Sejumlah Persoalan Perlu Dibenahi Sebelum Vaksinasi
loading...
A
A
A
Bambang Soesatyo
Ketua MPR RI, Wakil Ketua Umum
Kadin Indonesia
VAKSINASI untuk mendapatkan kekebalan dari virus corona tidak boleh rumit atau membebani masyarakat. Semua kerumitan tentang data dan informasi, masalah distribusi, hingga faktor harga vaksin harus dirancang dengan efektif sejak dini.
Menyadari ekses dari penularan virus korona SARS-CoV-2 yang menjadi penyebab infeksi Covid-19, sebagian besar masyarakat cukup antusias menunggu kehadiran vaksin. Didukung UNICEF dan WHO, hasil survei Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat, yakni 64,8% responden, menyatakan bersedia menggunakan vaksin corona yang akan diberikan pemerintah.
Karena penularan virus ini begitu sulit dihentikan, kehadiran vaksin menjadi harapan semua orang guna mendapatkan kekebalan dari virus. Merespons progres pembuatan vaksin oleh Bio Farma-Sinovac yang dipublikasikan secara berkelanjutan, keyakinan sebagian masyarakat terus bertumbuh. Dari progres itulah, banyak orang mulai berani membuat perkiraan bahwa pemulihan dinamika kehidupan bisa diwujudkan setelah program vaksinasi berskala nasional direalisasikan.
Apalagi, informasi tentang progres pembuatan vaksin dari berbagai negara terus mengalir di ruang publik. Selain dari China, dua perusahaan farmasi dari Amerika Serikat (AS), Moderna dan Pfizer, juga baru-baru ini berani memublikasikan keampuhan vaksin buatan mereka. Moderna mengklaim keampuhan vaksin buatannya mencapai 94,5%. Sedangkan Pfizer dan mitranya, BioNTech, mengaku keampuhan vaksin buatan mereka mencapai 95%. Dari Eropa, vaksin yang dikembangkan oleh AstraZeneca bersama Universitas Oxford mungkin akan mengajukan klaim yang tidak jauh berbeda.
Sambil menunggu kehadiran vaksin di dalam negeri, ada sejumlah persoalan yang mendesak untuk dibenahi guna menghindari kerumitan dan kesimpangsiuran saat vaksinasi mulai dilaksanakan. Karena itu, sejak persiapan hingga pelaksanaan vaksinasi, tata kelola harus diupayakan efektif. Kesimpangsiuran informasi harus dihindari. Sangat penting bagi Kementerian Kesehatan—sebagai pihak yang berwenang dalam program vaksinasi—mengambil inisiatif untuk menyeragamkan informasi kepada publik.
Apakah realisasi vaksinasi dilaksanakan serentak atau bertahap? Dengan asumsi minimal 160 juta penduduk (70% dari total penduduk Indonesia) harus menerima vaksin demi terwujudnya kekebalan kelompok (herd immunity), berarti harus tersedia minimal 320 juta dosis vaksin. Apakah kebutuhan minimal itu akan tersedia pada waktunya nanti, mengingat kapasitas produksi Bio Farma pada 2021 hanya 250 juta dosis. Publik tentu harus mendapat penjelasan tentang langkah pemerintah menutup kekurangan itu dan berapa lama kebutuhan minimal itu bisa dipenuhi.
Ada dua skema vaksinasi, yakni vaksinasi subsidi dan vaksinasi mandiri. Data tentang target sasaran vaksinasi subsidi pun belum seragam. Ada yang menyebut targetnya 60 juta penduduk. Sementara pejabat lainnya menyebutkan bahwa target sasaran hanya 32 juta lebih orang dengan kebutuhan 73,96 juta dosis vaksin.
Faktor lainnya yang juga perlu dibenahi adalah data untuk kepentingan distribusi vaksin, khususnya untuk mengamankan pelaksanaan vaksinasi mandiri. Pihak Bio Farma sudah mengemukakan bakal rumitnya mendistribusikan vaksin karena data kesehatan tersebar di berbagai kementerian atau lembaga (K/L). Untuk menghindari ihwal yang tidak diinginkan, upaya pengintegrasian data sebaiknya mulai dilakukan sejak sekarang.
