Prihatin dengan Kondisi Sekarang, Gus AMI Bacakan Puisi WS Rendra

Sabtu, 07 November 2020 - 20:35 WIB
loading...
Prihatin dengan Kondisi...
Ketum DPP PKB Abdul Muhaimin Iskandar atau Gus AMI membacakan puisi WS Rendra berjudul Inilah Saatnya di acara Rindu Rendra bertajuk Kesaksian Akhir Abad. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Ketua Umum (Ketum) Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Muhaimin Iskandar atau Gus AMI membacakan puisi WS Rendra berjudul 'Inilah Saatnya' di acara Rindu Rendra bertajuk "Kesaksian Akhir Abad".

Pembacaan puisi ini mendapat aplus dari para seniman yang hadir. Bahkan, putri almarhum Rendra, Clara Sinta Rendra mengacungkan dua jempolnya kearah Gus AMI. "Padahal baru pertama saya baca puisi ini," katanya di Cafe Sastra, Jakarta Timur, Sabtu (7/11/2020). (Baca juga: Pandemi Covid-19, Muhaimin Ajak Pemimpin Dunia Tanggulangi Kemiskinan)

Bagi Gus AMI puisi Rendra berjudul 'Inilah Saatnya' sangat cocok dengan keadaan saat ini. Semua dikacaukan keadaan, pandemi Covid. Semua serba stagnant dan dipaksa membuat format baru. "Rendra dapat menggambarkan kondisi masa depan dengan sangat baik, lewat puisi-puisinya" katanya. (Baca juga: Peringatan Hari Santri, Muhaimin Luncurkan Platform Digital SantriNet)

Gus AMI berkata, puisi-puisi Rendra tidak ada tandingannya. Menularkan semangat memperbaiki keadaan. "Bersyukur kita punya Rendra," ucapnya.

"Inilah Saatnya"
(Karya W.S. Rendra)

Inilah saatnya
melepas sepatu yang penuh kisah
meletakkan ransel yang penuh masalah
dan mandi mengusir rasa gerah
menenangkan jiwa yang gelisah.

Amarah dan duka
menjadi jeladri dendam
bola-bola api tak terkendali
yang membentur diri sendiri
dan memperlemah perlawanan.
Sebab seharusnya perlawanan
membuahkan perbaikan,
bukan sekadar penghancuran.

Inilah saatnya
meletakkan kelewang dan senapan,
makan sayur urap
mengolah pencernaan,
minum teh poci,
menatap pohon-pohon
dari jendela yang terbuka.

Segala macam salah ucap
bisa dibetulkan dan diterangkan.
Tetapi kalau senjata salah bicara
luka yang timbul panjang buntutnya.
Dan bila akibatnya hilang nyawa
bagaimana akan membetulkannya?

Inilah saatnya
duduk bersama dan bicara.
Saling menghargai nyawa manusia.
Sadar akan rekaman perbuatan
di dalam buku kalbu
dan ingatan alam akhirat.
Ahimsa,
tanpa kekerasan menjaga martabat bersama.
Anekanta,
memahami dan menghayati
keanekaan dalam kehidupan
bagaikan keanekaan di dalam alam.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1042 seconds (0.1#10.140)