RUU Pemilu, PKS Usulkan Dapil Nasional untuk Elite Parpol
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ( PKS ), Almuzammil Yusuf mengusulkan adanya daerah pemilihan (dapil) nasional untuk anggota DPR RI yang menjabat sebagai elite parpol .
(Baca juga: Kemendikbud Didesak Sanksi Disdik yang Melanggar Aturan Pembukaan Sekolah)
Alasannya, sebagai elite parpol, mereka punya kewajiban untuk berkeliling ke seluruh pelosok Indonesia untuk mengawasi dan mensupervisi. (Baca juga: Masih Ada 30% Masyarakat Ragu-ragu Diberikan Vaksin Covid-19)
Hal ini disampaikan Muzammil dalam rapat Baleg DPR dengan Komisi II DPR, guna mendengarkan penjelasan terkait dengan Rancangan Perubahan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum (RUU Pemilu).
"Kami mengapresiasi tekad, niat di pimpinan Komisi II untuk membentuk UU Pemilu yang berumur panjang, tidak sekadar lima tahun, yang mana sejak reformasi sampai sekarang umurnya selalu lima tahun, mudah-mudahan ke depan kita bisa lebih panjang dari lima tahun, karena konteksnya utnuk membentuk UU dengan kualitas sperti itu maka kami perlu merasa mengangkat suatu isu yang selama ini belim menjadi isu krusial di UU Pemilu kita," kata Muzammil dalam rapat, Senin (16/11/2020).
"Tapi keberaadaan apa yang kami sampaikan itu sangat relevan sekali dengan konstelasi pimpinan partai pusat yang mana tugas mereka untuk mengawasi mensupervisi perkembangan seluruh isu di tingkat nasional. Sehingga, kami menyebutkan pentingnya undang-undang Pemilu mengangkat dapil nasional," sambungnya.
Muzammil menjelaskan, dapil nasional ini berbeda dengan dapil-dapil yang ada saat ini yaitu, dapil yang berbasis pada provinsi atau pembagian kabupaten kota untuk anggota DPR RI.
Dia mencontohkan, seorang pimpinan parpol yang menjadi calon anggota DPR (caleg) di suatu dapil, dia memiliki dua tuntutan, tuntutan dari konstituen di dapilnya dan tuntutan dari partainya untuk berkeliling secara nasional untuk bisa memenangkan pileg secara keseluruhan.
"Kita bisa bayangkan seorang pimpinan partai ketika dia menjadi calon anggota DPR RI, katankanlah dapil yang terdekat di Jawa Barat di Banten atau di Jateng atas tuntutan konstituennya dan juga keinginan partainya untuk dia berhasil maka dia harus mutar-mutar di dapil mungkin jumlahnya dua-tiga kabupaten kota atau mungkin lebih," paparnya.
Anggota Komisi II DPR itu kembali menjelaskan, jika elite partai menjadi caleg DPR, tentu dia punya kewajiban berkeliling di kabupaten/kota yang merupakan bagian dapilnya, cakupannya lebih kecil ketimbang caleg DPD RI yang harus berputar di satu provinsi, kecuali caleg DPR untuk dapil yang mencakup satu provinsi, seperti Bangka Belitung, Gorontalo dan sebagainya.
"Oleh karena itu kami merasa penting kita pikirkan bersmaa adanya dapil nasional untuk pimpinan partai, sehingga mereka ketika kampanye pemilihan pimpinan anggota DPR RI, mereka keliling ke seluruh Indonesia," papar Muzammil.
Soal mekanisme, Muzammil menjelaskan, kursi dapil nasional ini bisa didapatkan setelah seluruh suara nasional dijumlahkan sah dan disahkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) terhadap seluruh partai. Lalu, bisa terlihat prosentase yang didapat oleh masing-masing partai.
"Tergantung kita sepakati jatah kursi nasional berapa? Kalau jatah kursi nasional seratus ya tinggal prosentase masing-masing partai itu dilihat mereka dapst berapa dari seratus. Kalau lima puluh, dia (partai) dapat berapa dari lima puluh itu, dengan demikian maka tugas dia sebagai pimpinan partai dengan kedapilan itu sinkron," terangnya.