Tentang vaksinasi mandiri juga perlu diperjelas sejak awal. Karena vaksin itu diperjualbelikan, harus ada kepastian tentang institusi apa yang berwenang menata atau mengelola distribusi vaksin. Dilaporkan bahwa Kementerian BUMN akan menyiapkan 160 juta dosis vaksin corona untuk 75 juta orang yang ingin membeli. Untuk pendistribusiannya, ditunjuk PT Telkom Indonesia dan PT Bio Farma. Telkom diikutsertakan untuk mempersiapkan sistem informasi yang terintegrasi secara keseluruhan proses vaksinasi mandiri. Tentu saja efektivitas pola ini harus menjadi perhatian serius.
Dengan menyebut atau mengedepankan beberapa persoalan di atas, secara tidak langsung ingin mengingatkan pemerintah untuk merancang satu saja rencana vaksinasi corona yang matang dan terintegrasi. Satu rencana program yang terintegrasi sangat penting agar realisasinya nanti tidak rumit.
Khusus untuk vaksinasi mandiri, pemerintah diminta memberi perhatian khusus pada faktor harga vaksin. Karena berkait dengan harga, program vaksinasi mandiri virus korona hendaknya tidak membebani masyarakat.
Tidak hanya faktor harga yang terjangkau, bagi masyarakat yang menjalani vaksinasi mandiri juga harus diberi kemudahan akses memperoleh atau membeli vaksin. Karena itu, penyebarluasan atau sosialisasi informasi tentang distribusi vaksin menjadi sangat penting dan harus menjangkau semua kalangan.
Dengan pertimbangan bahwa vaksinasi harus bisa mewujudkan kekebalan kelompok, pemerintah harus berupaya agar harga vaksin corona benar-benar terjangkau oleh semua kalangan. Penghasilan jutaan keluarga Indonesia tergerus akibat krisis kesehatan yang telah berlangsung hampir setahun belakangan ini. Tak kalah pentingnya adalah keharusan pemerintah memastikan tidak ada calo atau spekulan vaksin corona.
Ketua MPR RI, Wakil Ketua Umum
Kadin Indonesia
VAKSINASI untuk mendapatkan kekebalan dari virus corona tidak boleh rumit atau membebani masyarakat. Semua kerumitan tentang data dan informasi, masalah distribusi, hingga faktor harga vaksin harus dirancang dengan efektif sejak dini.
Menyadari ekses dari penularan virus korona SARS-CoV-2 yang menjadi penyebab infeksi Covid-19, sebagian besar masyarakat cukup antusias menunggu kehadiran vaksin. Didukung UNICEF dan WHO, hasil survei Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat, yakni 64,8% responden, menyatakan bersedia menggunakan vaksin corona yang akan diberikan pemerintah.
Karena penularan virus ini begitu sulit dihentikan, kehadiran vaksin menjadi harapan semua orang guna mendapatkan kekebalan dari virus. Merespons progres pembuatan vaksin oleh Bio Farma-Sinovac yang dipublikasikan secara berkelanjutan, keyakinan sebagian masyarakat terus bertumbuh. Dari progres itulah, banyak orang mulai berani membuat perkiraan bahwa pemulihan dinamika kehidupan bisa diwujudkan setelah program vaksinasi berskala nasional direalisasikan.
Apalagi, informasi tentang progres pembuatan vaksin dari berbagai negara terus mengalir di ruang publik. Selain dari China, dua perusahaan farmasi dari Amerika Serikat (AS), Moderna dan Pfizer, juga baru-baru ini berani memublikasikan keampuhan vaksin buatan mereka. Moderna mengklaim keampuhan vaksin buatannya mencapai 94,5%. Sedangkan Pfizer dan mitranya, BioNTech, mengaku keampuhan vaksin buatan mereka mencapai 95%. Dari Eropa, vaksin yang dikembangkan oleh AstraZeneca bersama Universitas Oxford mungkin akan mengajukan klaim yang tidak jauh berbeda.
