94 Persen Masih Impor, 5 Asosiasi Alkes Curhat ke Panja Komisi IX DPR

Kamis, 19 November 2020 - 00:10 WIB
loading...
94 Persen Masih Impor,...
Panitia Kerja (Panja) Komisi IX DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) mengenai tata kelola, pengadaan, dan perawatan alat-alat kesehatan. Foto: SINDOnews/M Ridwan
A A A
JAKARTA - Panitia Kerja (Panja) Komisi IX DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) mengenai tata kelola, pengadaan, dan perawatan alat-alat kesehatan. Panja alat kesehatan Komisi IX DPR mencari masukan dari berbagai pelaku/penggiat alat kesehatan.

Dari pertemuan ini diharapkan bisa dirumuskan rekomendasi mengenai pengadaan alat-alat kesehatan dan tata kelola alat kesehatan tersebut.

Rapat Dengar Pendapat (RDP) Panja Komisi IX DPR RI ini bersifat tertutup, digelar di Ruang Rapat BAKN, Gedung Nusantara1, Senayan, Rabu (18/11/2020) sore dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi IX Sri Rahayu dengan beberapa anggota.

Panja Komisi IX DPR mengenai tata kelola alat kesehatan memperoleh masukan, sikap, atau bahkan pengaduan dari lima asosiasi yang berkaitan dengan alat kesehatan. (Baca juga: Vaksinasi COVID-19 Dimulai Bulan Depan, DPR: Pastikan Vaksin Aman)

Mereka yang "curhat" ini adalah Gabungan Perusahaan Alat Kesehatan Indonesia (Gapeslab), Pengurus Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (Aspaki), Pengurus Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia ( IAPI), Pengurus Asian Pasific Medical Technology Association ( Apacmed), Pengurus APL atau Asosiasi Perusahaan Perdagangan Barang Distributor, Keagenan dan Industri Indonesia ( Ardin), dan Pengurus Asosiasi Perusahaan Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi Fasilitas Kesehatan (Alfakes).

Ada empat hal yang disorot pada RDP ini. Pertama, Panja Komisi IX DPR mencoba menelaah lebih jauh peran asosiasi dalam tata kelola alat kesehatan di Indonesia. (Baca juga: Inovasi Alkes Penanganan Corona RI Dinilai Tak Kalah dengan Negara Lain)

Kedua, Panja Komisi IX mencari dan memperoleh. masukan terkait kebijakan pemerintah dalam meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, dan kualitas alat kesehatan untuk menuju kemandirian industri alat kesehatan dalam negeri. Ketiga, guna memperoleh masukan terkait skema pembiayaan dan pajak alat kesehatan melalui e-katalog. Keempat, mencari solusi dari hambatan pengadaan kebutuhan dan audit alat kesehatan melalui e-katalog.

Terkait dengan tata kelola dan pengadaan alat-alat kesehatan itu, Wakil KetuaKomisi IX DPRSri Rahayu mendorong seluruh pihak untuk mendukung terwujudnya kemandirianalat kesehatannasional.

Sri Rahayu menyatakan, meningkatnya kebutuhan alat kesehatan belum dapat dipenuhi oleh industri dalam negeri. Berdasarkan data terakhir, 94% alat kesehatan yang beredar adalah produk impor. Kemudahan keluar masuk barang dalam era globalisasi dan dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta jiwa membuat Indonesia menjadi pasar yang menarik untuk masuknya produk impor.

Ketidakmampuan industri nasional dalam memproduksi alat kesehatan juga dianggap akan menjadi kelemahan pertahanan kesehatan nasional. "Hal tersebut sangat tidak sejalan dengan upaya kemandirian nasional terhadap alat kesehatan maupun ketahanan ekonomi nasional," ungkap Sri Rahayu.

Tak hanya itu, mewabahnyaviruscoronajuga tentu mengakibatkan peningkatan kebutuhan terhadap pemanfaatan alat kesehatan dan industri farmasi.

Adapun Panja Tata Kelola Alat Kesehatan Komisi IX DPR akan mengawasi seluruh siklus pengelolaan alat kesehatan serta keseluruhan daripre-marketsampai denganpost-market.

Panja juga akan melakukan pengawasan secara pro justitia untuk mencapai kemandirian pemenuhan alat kesehatan dalam negeri. Industri alat kesehatan dan farmasi merupakan sektor yang masuk kategorihigh demand. Atas dasar itulah, regulasi yang mengatur sektor tersebut sangat dibutuhkan.

