Perubahan Pola Kerja dan Produksi Pascapandemi

Rabu, 18 November 2020 - 05:49 WIB
loading...
Perubahan Pola Kerja dan Produksi Pascapandemi
Muhamad Ali
A A A
Muhamad Ali
Pemerhati Human Capital

PADA akhir pandemi–yang diukur dari makin dekatnya implementasi vaksin massal—kita menyaksikan dan merasakan berbagai guncangan yang makin hebat. Warga yang makin jenuh, sebagian orang yang makin bingung dan lapar karena kerusakan ekonomi di sisi rantai pasok dan rantai kebutuhan (supply and demand chains), industri yang terpuruk, dan manufaktur yang tidak dapat segera beroperasi normal, adalah fakta yang sudah menghampar di depan mata kita. Di sebagian negara situasi diperburuk oleh adanya gejolak atau riak-riak politik yang disebabkan oleh banyak faktor.

Di sektor industri, berdasarkan laporan World Economic Forum (WEF), pada Oktober 2020 sekurang-kurangnya ada 14% pekerja yang terancam kehilangan pekerjaan akibat guncangan pandemi. Angka yang sudah melampaui satu digit tersebut tentu saja mengkhawatirkan banyak pihak. Karena itu, harapan akan vaksin menjadi semakin besar. Ibarat orang yang sedang menuju proses tenggelam, air sudah sampai ke leher. Membuat kepanikan dan kekhawatiran meningkat.

Akan tetapi, di balik meningkatnya risiko pengangguran yang mengancam tersebut, terdapat berbagai improvement atau perbaikan dalam proses bisnis yang tetap berjalan di masa pandemi. Salah satu yang paling menonjol dicatat oleh WEF adalah adanya peluang atau kesempatan yang makin luas untuk melakukan pekerjaan secara jarak jauh (work remotely). Di dalam bahasa sehari-hari, kita memahaminya sebagai work from home, atau bahkan work from everywhere.

Perbaikan kedua adalah adanya akselerasi terhadap proses pekerjaan secara terdigitalisasi (digitalization of work processes), yang mencakup penggunaan perangkat digital, video konferensi, platform digital tertentu, dan sebagainya. Harus disadari dan kita akui, selama pandemi ini setiap pekerja makin terlatih untuk mengoperasikan berbagai perangkat atau aplikasi secara mandiri. Padahal, dalam situasi normal biasanya mereka mengandalkan proses manual atau meminta bantuan orang lain.

Hal yang juga menimbulkan adanya koreksi dalam proses kerja adalah akselerasi terhadap pekerjaan-pekerjaan dengan melakukan proses otomatisasi (accelerate automation of tasks). Proses ini memang memerlukan investasi tambahan dari sisi pemilik usaha, tetapi dengan makin menjamurnya penyedia perangkat otomasi, baik yang berbentuk hardware maupun software/aplikasi, maka kepemilikan perangkat otomasi tersebut juga semakin meluas dan menjangkau banyak sektor bisnis, tidak hanya bisnis yang bersifat padat modal.

Hal yang sudah pasti juga dirasakan oleh para pekerja selama berlangsungnya pandemi adalah berkurangnya jam kerja normal. Ada yang dipaksa/terpaksa mempekerjakan pegawainya seminggu sekali. Ada yang seminggu dua atau tiga kali, tergantung dari kondisi dan kebutuhan perusahaan. Akan tetapi, pengurangan jam kerja pegawai secara normal tersebut dikompensasi dengan tuntutan kesiagaan untuk menerima tugas/pekerjaan pada jam-jam di luar jam operasi kantor konvensional, entah itu 08.00-17.00 atau 09.00-18.00 waktu setempat.

Inisiatif Transformasi
Berbagai perubahan yang sangat radikal dan drastis juga mendorong sebagian korporasi atau organisasi melakukan proses transformasi. Jika pada kondisi normal transformasi merupakan bagian tak terelakkan untuk merespons situasi yang sudah berubah, pandemi telah mempercepat tuntutan transformasi tersebut secara eksternal. Restrukturisasi di dalam organisasi, penyederhanaan proses bisnis, antisipasi dan mitigasi risiko terhadap bisnis yang dijalankan, memerlukan dorongan dari luar dan dari dalam sekaligus.

Transformasi di dalam organisasi atau korporasi telah terderivasi ke dalam berbagai program atau kegiatan, yang secara kasatmata dapat dilihat dan dirasakan. Misalnya saja penggunaan teknologi yang makin intensif, baik untuk fungsi monitoring maupun kontrol. Demikian juga kebutuhan untuk berpikir kritis dan analitis menghadapi situasi. Strategi pembelajaran yang makin aktif juga terasa makin dibutuhkan.

Transformasi, sebagaimana selalu saya katakan, juga telah mendorong munculnya kepemimpinan-kepemimpinan baru, termasuk di dalamnya pengaruh-pengaruh sosial di dalam organisasi dan korporasi. Reasoning, problem-solving, dan ideation, menjadi bagian yang menyatu dengan proses transformasi sehingga orientasi makin terfokus kepada layanan terbaik, ketahanan, dan fleksibilitas organisasi yang makin kuat.

Jika kita mendalami pola kerja dan pola produksi yang telah berubah selama masa pandemi ini, saya menduga bahwa pola kerja normal sebelum munculnya pandemi kemungkinan besar tidak akan lagi sama akibat faktor-faktor tadi. Pola kerja dan pola produksi pascapandemi akan semakin variatif. Orang bisa bekerja atau menjadi pegawai pada lebih dari satu institusi—tergantung dari kesepakatan yang dibuat antara pekerja dan pemberi kerja. Demikian pula, orang tidak akan lagi menyandarkan apakah pekerjaan itu datang dari domestik atau luar negeri.

Karena itu, pekerja akan dituntut untuk semakin efektif dan produktif, yang tidak hanya akan bermanfaat bagi organisasi atau korporasi, tetapi juga bagi diri mereka sendiri. Semakin produktif, orang berpotensi untuk mendapatkan penghasilan yang lebih besar. Semakin efektif dan kreatif, orang akan mendapatkan peluang-peluang atau kesempatan untuk bekerja secara multitasking pada lebih dari satu institusi.

Kita tentu berharap bahwa pandemi akan segera berakhir. Dan, titik akhir itu sebenarnya juga makin terlihat jelas. Apabila kita melihat banyak negara mengalami resesi ekonomi, kondisi pada akhir tahun ini mulai terlihat tanda-tanda pembalikan. Negara-negara yang mengalami pertumbuhan negatif yang dalam mulai bergerak menuju titik nol, sedangkan negara-negara yang mengalami pertumbuhan negatif tak terlalu dalam mulai mengalami titik balik menuju ke arah positif.

Suasana ini tentu akan menambah optimisme kita menghadapi tahun baru yang akan segera tiba. Situasi akhir tahun yang biasanya diwarnai dengan pelbagai prediksi dan analisis, masih akan menempatkan kondisi global pada situasi yang sulit dan tertekan. Namun, kita tidak boleh kehilangan rasa optimis akan munculnya kesadaran dan keseimbangan baru, yang membuat tahun depan akan kita jalani secara lebih baik dibandingkan tahun ini.
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3111 seconds (0.1#10.140)