(Baca juga: Kemendikbud Didesak Sanksi Disdik yang Melanggar Aturan Pembukaan Sekolah)
Alasannya, sebagai elite parpol, mereka punya kewajiban untuk berkeliling ke seluruh pelosok Indonesia untuk mengawasi dan mensupervisi. (Baca juga: Masih Ada 30% Masyarakat Ragu-ragu Diberikan Vaksin Covid-19)
Hal ini disampaikan Muzammil dalam rapat Baleg DPR dengan Komisi II DPR, guna mendengarkan penjelasan terkait dengan Rancangan Perubahan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum (RUU Pemilu).
"Kami mengapresiasi tekad, niat di pimpinan Komisi II untuk membentuk UU Pemilu yang berumur panjang, tidak sekadar lima tahun, yang mana sejak reformasi sampai sekarang umurnya selalu lima tahun, mudah-mudahan ke depan kita bisa lebih panjang dari lima tahun, karena konteksnya utnuk membentuk UU dengan kualitas sperti itu maka kami perlu merasa mengangkat suatu isu yang selama ini belim menjadi isu krusial di UU Pemilu kita," kata Muzammil dalam rapat, Senin (16/11/2020).
"Tapi keberaadaan apa yang kami sampaikan itu sangat relevan sekali dengan konstelasi pimpinan partai pusat yang mana tugas mereka untuk mengawasi mensupervisi perkembangan seluruh isu di tingkat nasional. Sehingga, kami menyebutkan pentingnya undang-undang Pemilu mengangkat dapil nasional," sambungnya.
Muzammil menjelaskan, dapil nasional ini berbeda dengan dapil-dapil yang ada saat ini yaitu, dapil yang berbasis pada provinsi atau pembagian kabupaten kota untuk anggota DPR RI.
Dia mencontohkan, seorang pimpinan parpol yang menjadi calon anggota DPR (caleg) di suatu dapil, dia memiliki dua tuntutan, tuntutan dari konstituen di dapilnya dan tuntutan dari partainya untuk berkeliling secara nasional untuk bisa memenangkan pileg secara keseluruhan.
"Kita bisa bayangkan seorang pimpinan partai ketika dia menjadi calon anggota DPR RI, katankanlah dapil yang terdekat di Jawa Barat di Banten atau di Jateng atas tuntutan konstituennya dan juga keinginan partainya untuk dia berhasil maka dia harus mutar-mutar di dapil mungkin jumlahnya dua-tiga kabupaten kota atau mungkin lebih," paparnya.
Anggota Komisi II DPR itu kembali menjelaskan, jika elite partai menjadi caleg DPR, tentu dia punya kewajiban berkeliling di kabupaten/kota yang merupakan bagian dapilnya, cakupannya lebih kecil ketimbang caleg DPD RI yang harus berputar di satu provinsi, kecuali caleg DPR untuk dapil yang mencakup satu provinsi, seperti Bangka Belitung, Gorontalo dan sebagainya.
"Oleh karena itu kami merasa penting kita pikirkan bersmaa adanya dapil nasional untuk pimpinan partai, sehingga mereka ketika kampanye pemilihan pimpinan anggota DPR RI, mereka keliling ke seluruh Indonesia," papar Muzammil.
Soal mekanisme, Muzammil menjelaskan, kursi dapil nasional ini bisa didapatkan setelah seluruh suara nasional dijumlahkan sah dan disahkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) terhadap seluruh partai. Lalu, bisa terlihat prosentase yang didapat oleh masing-masing partai.
"Tergantung kita sepakati jatah kursi nasional berapa? Kalau jatah kursi nasional seratus ya tinggal prosentase masing-masing partai itu dilihat mereka dapst berapa dari seratus. Kalau lima puluh, dia (partai) dapat berapa dari lima puluh itu, dengan demikian maka tugas dia sebagai pimpinan partai dengan kedapilan itu sinkron," terangnya.
(maf)