Peraturan yang mengatur sektor alat kesehatan antara lain adalah Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri dan Inpres Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan.

Terdapat pula Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 17 Tahun 2017 tentang Rencana Aksi Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan dan Keppres Nomor 9 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penaganan Covid-19.

Ketua Umum Alfakes, Hendrana Tjahyadi, dalam RDP dengan Panja Komisi IX DPR menjelaskan berbagai hal yang terkait dan berhubungan dengan labolatorium pengujian dan kalibrasi fasilitas kesehatan.

Semua peralatan harus diuji. Cocok atau tidak. Cocok di Jerman belum tentu cocok dipakai di Indonesia. Demikian juga dengan fasilitas kesehatan lokal. Ceragem, misalnya, belum bisa dibuktikan secara ilmiah.

Untuk alat-alat kesehatan tidak bisa juga kesemuanya diterapkan Standar Nasional Idonesia (SNI). Sementara itu, Kemenkes juga belum membuat aturan dan peraturan maintenance (perawatan) alat kesehatan.

"Permenkes perawatan alat-alat kesehatan itu perlu," kata Hendrana Tjahyadi, yang dibantu sekjennya, Mujiono Oetojo, memberikan presentasi berwarna kepada pimpinan dewan.

Hendrana Tjahyadi juga menekankan pentingnya kalibrasi untuk alat-alat kesehatan. Dia juga menegaskan adanya Undang Undang Nomor 4 Tentang Rumah Sakit, yang mengharuskan dilakukannya standarisasi dan kalibrasi seluruh alat-alat kesehatan. Namun, UU tersebut tidak jalan. Hendrana Tjahyadi menyebut pentingnya Permenkes untuk memperkuat regulasi.

Dari 42 perusahaan anggota Alfakes, baru bisa dilakukan kalibrasi pada sekitar 200.000 alat kesehatan, dari lebih dua juta alat kesehatan yang ada di keseluruhan rumah sakit. Rumah sakit harus mengalokasikan anggaran untuk kalibrasi alat-alat kesehatannya.

Mendahului acara dengar pendapat ini, pimpinan Alfakes sebelumnya menemui Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo. Mereka diteroma Bamsoet di ruangan kerjanya di kompleks parlemen, Senayan.

Pada kesempatan itu Bamsoet mengutarakan pentingnya perawatan terhadap perangkat kesehatan, apalagi di masa pandemi Covid-19 sekarang ini. Terkait dengan itu, Ketua MPR mengingatkan perlunya dilakukan kalibrasi alat-alat kesehatan.

"Menjaga akurasi alat kesehatan terutama ventilator dan pesawat x-ray, sehingga diagnosa dan tindakan ke pasien tepat sasaran," demikian antara lain disampaikan Ketua MPR.

Pengurus Alfakes yang diterima Bamsoet adala Rd. Kartono Dwisowedjo (penasehat), Hendrana Tjahjadi (ketua umum), Mujiono Oetojo (sekjen), dan Lissa Imelia (bendahara)

Silaturahmi Alfakes dengan Ketua MPR ini berlangsung gayeng. Topik utama yang dibahas, perlunya pengujian dan kalibrasi alat kesehatan di Rumah Sakit (RS) dan Puskesmas.

Jika memungkinkan, perlu pengawasan dari masyarakat dan pihak yang berwenang apakah alat yang saat ini digunakan sudah terkalibrasi atau belum. Ini semua harus diprioritaskan untuk kesehatan pasien.

"Ketua MPR tanggapannya baik, beliau sangat apresiatif. Bahkan beliau yang tadinya belum mengeti tentang kalibrasi, akhirnya sepakat perlunya kalibrasi alat kesehatan," ujar Mujiono Oetojo, sekjen Alfakes.

Mujiono mengingatkan bahwa alat kesehatan yang terkalibrasi masih sekitar 30% dari total 1,8 juta alat yang wajib dikalibrasi.

"Perlunya kesadaran institusi fasilitas kesehatan ( RS dan puskesmas baik pemerintah dan swasta ), tentang perlunya kalibrasi, demi terciptanya keamanan pasien (pasien Safety)," tegas Mujiono Oetojo, sekjen Alfakes.
(thm)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1149 seconds (0.1#10.140)