Kurva Corona Terus Naik, Anggota DPR: Pemerintah Sepatutnya Evaluasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sekitar sembilan bulan pandemi virus Corona (Covid-19) melanda Indonesia sejak awal Maret lalu. Namun, tren kasus positif tak kunjung melambat. Bahkan, jumlahnya saat ini pada 1 Desember 2020 sudah tembus 543 ribu kasus.
(Baca juga: 10 Lembaga Dibubarkan, Siap-siap Kementerian Ini Bakal Dapat Limpahan Tugas)
Korban terus berjatuhan, termasuk para tenaga kesehatan (nakes). Sekitar 180 dokter yang tercatat telah meregang nyawa akibat paparan virus Corona. Angka itu belum termasuk ratusan perawat.
(Baca juga: Hadapi Potensi Sengketa Pilkada, KPU Minta Jajaran di Daerah Lakukan Ini)
Kondisi tersebut kian memprihatinkan. Bahkan, Presiden Joko Widodo merasa kecewa lantaran kinerja penanganan pandemi yang dinilainya memburuk. Meski masih optimis bisa diatasi, namun penanganan pandemi ini belum menemukan ujung pangkalnya.
Merespons hal itu, anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani mengaitkan kembali dengan pandangan para pakar epidemiologi yang berpendapat bahwa penanganan pandemi Covid-19 sudah salah sejak awal. Kesalahan fatal itu yakni terlambat bersikap, terlambat menangani, dan terlambat mengantisipasi.
"Saya sudah sampaikan bahwa pandemi adalah bencana kesehatan, maka fokus penanganannya harus berbasis pada sistem kesehatan, baru ekonomi dan lainnya. Sayangnya, pemerintah bersikap mendua dan setengah hati antara kesehatan dan ekonomi. Bahkan, tampak lebih cenderung pada pemulihan ekonomi sehingga sistem kesehatan kita nyaris luluh lantak," celetuk Netty kepada SINDOnews, Selasa malam (1/12/2020).
Di tambah lagi, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu melihat pemerintah tergesa-gesa menerapkan kampanye Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) atau new normal. Padahal, angka penularan masih tinggi dan masyarakat pun belum siap beradaptasi.
Di sisi yang lain, kemampuan pemerintah untuk melakukan testing, tracing, dan treatment (3T) juga masih rendah. Selain itu, kemampuan pemerintah dalam mengelola komunikasi publik pun kurang baik.
"Rakyat disuguhi kegaduhan komunikasi. Rakyat jadi bingung dan tidak optimal memberikan dukungan dalam penanganan pandemi," ujarnya.
(Baca juga: 10 Lembaga Dibubarkan, Siap-siap Kementerian Ini Bakal Dapat Limpahan Tugas)
Korban terus berjatuhan, termasuk para tenaga kesehatan (nakes). Sekitar 180 dokter yang tercatat telah meregang nyawa akibat paparan virus Corona. Angka itu belum termasuk ratusan perawat.
(Baca juga: Hadapi Potensi Sengketa Pilkada, KPU Minta Jajaran di Daerah Lakukan Ini)
Kondisi tersebut kian memprihatinkan. Bahkan, Presiden Joko Widodo merasa kecewa lantaran kinerja penanganan pandemi yang dinilainya memburuk. Meski masih optimis bisa diatasi, namun penanganan pandemi ini belum menemukan ujung pangkalnya.
Merespons hal itu, anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani mengaitkan kembali dengan pandangan para pakar epidemiologi yang berpendapat bahwa penanganan pandemi Covid-19 sudah salah sejak awal. Kesalahan fatal itu yakni terlambat bersikap, terlambat menangani, dan terlambat mengantisipasi.
"Saya sudah sampaikan bahwa pandemi adalah bencana kesehatan, maka fokus penanganannya harus berbasis pada sistem kesehatan, baru ekonomi dan lainnya. Sayangnya, pemerintah bersikap mendua dan setengah hati antara kesehatan dan ekonomi. Bahkan, tampak lebih cenderung pada pemulihan ekonomi sehingga sistem kesehatan kita nyaris luluh lantak," celetuk Netty kepada SINDOnews, Selasa malam (1/12/2020).
Di tambah lagi, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu melihat pemerintah tergesa-gesa menerapkan kampanye Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) atau new normal. Padahal, angka penularan masih tinggi dan masyarakat pun belum siap beradaptasi.
Di sisi yang lain, kemampuan pemerintah untuk melakukan testing, tracing, dan treatment (3T) juga masih rendah. Selain itu, kemampuan pemerintah dalam mengelola komunikasi publik pun kurang baik.
"Rakyat disuguhi kegaduhan komunikasi. Rakyat jadi bingung dan tidak optimal memberikan dukungan dalam penanganan pandemi," ujarnya.