Rancangan Perpres TNI Tangani Terorisme Dinilai Bertentangan dengan UU

Selasa, 17 November 2020 - 22:00 WIB
loading...
Rancangan Perpres TNI Tangani Terorisme Dinilai Bertentangan dengan UU
Peran TNI dalam fungsi penangkalan dan penindakan disebut berlebihan dan berpotensi mengubah wajah penanggulangan terorisme di dalam negeri jadi lebih buruk. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Draf Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme, dinilai memiliki banyak sisi negatif. Peran TNI dalam fungsi penangkalan dan penindakan disebut berlebihan dan berpotensi mengubah wajah penanggulangan terorisme di dalam negeri menjadi lebih buruk.

(Baca juga: Diabetes Jadi Penyebab Kematian Tertinggi Covid-19)

Anggota Komisi I DPR RI, Farah Puteri Nahlia, mengatakan, rancangan Perpres pelibatan TNI dalam penanganan terorisme bertentangan dengan UU TNI, karena penindakan dapat dilakukan tanpa melalui keputusan politik negara.

"Jika militer ingin dilibatkan, maka keputusan politik negara harus menjadi syarat mutlak, yaitu keputusan yang diambil berdasarkan hubungan check and balances antara pemerintah dan DPR," kata Farah dalam diskusi 'Menimbang Rancangan Perpres tentang Pelibatan TNI dalam Perspektif Hukum, HAM dan Perempuan', Selasa (17/11/2020)

Selain itu, sambung Farah, pengaturan terkait sumber anggaran juga bertentangan dengan UU TNI, yaitu sumber anggaran seharusnya bersumber tunggal hanya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Jika dibuka terlalu luas seperti yang diatur dalam rancangan Perpres ini, maka ada potensi terjadinya konflik kepentingan," tegas Farah.

(Baca juga: Tekan Angka Kemiskinan, Mensos Targetkan Graduasi Jadi 10 Juta KPM)

Untuk itu, sambung Farah, DPR akan berkonsultasi dengan masyarakat sipil, akademisi, dan LSM untuk mendapatkan masukan terkait rancangan Perpres pelibatan TNI dalam penanganan terorisme. "Agar jangan sampai nanti ketika disahkan justru menuai kontroversi," tutup Farah.

Sementara itu, Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, mengatakan, Perpres pelibatan TNI dalam penanganan terorisme belum mencerminkan adanya perspektif perempuan dalam menangkal terorisme.

"Padahal keterlibatan aktif dari perempuan telah terbukti berperan positif menjaga perdamaian," tutur Yentri.

Kata dia, UU yang diacu oleh perpres ini mempunyai pasal-pasal multi tafsir, sehingga draft perpres ini juga jadinya bermasalah, seperti halnya terkait pengerahan TN, tidak ada pembedaan yang jelas antara pegerahan yang sifatnya mendesak dan yang perlu konsultasi.

"Tidak ada kriteria yang memperhatikan kebijakan publik tersebut," tegasnya.

"Definisi objek vital juga terlalu luas, sehingga menimbulkan multi tafsir. Jika masyarakat menentang pembangungan infrastruktur yang tidak dikonsultasikan kepada masyarkat terdampak misalnya, maka melalui rancangan perpres ini ada peluang untuk kriminalisasi," sambung Yentri.

Selain itu, pensejajaran aktor-aktor yang terlibat dalam penanganan terorisme yang diatur dalam rancangan perpres ini, seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), TNI, dan Polri, bisa mengakibatkan terjadinya tumpang tindih, dan kompetisi, bahkan kompetisi dalam konteks anggaran.

Dosen Fakultas Hukum UGM, Sriwiyanti Eddhiyono juga menilai, ruang partisipasi dalam pembahasan rancangan perpres ini sangat minim dan kurang. Kelompok perempuan sama sekali tidak dilibatkan dalam pembahasan rancangan Perpres pelibatan TNI dalam penanganan terorisme.

"Perdebatan yang membutuhkan pengaturan secara detail diarahkan pengaturan yang bersifat internal," kata Sriwiyanti.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2365 seconds (0.1#10.140)