KPK Sebut Korupsi Sektor Hankam Lemahkan Ketahanan NKRI

Selasa, 01 Desember 2020 - 20:47 WIB
loading...
KPK Sebut Korupsi Sektor Hankam Lemahkan Ketahanan NKRI
Deputi Bidang Penindakan KPK Inspektur Jenderal Polisi Karyoto. Foto/Humas KPK.
A A A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan korupsi sektor strategis pertahanan dan keamanan (Hankam) melemahkan ketahanan negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Deputi Bidang Penindakan KPK Inspektur Jenderal Polisi Karyoto menyatakan, KPK telah resmi melakukan penahanan terhadap tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Backbone Coastal Surveillance System (BCCS) yang terintegrasi dengan Badan Keamanan Laut (Bakamla) Integrated Information System (BIIS) tahun anggaran (TA) 2016. Keduanya yakni Leni Marlena selaku Ketua Unit Layanan Pengadaan (ULP) Bakamla Tahun Anggaran 2016 dan Juli Amar Ma’ruf selaku Anggota sekaligus Koordinator ULP Bakamla TA 2016. (Baca juga: KPK Eksekusi Dua Tersangka Kasus Suap Proyek Bakamla ke Penjara)

"Kami sangat menyesalkan terjadinya (dugaan) korupsi pada pengadaan Perangkat Transportasi Informasi Terintegrasi Tahun 2016 yang merupakan proyek pada sektor strategis pertahanan dan keamanan Negara. Korupsi yang terjadi pada sektor pertahanan dan keamanan negara melemahkan ketahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia," tegas Karyoto saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (1/12/2020). (Baca juga: Korupsi Bakamla, KPK Eksekusi Penyuap Fayakhun ke Lapas Cipinang)

Dia membeberkan, kasus ini merupakan hasil pengembangan dari perkara suap pengadaan proyek satelit monitoring dan drone Bakamla dalam APBN Perubahan 2016 yang dibahas dan disahkan DPR dengan beberapa terpidana dan mantan terpidana sebelumnya. Selain itu, kata Karyoto, ada juga satu terpidana yang telah divonis dalam perkara suap pengurusan pembahasan dan pengesahan di DPR atas anggaran satelit monitoring dan drone dengan total Rp1,22 triliun pada Bakamla dalam APBN Perubahan 2016.

Karyoto membeberkan, saat ini juga KPK masih sedang menyidik tersangka korporasi yakni PT Merial Esa dalam kasus dugaan suap pengurusan pembahasan dan pengesahan di DPR atas anggaran satelit monitoring dan drone dengan total Rp1,22 triliun. Penyidik masih terus melakukan upaya melengkapi berkas kasus tersangka tersebut.

Dia melanjutkan, proses pengadaan satelit monitoring berbarengan dengan pengadaan long range camera beserta tower, instalasi dan pelatihan untuk Personel Bakamla serta pengadaan Backbone Coastal Surveillance System (atau perangkat transportasi informasi terintegrasi) yang terintegrasi dengan BIIS pada TA 2016. Ketiga proyek pengadaan tersebut, ujar Karyoto, ditandatangani oleh Laksamana Pertama (Laksma) TNI (Purnawirawan) Bambang Udoyo selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bakamla.

Sebelumnya, kata Karyoto, Bambang sudah divonis dengan pidana penjara 4 tahun 6 bulan di Pengadilan Tinggi Militer Jakarta karena terbukti bersalah dalam kasus suap dalam pengadaan satelit monitoring di Bakamla. Selain itu, Puspom TNI AL juga telah menetapkan Bambang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan BCCS yang terintegrasi dengan BIIS tahun anggaran (TA) 2016.

"KPK juga berterimakasih kepada Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI AL karena
telah memberikan dukungan dan kerjasamanya untuk membongkar kasus ini. Koordinasi dan komitmen antar dua lembaga ini diharapkan terus terjaga demi efektivitas dan efisiensi pemberantasan korupsi di Indonesia," tegasnya.

Diketahui, selain Leni Marlena dan Juli Amar Ma’ruf, KPK juga menangani satu orang lainnya yang telah menjadi terdakwa dan telah divonis terbukti bersalah. Orang itu yakni Direktur Utama sekaligus pemilik PT Compact Microwave Indonesia Teknologi (CMI Teknologi) Rahardjo Pratjihno.

Pada Jumat (16/10/2020), majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memutuskan, Rahardjo Pratjihno terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tipikor dalam pengadaan Backbone Coastal Surveillance System (BCCS) yang terintegrasi dengan Bakamla Integrated Information System (BIIS) tahun anggaran (TA) 2016.

Perbuatan Rahardjo dilakukan bersama dengan Bambang Udoyo selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla RI), Leni Marlena selaku Ketua Unit Layanan Pengadaan (ULP) Bakamla dan Juli Amar Ma’ruf selaku Anggota (Koordinator) ULP Bakamla.

Akibat perbuatan Rahardjo, negara mengalami kerugian Rp63.829.008.006,92. Rahardjo memperkaya diri sendiri Rp60.329.008.006,92 dan memperkaya Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi alias Fahmi Onta alias Ali Onta yang pernah menjabat sebagai Narasumber Bidang Perencanaan dan Anggaran Kepala Bakamla Laksamana Madya TNI Arie Soedewo saat itu sebesar Rp3,5 miliar.

Majelis hakim memvonis Rahardjo dengan pidana penjara selama 5 tahun, pidana denda sebesar Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan, dan pidana tambahan uang pengganti Rp15,14 miliar subsider pidana penjara selama 3 tahun. Vonis pidana penjara, denda, dan tambahan tersebut jauh dari tuntutan yang sebelumnya diajukan JPU pada KPK.
(cip)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1981 seconds (0.1#10.140)