Pengacara Korban Minta Benny Tabalujan Dihadirkan ke Publik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kuasa hukum korban penyerobotan tanah di Cakung, Jakarta Timur, Abdul Halim meminta Haris Azhar berani menghadirkan Benny Simon Tabalujan ke publik. Adapun Haris Azhar kini menjadi kuasa hukum Benny Simon Tabalujan, buronan Polda Metro Jaya dalam kasus penyerobotan tanah di Cakung, Jakarta Timur.
(Baca juga: Milad ke-108, Jokowi: Muhammadiyah Anugerah dari Allah untuk Bangsa Indonesia)
"Mana Benny Tabalujannya? Hadirkan dong. Tahu kan pasti kalau Benny Tabalujan jadi DPO, kok bisa gonta-ganti kuasa. Hebat sekali Benny Tabalujan ini, siapa dia. Nongol saja enggak pernah tapi kuasa hukumnya bisa gonta-ganti. Kalau memang (Haris Azhar) kuasa hukumnya, hadirkan dong Benny Simon Tabalujan," ujar Kuasa Hukum Abdul Halim, Hendra dalam keterangan tertulisnya, Rabu (18/11/2020).
(Baca juga: Pengembangan Vaksin Merah Putih, Eijkman Pastikan Cepat dan Aman)
Adapun Benny Tabalujan menjadi tersangka bersama mantan juru ukur BPN Paryoto dan koleganya, Achmad Djufri. Keduanya sedang menjalani persidangan di PN Jakarta Timur. Sementara Benny Tabalujan belum menunjukkan batang hidungnya sekali pun dalam proses penyidikan Polda Metro Jaya.
Benny belakangan ini baru diketahui berada di Australia dan polisi sudah menerbitkan status DPO. Hendra meminta Haris Azhar untuk berpikir secara logika, siapa yang layak disebut mafia tanah.
Hendra mengatakan kliennya, Abdul Halim adalah seorang kakek yang cuma memiliki satu bidang tanah. Sedangkan Benny Tabalujan, kata Hendra, punya tanah di mana-mana.
"Di antara tanah-tanahnya itu, semuanya berperkara semua. Ada yang dilaporkan di Polres Jakarta Timur, ada yang sedang dilaporkan di Bareskrim Mabes Polri, ada yang sedang digugat di PTUN dan entah ada yang mana lagi, itu Benny Simon Tabalujan. Sedangkan Abdul Halim, yang cuma punya satu bidang tanah, dimakan oleh Benny Tabalujan. Pakai logika saja," tambah Hendra.
Hendra meyakini bahwa polisi bertindak sangat profesional dalam menangani kasus Benny Tabalujan. Apalagi kasus itu sudah naik ke pengadilan. Adapun Paryoto dituntut jaksa 1 tahun 6 bulan penjara dan kini tinggal menunggu ketuk palu hakim.
"Jika Paryoto bisa disidangkan tentu sudah melalui suatu proses penyidikan. Kalau seperti itu berarti kan sudah memenuhi unsur adanya suatu tindak pidana atau suatu kejahatan. Kalau tidak, mana mungkin jaksa itu mau P21. Pakai logika saja lah sudah disidang kok sekarang. Pakai bilang-bilang Paryoto katanya memberi keterangan di bawah tekanan, siapa pun juga bisa bilang seperti itu," pungkasnya.
(Baca juga: Milad ke-108, Jokowi: Muhammadiyah Anugerah dari Allah untuk Bangsa Indonesia)
"Mana Benny Tabalujannya? Hadirkan dong. Tahu kan pasti kalau Benny Tabalujan jadi DPO, kok bisa gonta-ganti kuasa. Hebat sekali Benny Tabalujan ini, siapa dia. Nongol saja enggak pernah tapi kuasa hukumnya bisa gonta-ganti. Kalau memang (Haris Azhar) kuasa hukumnya, hadirkan dong Benny Simon Tabalujan," ujar Kuasa Hukum Abdul Halim, Hendra dalam keterangan tertulisnya, Rabu (18/11/2020).
(Baca juga: Pengembangan Vaksin Merah Putih, Eijkman Pastikan Cepat dan Aman)
Adapun Benny Tabalujan menjadi tersangka bersama mantan juru ukur BPN Paryoto dan koleganya, Achmad Djufri. Keduanya sedang menjalani persidangan di PN Jakarta Timur. Sementara Benny Tabalujan belum menunjukkan batang hidungnya sekali pun dalam proses penyidikan Polda Metro Jaya.
Benny belakangan ini baru diketahui berada di Australia dan polisi sudah menerbitkan status DPO. Hendra meminta Haris Azhar untuk berpikir secara logika, siapa yang layak disebut mafia tanah.
Hendra mengatakan kliennya, Abdul Halim adalah seorang kakek yang cuma memiliki satu bidang tanah. Sedangkan Benny Tabalujan, kata Hendra, punya tanah di mana-mana.
"Di antara tanah-tanahnya itu, semuanya berperkara semua. Ada yang dilaporkan di Polres Jakarta Timur, ada yang sedang dilaporkan di Bareskrim Mabes Polri, ada yang sedang digugat di PTUN dan entah ada yang mana lagi, itu Benny Simon Tabalujan. Sedangkan Abdul Halim, yang cuma punya satu bidang tanah, dimakan oleh Benny Tabalujan. Pakai logika saja," tambah Hendra.
Hendra meyakini bahwa polisi bertindak sangat profesional dalam menangani kasus Benny Tabalujan. Apalagi kasus itu sudah naik ke pengadilan. Adapun Paryoto dituntut jaksa 1 tahun 6 bulan penjara dan kini tinggal menunggu ketuk palu hakim.
"Jika Paryoto bisa disidangkan tentu sudah melalui suatu proses penyidikan. Kalau seperti itu berarti kan sudah memenuhi unsur adanya suatu tindak pidana atau suatu kejahatan. Kalau tidak, mana mungkin jaksa itu mau P21. Pakai logika saja lah sudah disidang kok sekarang. Pakai bilang-bilang Paryoto katanya memberi keterangan di bawah tekanan, siapa pun juga bisa bilang seperti itu," pungkasnya.
(maf)