8 Bulan Pandemi, Peneliti UI Beberkan Tingkat Stres Masyarakat

Sabtu, 14 November 2020 - 02:38 WIB
loading...
8 Bulan Pandemi, Peneliti...
Peneliti dan Pengajar Vokasi Humas UI dan tim peneliti menyampaikan hasil studi tentang perilaku warga mengatasi tekanan selama periode pandemi Covid-19. Foto/SINDOnews/Yorri Farli
A A A
DEPOK - Peneliti dan Pengajar Vokasi Humas UI dan tim peneliti menyampaikan hasil studi tentang perilaku warga mengatasi tekanan selama periode pandemi Covid-19 (virus Corona). Hasilnya diketahui bahwa warga mengalami stress.

(Baca juga: Bareskrim Beberkan Peran 3 Tersangka Baru dalam Kasus Kebakaran Kejagung)

"Hasil studi big data dan dikaitkan dengan penelitian kualitatif yang dilakukan terhadap warga tentang kondisi mental mereka selama pandemi," kata peneliti Vokasi Humas UI, Devie Rahmawati saat acara Focus Group Discussion yang digelar Pokja Wartawan Kota Depok di AlfaX Depok, Jumat (13/11/2020).

"Temuan kualitatif dengan metode fenomenologi, mengungkapkan bahwa warga mengalami stress. Mereka merasakan himpitan luar biasa. Di mana para informan menyampaikan bahwa mereka mengalami tekanan dari dua dunia, offline dan online sekaligus, layaknya burger," tambahnya.

(Baca juga: ICW Desak Kejagung-Bareskrim Kooperatif dengan KPK terkait Supervisi Djoko Tjandra)

Disebutkan, dia melakukan penelitian melalui media sosial selama periode 20 Maret hingga 1 November 2020. Dari hasil penelitiannya didapati masyarakat aktif melakukan 15 aktifitas selama periode pandemi.

Mulai dari memasak dan mencoba menu baru, memelihara ikan cupang, rebahan, main game, belanja barang online, menggambar, koleksi barang, melihat video orang lain, menonton film, bersepeda, tanaman hias, motor, kucing, fotografi dan menonton Drama Korea.

"Kami menggunakan Radar Eventori, sebuah alat pemindai percakapan sosial di dunia digital, yang dikembangkan oleh anak-anak muda Indonesia di bidang IT. Setiap bulannya kami mengamati sekitar 140 juta tweet Berbahasa Indonesia," ucapnya.

Dia menuturkan, di media sosial muncul berbagai percakapan yang mengungkapkan bagaimana anggota keluarga yang merasa dinomorduakan oleh hobi seperti cupang atau tanaman hias. Di mana, seseorang lebih banyak melakukan 'diskusi' dengan cupang atau tanamannya. Mereka melihat dorongan kehidupan nyata dan maya berlangsung dalam satu waktu.

"Seorang Ibu Muda dengan anak 1 misalnya, menyampaikan bahwa dia merasakan bagaimana tuntutan ekonomi untuk bertahan hidup harus beriringan dengan upaya memastikan pendidikan anak terjaga serta situasi di rumah terkendali. Di masa pandemi, nyaris tidak ada waktu untuk beristirahat. Pekerjaan kantor yang sebagian dilakukan offline dan online, bisa dilakukan di atas jam kewajaran di masa sebelum pandemi seperti di atas pukul 10 malam, mendadak serta dilakukan pada saat libur, sabtu minggu," tambah Devie.

Dengan kondisi demikian, kata Devie maka tidak heran kalau banyak orang yang berupaya mengalihkan dan menyalurkan beban yang mereka rasakan melalui hobi-hobi baru. Memasak kata dia dapat melupakan sejenak tuntutan-tuntutan pekerjaanm keluarga, sekolah dan lain-lain.

Karena dirinya fokus pada aktifitas tersebut. Menurut studi di Amerika, yang juga menempatkan aktivitas memasak, khususnya membuat roti, menjadi hobi baru nomor satu.

"Dengan memasak, menjadi aktvitas meditasi yang menyenangkan, seseorang akan belajar menahan waktu, karena konsentrasi tinggi pada program mengolah masakan," ujarnya.

Sementara itu, pegiat tanaman hias M Agung Permana menambahkan, saat ini merawat tanaman hias menjadi media menyalurkan stres yang efektif. Bahkan baginya, hobi ini bisa menghasilkan uang yang menggiurkan.

Dikatakan dia, di masa sekarang ada baiknya lebih mengedepankan melihat potensi dibanding berkeluhkesah. "Tanaman ini bisa menjadi cara bagi saya melepas penat. Awalnya ini hanya hobi, namun di masa sekarang justru ini menjadi peluang bisnis yang menggiurkan," katanya.

Ditempat yang sama Ketua RW 11 Perumahan Taman Anyelir, Akhirudin Akil mengatakan, dampak Covid-19 ini sangat luar biasa dirasakan. Dampaknya bahkan sampai pada penurunan mental.

"Kita tahu dampak luar biasa adalah penurunan mental, otak tidak berpikir secara sehat. Saya bercerita bahwa hampir dua minggu di wilayah saya, rw 011 Kalimulya, saya tangani kasus perceraian warga karena enam dengan aneka alesan. Tiga di antaranya terkait dengan yang menggugat perempuan karena himpitan ekonomi," ucapnya.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0849 seconds (0.1#10.140)