Sambil menunggu kehadiran vaksin di dalam negeri, ada sejumlah persoalan yang mendesak untuk dibenahi guna menghindari kerumitan dan kesimpangsiuran saat vaksinasi mulai dilaksanakan. Karena itu, sejak persiapan hingga pelaksanaan vaksinasi, tata kelola harus diupayakan efektif. Kesimpangsiuran informasi harus dihindari. Sangat penting bagi Kementerian Kesehatan—sebagai pihak yang berwenang dalam program vaksinasi—mengambil inisiatif untuk menyeragamkan informasi kepada publik.
Apakah realisasi vaksinasi dilaksanakan serentak atau bertahap? Dengan asumsi minimal 160 juta penduduk (70% dari total penduduk Indonesia) harus menerima vaksin demi terwujudnya kekebalan kelompok (herd immunity), berarti harus tersedia minimal 320 juta dosis vaksin. Apakah kebutuhan minimal itu akan tersedia pada waktunya nanti, mengingat kapasitas produksi Bio Farma pada 2021 hanya 250 juta dosis. Publik tentu harus mendapat penjelasan tentang langkah pemerintah menutup kekurangan itu dan berapa lama kebutuhan minimal itu bisa dipenuhi.
Ada dua skema vaksinasi, yakni vaksinasi subsidi dan vaksinasi mandiri. Data tentang target sasaran vaksinasi subsidi pun belum seragam. Ada yang menyebut targetnya 60 juta penduduk. Sementara pejabat lainnya menyebutkan bahwa target sasaran hanya 32 juta lebih orang dengan kebutuhan 73,96 juta dosis vaksin.
Faktor lainnya yang juga perlu dibenahi adalah data untuk kepentingan distribusi vaksin, khususnya untuk mengamankan pelaksanaan vaksinasi mandiri. Pihak Bio Farma sudah mengemukakan bakal rumitnya mendistribusikan vaksin karena data kesehatan tersebar di berbagai kementerian atau lembaga (K/L). Untuk menghindari ihwal yang tidak diinginkan, upaya pengintegrasian data sebaiknya mulai dilakukan sejak sekarang.
Tentang vaksinasi mandiri juga perlu diperjelas sejak awal. Karena vaksin itu diperjualbelikan, harus ada kepastian tentang institusi apa yang berwenang menata atau mengelola distribusi vaksin. Dilaporkan bahwa Kementerian BUMN akan menyiapkan 160 juta dosis vaksin corona untuk 75 juta orang yang ingin membeli. Untuk pendistribusiannya, ditunjuk PT Telkom Indonesia dan PT Bio Farma. Telkom diikutsertakan untuk mempersiapkan sistem informasi yang terintegrasi secara keseluruhan proses vaksinasi mandiri. Tentu saja efektivitas pola ini harus menjadi perhatian serius.
Dengan menyebut atau mengedepankan beberapa persoalan di atas, secara tidak langsung ingin mengingatkan pemerintah untuk merancang satu saja rencana vaksinasi corona yang matang dan terintegrasi. Satu rencana program yang terintegrasi sangat penting agar realisasinya nanti tidak rumit.
Khusus untuk vaksinasi mandiri, pemerintah diminta memberi perhatian khusus pada faktor harga vaksin. Karena berkait dengan harga, program vaksinasi mandiri virus korona hendaknya tidak membebani masyarakat.
Tidak hanya faktor harga yang terjangkau, bagi masyarakat yang menjalani vaksinasi mandiri juga harus diberi kemudahan akses memperoleh atau membeli vaksin. Karena itu, penyebarluasan atau sosialisasi informasi tentang distribusi vaksin menjadi sangat penting dan harus menjangkau semua kalangan.
Dengan pertimbangan bahwa vaksinasi harus bisa mewujudkan kekebalan kelompok, pemerintah harus berupaya agar harga vaksin corona benar-benar terjangkau oleh semua kalangan. Penghasilan jutaan keluarga Indonesia tergerus akibat krisis kesehatan yang telah berlangsung hampir setahun belakangan ini. Tak kalah pentingnya adalah keharusan pemerintah memastikan tidak ada calo atau spekulan vaksin corona.
(bmm)