatap Muka Diminta Setalah Vaksinasi)
“Baru saja kemarin kita analisis, ternyata setiap setelah selesai liburan panjang, perubahan perilakunya untuk pakai masker dan jaga jarak turun. Ada libur panjang lagi turun, libur panjang lagi turun. Kalau terus seperti ini, di ujungnya adalah nol. Apa yang terjadi? Kasusnya pasti sangat tinggi. Jadi, kembali lagi pada kunci perilaku itu penting sekali,” kata Wiku dalam diskusi “Pandemi Belum Berakhir: Patuhi Protokol Kesehatan!” dari Media Center Satgas Covid-19, Graha BNPB, Jakarta, kemarin.
Wiku berharap seluruh komponen masyarakat bisa memetik pelajaran dari pengalaman perubahan perilaku 3M yang cenderung turun usai liburan panjang. Pihaknya sudah mempunyai sistem untuk membaca di seluruh Indonesia perubahan perilaku itu. Seperti berapa puluh persen yang menggunakan masker, yang ternyata belakangan menjadi sangat rendah.
“Karena logikanya begini, jangan tunggu sampai virusnya berhasil menimbulkan korban. Nah caranya gimana? Jangan sampai dia bisa menularkan, maka dilihat dari 3M-nya. Mari, kita sekarang dongkrak perubahan perilaku. Kalau enggak, nanti akan ada banyak orang terpapar. Kita enggak menolerir seperti itu,” tegasnya. (Baca juga: Saat Pandemi, Cek Kesehatan Bisa Dilakukan dari Rumah)
Lebih jauh Wiku memaparkan, efek libur panjang hingga menurunnya perubahan perilaku 3M , berdampak pada kenaikan kasus, bahkan mencapai 100% per harinya. Ia tak segan menyebut saat ini kenaikan kasus Covid-19 semakin menggila. Tercatat, pada Kamis, 3 Desember lalu, penambahan kasus tembus rekor baru, yakni 8.369 kasus.
“Selanjutnya, ini (penambahan kasus baru) menimbulkan kenaikan kasus pada 10 sampai 14 hari kemudian, dan bisa bertahan 1-2 minggu ke depan. Dan naiknya antara 50% sampai lebih dari 100%. Itu selalu polanya seperti itu. Jika tidak dilakukan penanganan secara intens, makin ke sini naiknya akan kian menggila,” tukasnya.
Wiku menjelaskan, sebenarnya ada dua penyebab terjadinya kenaikan kasus yang signifikan. Satu hal yang pasti disebabkan tingkat penularan yang masih tinggi akibat menurunnya perubahan perilaku 3M . Adapun kedua, adanya ketidaksinkronan data antara pusat dan daerah. Belum lagi, Indonesia sebagai negara yang besar dan mengintegrasikan seluruh data jadi satu dan untuk real time, itu perlu waktu. (Baca juga: KPK Tahan Eks Pejabat Kementerian Agama)
“Jadi, ada beberapa daerah yang kesulitan memasukkan datanya sehingga terakumulasi, salah satu contohnya adalah Papua yang sudah sejak 19 November sampai dengan kemarin baru memasukkan datanya. Ada 1.700 lebih. Selama ini nol (kasus), (karena diakumulasi) sehingga terjadi lonjakan,” kata dia.
Dengan mencatat perubahan perilaku 3M, menjadi upaya agar tidak terjadi penularan Covid-19 yang lebih banyak. Namun sayangnya, ternyata setiap usai libur panjang perubahan perilaku 3M justru menurun, data terakhir hanya mencapai 59,20%. Padahal, sebelumnya perubahan perilaku 3M yang merupakan salah satu standar penerapan protokol kesehatan penanganan Covid-19, sempat mencapai 80% lebih. (Baca: Masih Rawan Covid-19, Belajar Tatap Muka Diminta Setalah Vaksinasi)
“Baru saja kemarin kita analisis, ternyata setiap setelah selesai liburan panjang, perubahan perilakunya untuk pakai masker dan jaga jarak turun. Ada libur panjang lagi turun, libur panjang lagi turun. Kalau terus seperti ini, di ujungnya adalah nol. Apa yang terjadi? Kasusnya pasti sangat tinggi. Jadi, kembali lagi pada kunci perilaku itu penting sekali,” kata Wiku dalam diskusi “Pandemi Belum Berakhir: Patuhi Protokol Kesehatan!” dari Media Center Satgas Covid-19, Graha BNPB, Jakarta, kemarin.
Wiku berharap seluruh komponen masyarakat bisa memetik pelajaran dari pengalaman perubahan perilaku 3M yang cenderung turun usai liburan panjang. Pihaknya sudah mempunyai sistem untuk membaca di seluruh Indonesia perubahan perilaku itu. Seperti berapa puluh persen yang menggunakan masker, yang ternyata belakangan menjadi sangat rendah.
“Karena logikanya begini, jangan tunggu sampai virusnya berhasil menimbulkan korban. Nah caranya gimana? Jangan sampai dia bisa menularkan, maka dilihat dari 3M-nya. Mari, kita sekarang dongkrak perubahan perilaku. Kalau enggak, nanti akan ada banyak orang terpapar. Kita enggak menolerir seperti itu,” tegasnya. (Baca juga: Saat Pandemi, Cek Kesehatan Bisa Dilakukan dari Rumah)
Lebih jauh Wiku memaparkan, efek libur panjang hingga menurunnya perubahan perilaku 3M , berdampak pada kenaikan kasus, bahkan mencapai 100% per harinya. Ia tak segan menyebut saat ini kenaikan kasus Covid-19 semakin menggila. Tercatat, pada Kamis, 3 Desember lalu, penambahan kasus tembus rekor baru, yakni 8.369 kasus.
“Selanjutnya, ini (penambahan kasus baru) menimbulkan kenaikan kasus pada 10 sampai 14 hari kemudian, dan bisa bertahan 1-2 minggu ke depan. Dan naiknya antara 50% sampai lebih dari 100%. Itu selalu polanya seperti itu. Jika tidak dilakukan penanganan secara intens, makin ke sini naiknya akan kian menggila,” tukasnya.
Wiku menjelaskan, sebenarnya ada dua penyebab terjadinya kenaikan kasus yang signifikan. Satu hal yang pasti disebabkan tingkat penularan yang masih tinggi akibat menurunnya perubahan perilaku 3M . Adapun kedua, adanya ketidaksinkronan data antara pusat dan daerah. Belum lagi, Indonesia sebagai negara yang besar dan mengintegrasikan seluruh data jadi satu dan untuk real time, itu perlu waktu. (Baca juga: KPK Tahan Eks Pejabat Kementerian Agama)
“Jadi, ada beberapa daerah yang kesulitan memasukkan datanya sehingga terakumulasi, salah satu contohnya adalah Papua yang sudah sejak 19 November sampai dengan kemarin baru memasukkan datanya. Ada 1.700 lebih. Selama ini nol (kasus), (karena diakumulasi) sehingga terjadi lonjakan,” kata dia.