Netralitas TNI-Polri Harga Mati
loading...
A
A
A
Aparat dilarang memberikan/meminta/mendistribusikan janji, hadiah, sumbangan atau bantuan dalam bentuk apa pun. Lalu, dilarang menggunakan/memasang/menyuruh orang lain untuk memasang atribut pemilu.
Selain itu, aparat juga dilarang menghadiri, menjadi pembicara/narasumber pada kegiatan deklarasi, rapat, kampanye, dan pertemuan partai politik kecuali PAM yang berdasarkan surat perintah tugas. Dilarang mempromosikan, menanggapi, dan menyebarluaskan gambar/foto bakal pasangan calon kepala daerah, baik melalui media massa, media online, maupun media sosial. (Baca juga: Minat Wisata Petualangan dan Alam Terbuka Meningkat)
Dilarang melakukan foto bersama dengan bakal pasangan calon kepala daerah, massa, dan simpatisannya. Dilarang foto/selfie di medsos dengan gaya mengacungkan jempol maupun dua jari membentuk huruf V yang berpotensi dipergunakan oleh pihak tertentu untuk menuding keberpihakan/ketidaknetralan Polri.
Dilarang memberikan dukungan politik dan keberpihakan dalam bentuk apa pun kepada pasangan calon kepala daerah, dilarang menjadi pengurus/anggota tim sukses pasangan calon kepala daerah dan dilarang menggunakan kewenangan atau membuat keputusan dan atau tindakan yang dapat menguntungkan/merugikan kepentingan politik parpol.
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono mengatakan, telegram tersebut merupakan penekanan kembali tindak lanjut perintah Kapolri kepada seluruh anggota Polri menjelang pencoblosan tanggal 9 Desember 2020.
Telegram ini juga mempertegas kembali aturan baku yang tidak boleh dilakukan seluruh anggota Polri tak pandang jabatan maupun pangkat pada kontestasi pilkada. “Divisi Propam me-monitoring dengan melakukan pengawasan yang ketat, berjenjang, terkait perilaku anggota Polri,” kata Argo. (Baca juga: Ini Deretan kasus Siber Menonjol yang Diungkap Bareskrim Polri)
Terpisah, Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo menginstruksikan kepada seluruh jajarannya untuk bertugas secara cermat dan profesional dalam melakukan proses penegakan hukum ketika memasuki tahapan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak Tahun 2020 di 270 kabupaten/kota.
Menurut dia, hal itu dilakukan untuk membuktikan bahwa polisi bersikap netral dalam proses demokrasi di Indonesia. Sehingga menghilangkan persepsi bahwa aparat penegak hukum menjadi "alat politik" bagi segelintir kelompok yang memiliki kepentingan. "Netralitas Polri adalah harga mati. Para penyidik pahami betul langkah penegakan hukum akan menjadi sorotan publik. Laksanakan secara cermat dan profesional," kata Listyo.
Kemudian, terdapat instruksi Kapolri Jenderal Idham Azis yang telah menerbitkan Surat Telegram Rahasia bernomor ST/2544/VIII/RES.1.24./2020 per tanggal 31 Agustus 2020 tentang mewujudkan profesionalisme dan menjaga netralitas anggota Polri saat pelaksanaan Pilkada. Diantaranya adalah penundaan proses hukum kepada calon kepala daerah yang ikut dalam Pilkada 2020. (Lihat videonya: Ratusan Pengunjuk Rasa Bakar Gedung Kongres Guatemala)
Selain itu, mantan Kapolda Banten itu juga menyoroti soal pelaksanaan protokol kesehatan terkait penanganan Covid-19 saat berlangsungnya Pilkada serentak. Pasalnya, penyidik juga harus bijaksana dalam melakukan proses hukum kepada masyarakat yang tidak menerapkan protokol kesehatan itu. "Terhadap pelanggar protokol kesehatan agar penyidik cermat dan teliti menentukan jenis pelanggaran administrasi, pidana pemilihan, pidana umum," ungkapnya. (Sucipto/M Yamin)
Selain itu, aparat juga dilarang menghadiri, menjadi pembicara/narasumber pada kegiatan deklarasi, rapat, kampanye, dan pertemuan partai politik kecuali PAM yang berdasarkan surat perintah tugas. Dilarang mempromosikan, menanggapi, dan menyebarluaskan gambar/foto bakal pasangan calon kepala daerah, baik melalui media massa, media online, maupun media sosial. (Baca juga: Minat Wisata Petualangan dan Alam Terbuka Meningkat)
Dilarang melakukan foto bersama dengan bakal pasangan calon kepala daerah, massa, dan simpatisannya. Dilarang foto/selfie di medsos dengan gaya mengacungkan jempol maupun dua jari membentuk huruf V yang berpotensi dipergunakan oleh pihak tertentu untuk menuding keberpihakan/ketidaknetralan Polri.
Dilarang memberikan dukungan politik dan keberpihakan dalam bentuk apa pun kepada pasangan calon kepala daerah, dilarang menjadi pengurus/anggota tim sukses pasangan calon kepala daerah dan dilarang menggunakan kewenangan atau membuat keputusan dan atau tindakan yang dapat menguntungkan/merugikan kepentingan politik parpol.
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono mengatakan, telegram tersebut merupakan penekanan kembali tindak lanjut perintah Kapolri kepada seluruh anggota Polri menjelang pencoblosan tanggal 9 Desember 2020.
Telegram ini juga mempertegas kembali aturan baku yang tidak boleh dilakukan seluruh anggota Polri tak pandang jabatan maupun pangkat pada kontestasi pilkada. “Divisi Propam me-monitoring dengan melakukan pengawasan yang ketat, berjenjang, terkait perilaku anggota Polri,” kata Argo. (Baca juga: Ini Deretan kasus Siber Menonjol yang Diungkap Bareskrim Polri)
Terpisah, Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo menginstruksikan kepada seluruh jajarannya untuk bertugas secara cermat dan profesional dalam melakukan proses penegakan hukum ketika memasuki tahapan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak Tahun 2020 di 270 kabupaten/kota.
Menurut dia, hal itu dilakukan untuk membuktikan bahwa polisi bersikap netral dalam proses demokrasi di Indonesia. Sehingga menghilangkan persepsi bahwa aparat penegak hukum menjadi "alat politik" bagi segelintir kelompok yang memiliki kepentingan. "Netralitas Polri adalah harga mati. Para penyidik pahami betul langkah penegakan hukum akan menjadi sorotan publik. Laksanakan secara cermat dan profesional," kata Listyo.
Kemudian, terdapat instruksi Kapolri Jenderal Idham Azis yang telah menerbitkan Surat Telegram Rahasia bernomor ST/2544/VIII/RES.1.24./2020 per tanggal 31 Agustus 2020 tentang mewujudkan profesionalisme dan menjaga netralitas anggota Polri saat pelaksanaan Pilkada. Diantaranya adalah penundaan proses hukum kepada calon kepala daerah yang ikut dalam Pilkada 2020. (Lihat videonya: Ratusan Pengunjuk Rasa Bakar Gedung Kongres Guatemala)
Selain itu, mantan Kapolda Banten itu juga menyoroti soal pelaksanaan protokol kesehatan terkait penanganan Covid-19 saat berlangsungnya Pilkada serentak. Pasalnya, penyidik juga harus bijaksana dalam melakukan proses hukum kepada masyarakat yang tidak menerapkan protokol kesehatan itu. "Terhadap pelanggar protokol kesehatan agar penyidik cermat dan teliti menentukan jenis pelanggaran administrasi, pidana pemilihan, pidana umum," ungkapnya. (Sucipto/M Yamin)