Anggota DPR Ingatkan Perusahaan Tidak Boleh Kurangi Hak Pekerja
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemberian tunjangan hari raya (THR) merupakan kewajiban perusahaan bagi setiap karyawannya. Namun, pembayaran THR tengah menjadi persoalan baru karena banyak perusahaan yang terdampak akibat pandemi Covid-19 atau virus Corona saat ini.
Anggota Komisi IX DPR Fraksi PAN, Saleh Partaonan Daulay mengungkapkan, pemberian THR merupakan hal wajib. Hal itu menjadi pembahasan utama dalam rapat kerja Komisi IX bersama Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah, Kamis lalu.
"Dalam pertemuan itu, Menaker mengatakan, pemberian THR adalah wajib. Tidak ada pengecualian. Persoalan pandemi Covid-91 tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak membayar THR," ungkap Saleh kepada SINDOnews, Minggu (10/5/2020).
Namun demikian, tidak semua perusahaan stabil. Ada juga perusahaan yang keuangannya terganggu. Untuk kasus seperti itu, maka perlu dilakukan pembicaraan dan dialog. "Dialog tersebut bukan untuk menghindari membayar THR, tetapi mencari jalan terbaik bagi semua," ujar dia.
(Baca juga: Ketua MPR Kecewa Cara Kemlu Tangani Kasus Kematian WNI di Kapal China)
Dalam mengantisipasi pembayaran THR, Kemenaker mengakui telah melakukan dialog dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan sejumlah pengusaha. Termasuk melakukan pertemuan tripartit tingkat nasional dengan tujuan untuk mencari solusi terbaik bagi penyelesaian masalah pembayaran THR.
"Sesuai dengan ketentuan, THR harus dibayar paling lambat tujuh hari sebelum Lebaran. Jika tidak dibayarkan, maka akan dikenakan denda lima persen dari total THR yang akan dibayarkan. Di samping itu, pemerintah juga akan mengenakan sanksi administratif kepada perusahaan yang lalai membayar THR," tuturnya.
Dalam hal perusahaan tidak mampu membayar seluruh THR sesuai ketentuan, pemerintah mendorong adanya pembicaraan antara pengusaha dan pekerja. Dalam pembicaraan itu bisa ditentukan mekanisme pambayaran THR secara cicilan.
Jika langkah menyicil yang akan diambil, maka Kemenaker meminta agar keuangan tersebut diaudit untuk mengetahui kondisi keuangannya secara baik. Saleh mendukung perlunya pertemuan bipartite antara perusahaan dan pekerja untuk membahas persoalan THR. Namun, hal itu tidak berarti mengurangi hak para pekerja.
"Intinya, tidak ada yang bisa menghindar dari pembayaran THR. Mungkin yang dipersoalkan adalah soal dialog bersama pekerja terkait THR. Itu boleh saja. Tetapi harus dipastikan bahwa hak-hak pekerja tidak ada yang dikurangi," tegas dia.
Saleh menilai, tidak semua perusahaan kesulitan atau merugi akibat masa pandemi ini. Ada beberapa sektor usaha yang menurutnya meraih keuntungan.
"Di luar masa pandemi ini, perusahaan kan banyak juga yang untung. Nah, di masa sulit seperti sekarang ini sudah sepatutnya hak-hak para pekerja ditunaikan. Tidak boleh ada yang lari dari tanggung jawab," pungkasnya.
Anggota Komisi IX DPR Fraksi PAN, Saleh Partaonan Daulay mengungkapkan, pemberian THR merupakan hal wajib. Hal itu menjadi pembahasan utama dalam rapat kerja Komisi IX bersama Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah, Kamis lalu.
"Dalam pertemuan itu, Menaker mengatakan, pemberian THR adalah wajib. Tidak ada pengecualian. Persoalan pandemi Covid-91 tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak membayar THR," ungkap Saleh kepada SINDOnews, Minggu (10/5/2020).
Namun demikian, tidak semua perusahaan stabil. Ada juga perusahaan yang keuangannya terganggu. Untuk kasus seperti itu, maka perlu dilakukan pembicaraan dan dialog. "Dialog tersebut bukan untuk menghindari membayar THR, tetapi mencari jalan terbaik bagi semua," ujar dia.
(Baca juga: Ketua MPR Kecewa Cara Kemlu Tangani Kasus Kematian WNI di Kapal China)
Dalam mengantisipasi pembayaran THR, Kemenaker mengakui telah melakukan dialog dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan sejumlah pengusaha. Termasuk melakukan pertemuan tripartit tingkat nasional dengan tujuan untuk mencari solusi terbaik bagi penyelesaian masalah pembayaran THR.
"Sesuai dengan ketentuan, THR harus dibayar paling lambat tujuh hari sebelum Lebaran. Jika tidak dibayarkan, maka akan dikenakan denda lima persen dari total THR yang akan dibayarkan. Di samping itu, pemerintah juga akan mengenakan sanksi administratif kepada perusahaan yang lalai membayar THR," tuturnya.
Dalam hal perusahaan tidak mampu membayar seluruh THR sesuai ketentuan, pemerintah mendorong adanya pembicaraan antara pengusaha dan pekerja. Dalam pembicaraan itu bisa ditentukan mekanisme pambayaran THR secara cicilan.
Jika langkah menyicil yang akan diambil, maka Kemenaker meminta agar keuangan tersebut diaudit untuk mengetahui kondisi keuangannya secara baik. Saleh mendukung perlunya pertemuan bipartite antara perusahaan dan pekerja untuk membahas persoalan THR. Namun, hal itu tidak berarti mengurangi hak para pekerja.
"Intinya, tidak ada yang bisa menghindar dari pembayaran THR. Mungkin yang dipersoalkan adalah soal dialog bersama pekerja terkait THR. Itu boleh saja. Tetapi harus dipastikan bahwa hak-hak pekerja tidak ada yang dikurangi," tegas dia.
Saleh menilai, tidak semua perusahaan kesulitan atau merugi akibat masa pandemi ini. Ada beberapa sektor usaha yang menurutnya meraih keuntungan.
"Di luar masa pandemi ini, perusahaan kan banyak juga yang untung. Nah, di masa sulit seperti sekarang ini sudah sepatutnya hak-hak para pekerja ditunaikan. Tidak boleh ada yang lari dari tanggung jawab," pungkasnya.
(maf)