Masih Banyak Kerumunan, Kapan Covid-19 Pergi dari Indonesia?

Selasa, 17 November 2020 - 10:25 WIB
loading...
Masih Banyak Kerumunan,...
Karyawan Kementerian Kesehatan melakukan tepuk tangan secara bersama saat melepas ambulans di depan Gedung Kementerian Kesehatan Jakarta, Kamis (12/11/2020). Tepuk tangan tersebut dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Nasional ke-56. Foto/Okezone
A A A
JAKARTA - Indonesia telah delapan bulan menghadapi pandemi Covid-19. Kasus positif Covid-19 di Indonesia pertama kali diumumkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2 Maret 2020.

Saat itu, dua warga Depok, Jawa Barat dikabarkan tertular virus Corona atau Covid-19 dari seorang warga negara Jepang yang sedang berkunjung ke Jakarta.

Saat memimpin rapat kabinet terbatas melalui video conference, Kamis 16 April 2020, Presiden Jokowi pernah memprediksi pandemi Covid-19 berakhir pada akhir tahun 2020. Namun, siapa pun tidak ada yang bisa memastikan kapan pandemi virus asal Wuhan, China itu berakhir di Indonesia.

Berdasarkan data terakhir dari pemerintah, hingga Senin 16 November 2020, kasus positif Covid-19 bertambah 3.535 menjadi 470.648 kasus. Kemudian yang sembuh bertambah 3.452 menjadi 395.443 dan yang meninggal dunia bertambah 85 orang menjadi 15.296.( )

Kendati demikian, melajunya kasus Covid-19 seolah tidak membuat sebagian orang takut. Kerumunan banyak ditemui. Bahkan dalam jumlah massa besar seperti aksi-aksi demonstrasi, kegiatan pilkada, sampai terakhir aksi massa terkait kegiatan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab belakangan ini.

Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat, dr Hermawan Saputra mengaku prihatin dengan kondisi tersebut. "Iya, turut prihatin. Sekarang semua aktivitas sosial dan keagamaan sangat longgar terkait dengan Covid-19," ujar Hermawan Saputra kepada SINDOnews Senin (16/11/2020).

Menurut Hermawan, banyak faktor penentu untuk mengakhiri Pandemi Covid-19 di Indonesia. "Tapi bila permisivisme pemerintah dan masyarakat masih seperti ini, boleh jadi hingga akhir 2021 nanti kita masih disibukkan oleh Covid-19," kata Hermawan.

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Konsultasi Pembangunan Kesehatan (LK2PK) dr Ardiansyah Bahar mengatakan, hingga kini strategi memutus mata rantai penularan Covid-19 adalah dengan pemberlakuan protokol kesehatan secara baik.

"Oleh karena itu, apa pun kegiatan di masyarakat yang tidak mematuhi protokol kesehatan tentu akan meningkatkan potensi penularan virus yang juga akan meningkatkan kasus Covid-19 di Indonesia," ujar Ardiansyah kepada SINDOnews secara terpisah.



Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo menilai kerumuman massa di sejumlah kegiatan Rizieq Shihab itu menjadi preseden buruk dalam perang melawan Covid-19.

Rahmad mengatakan, pemerintah pusat telah menyetujui Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di ibu kota yang diajukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Namun kerumunan massa tetap terjadi.

Rahmad pun mengkritik apresiasi Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Letjen TNI Doni Monardo atas sanksi denda Rp50 Juta yang diberikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kepada Rizieq Shihab karena menggelar acara pernikahan putrinya dan Maulid Nabi Muhammad SAW pada Sabtu 14 November 2020 yang mengundang kerumunan massa.

"Lucunya Satgas mengapresiasi denda Rp50 Juta, wow dibandingkan dengan ancaman jiwa yang terpapar Covid-19 dengan denda Rp50 Juta? Wow. Ya denda saya khawatirkan banyak yang mampu dan sangat mudah rakyat mampu membayar sehingga ke depan banyak kerumunan massa yang dilakukan oleh ekponen masyarakat yang mengadakan kerumunan kegiatan dan memilih membayar denda," kata Rahmad.( )

Menurut dia, denda tersebut kurang bagus dalam perang melawan Covid-19. "Jadi, jangan diapresiasi, saya lebih pada pendekatan persuasif kepada siapapun yang akan mengadakan kegiatan kerumunan umat, kalau nekad ya tinggal minta tolong aparat TNI Polri," tutur politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini.

Rahmad berpendapat, perang melawan Covid-19 bukan hanya menjadi tugas pemerintah pusat. Semua pihak, kata dia, harus bergandengan tangan, baik pemerintah daerah, masyarakat, tokoh agama, maupun tokoh publik.

"Siapa pun, kalau kita ingin menang, harus bergandengan tangan dan bergotong-royong melawan Covid-19. Kepada siapa pun yang berkeinginan mengadakan kegiatan yang mengundang kerumunan masyarakat mohon untuk bisa menahan diri dululah sampai kita benar-benar bisa kendalikan corona," katanya.

Khusus bagi pemerintah daerah, lanjut dia, wajib menegakkan aturan tanpa pandang bulu jika menerapkan PSBB dan semacamnya. "Jangan hanya tegas kepada pelaku usaha dan rakyat biasa tapi tegakkanlah kepada yang melanggar. Kalau enggak sanggup bisa berkoordinasi TNI-Polri dalam menegakkan wibawa aturan PSBB," ujarnya.

Dia menegaskan Covid-19 adalah virus yang sangat berbahaya. "Jangan hanya sebatas kepercayaan teologi tapi dengan ilmu soal, Corona bahaya dan bagaimana menjauh dan menghindarkan dari corona ditambah penegakkan aturan serta disiplin ke semua pihak tanpa pandang bulu makan kita akan menang mengendalikan Covid-19," ujarnya.

Dia mengajak untuk tidak pernah lelah untuk terus saling mengingatkan tentang protokol kesehatan yakni 3M, memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak. Hanya dengan 3M itu kata dia bisa efektif mencegah Covid-19. "Kalau pada akhirnya ada pihak-pihak menjerumuskan ummat dengan melakukan kerumunan ummat, maka kepada siapapun pemerintah daerah yang telah diberikan wewenang PSBB untuk bertindak tegas terhadap pelanggaran pelaksanaan PSBB," tuturnya.

Menurut dia, jika ada kepala daerah yang tidak mampu mengendalikan kerumunan massa, untuk segera berkoordinasi dengan aparat TNI dan Polri. "Tanggalkan apa pun kepentingan yang pingin membuat kestabilan terganggu, tahan diri dari segala kepentingan. Selamatkan jiwa rakyat dari bahaya Covid-19 dengan bergotong-royong dan bersatu," tuturnya.
(dam)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3218 seconds (0.1#10.140)