Rawan Kecemburuan, Bantuan Sosial Pemerintah Jangan Pilih Kasih

Kamis, 16 April 2020 - 07:45 WIB
loading...
Rawan Kecemburuan, Bantuan Sosial Pemerintah Jangan Pilih Kasih
Bantuan jaring pengaman sosial yang diberikan pemerintah di tengah pandemi virus corona (Covid-19) perlu diberikan secara adil dan merata kepada mereka yang membutuhkan. Foto: dok/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Bantuan jaring pengaman sosial yang diberikan pemerintah di tengah pandemi virus corona (Covid-19) perlu diberikan secara adil dan merata kepada mereka yang membutuhkan. Jangan sampai bantuan dianggap menganakemaskan profesi tertentu sehingga rawan memicu kecemburuan sosial.

Hal ini disampaikan sejumlah kalangan merespons bantuan yang diberikan pemerintah maupun BUMN kepada pengemudi ojek daring atau ojek online (ojol). Sebagaimana diketahui, pemerintah memberikan bantuan sosial kepada ojek daring melalui program Kartu Prakerja. Selain itu, pengemudi ojol juga mendapatkan fasilitas cashback 50% dari PT Pertamina saat membeli bahan bakar minyak (BBM) di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).

Saat ini muncul kesan pemerintah dan BUMN mengistimewakan profesi ojek daring. Jika ini dibiarkan berlanjut, dikhawatirkan muncul kecemburuan sosial yang bisa memicu gesekan di masyarakat di tengah situasi sulit yang dialami masyarakat saat ini, terutama kalangan menengah ke bawah.

Anggota Komisi IX DPR Anggia Ermarini mengatakan, dampak ekonomi akibat pandemi corona dialami hampir semua lapisan masyarakat, terutama kalangan menengah bawah. Data pemerintah menyebutkan lebih dari 1,6 juta karyawan sudah terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). “Karena itu, kebijakan yang diambil pemerintah terkait program jaring pengaman sosial tidak bisa hanya menyasar profesi tertentu, misalnya ojek online atau profesi tertentu yang lain,” ujarnya kepada KORAN SINDO kemarin.

Anggia menunjukkan, pekerja sektor lain juga terdampak, terutama sektor pariwisata dan pekerja pabrik, jasa keamanan, dan lain-lain. Politikus Partai Kebangkitan Bangsa ini mengatakan, saat ini pegawai atau karyawan swasta yang sudah dirumahkan sangat banyak dan sangat butuh perhatian.

"Kalau ojol itu kan lebih banyak di kota-kota besar. Makanya, distribusi bantuan harus adil, termasuk Kartu Prakerja. Memang bukan perkara mudah untuk menangani persoalan ini. Apalagi, sistem data nasional juga masih belum cukup valid. Namun, kinerja pemerintah perlu evaluasi agar terwujud keadilan sosial,” desaknya.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan pada Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai ada diskriminasi kebijakan yang dilakukan pemerintah, dalam hal ini PT Pertamina, yang memberi cashback 50% pada pembelian BBM nonsubsidi bagi ojek daring. Padahal, pandemi Covid-19 juga nyaris melumpuhkan ojek pangkalan, angkutan kota (angkot), taksi, angkutan antarkota antarprovinsi (AKAP), bus pariwisata atau travel, dan lainnya. "Pemerintah, sekalipun melalui BUMN, dalam mengambil kebijakan sektor transportasi harus berlaku adil, tidak memihak hanya kepada kelompok tertentu. Karena hal itu sangat berpotensi menimbulkan kecemburuan pada pengusaha jasa angkutan lainnya," tulis Djoko dalam keterangan kemarin.

Profesi pengemudi ojol bukanlah satu-satunya profesi pengemudi angkutan umum yang mengalami penurunan pendapatan di masa pandemi Covid-19. Namun, perhatian pemerintah dan BUMN cukup berlebihan terhadap pengemudi ojek daring. "Memang dalam UU Nomor 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, ojek tidak termasuk angkutan umum. Tetapi, pemerintah dan BUMN dapat bertindak adil terhadap seluruh profesi pengemudi angkutan umum," singgung pengajar pada Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata tersebut.

Merujuk data Direktorat Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, terdapat 3.650 perusahaan bus atau angkutan pada 2019. Jumlah perusahaan bus atau angkutan itu merupakan gabungan dari enam jenis layanan, yaitu bus AKAP, mobil antar-jemput antarprovinsi (AJAP), bus pariwisata, angkutan sewa, angkutan alat berat, dan angkutan bahan berbahaya dan beracun (B3).

Catatan itu belum termasuk bus angkutan antarkota dalam provinsi (AKDP), angkutan perdesaan (angkudes), angkutan perkotaan (angkot), bajaj, becak, becak motor, becak motor (bentor) yang datanya ada di dinas perhubungan provinsi, kabupaten, maupun kota.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1860 seconds (0.1#10.140)