Penyalur ABK WNI Kapal China Dilaporkan ke Bareskrim
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kasus meninggalnya empat anak buah kapal (ABK) berkewarganegaraan Indonesia di atas kapal penangkap ikan asal China terus menjadi sorotan publik.
Penyelidikan itu tengah dilakukan Satuan Tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang (Satgas TPPO), Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Margono-Surya & Partners menyerahkan nama agensi penyalur anak buah kapal (ABK) diduga melakukan TPPO yang melibatkan kapal penangkap ikan asal China. Data itu diserahkan langsung ke Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (8/5/2020).
David Surya, salah seorang pengacara korban, mengungkapkan agensi tersebut berinisial PT L yang berlokasi di Brebes, Jawa Tengah.
Selain itu, dia juga menyerahkan draf perjanjian kerja laut yang ditandatangani korban bernama Effendi Pasaribu serta email berisi komunikasi David dengan pengacara publik Jong Chul Kim asal Korea Selatan.
“Jadi, laporan kami dijadikan satu dengan laporan yang sudah dibuat Satgas TPPO. Tidak dibuat laporan baru lagi,” ucap David kepada wartawan di Bareskrim, Jakarta, Jumat (8/5/2020).
Berdasarkan draf perjanjian kerja laut yang dimilikinya, David menilai ketentuan itu tidak sesuai. ABK asal Indonesia yang bekerja di kapal Longxing 629 hanya menerima gaji sekitar USD300. Itu pun belum termasuk berbagai potongan yang justru lebih banyak dari penghasilan yang diterima.
“Kalau dirinci, korban menerima gaji USD50 per bulan dan akan diberikan USD100 lagi pada saat kapal bersandar. Kemudian, sisanya sebesar USD150 akan dikirimkan ke pihak keluarga di Indonesia melalui agensi. Tapi keluarga korban tidak pernah menerimanya,” tuturnya.( )
Tak hanya itu, korban juga harus mengeluarkan deposit USD800 selama bekerja. Jika mendadak berhenti kerja, maka akan didenda sebesar USD1.600. Kemudian, bila korban pindah ke kapal lain akan dikenakan sanksi USD5.000.
“Ini kan jelas-jelas perbudakan namanya. Makanya kami laporkan supaya kasus ini diusut tuntas. Jangan sampai terulang lagi. Mau tunggu sampai 100 orang meninggal?” singgungnya.
Perlu diketahui, insiden ini muncul setelah beredarnya sebuah video pelarungan jenazah ABK asal Indonesia ke laut yang dipublikasikan oleh media televisi Korea Selatan, Munhwa Broadcasting Corporation (MBC).
Tayangan video jenazah itu viral setelah Jang Hansol menyebarkan lewat akun YouTube-nya, Korea Reomit pada Rabu (6/5/2020).
Berdasarkan video itu, para ABK Indonesia disinyalir mendapat perlakuan tak layak di atas kapal penangkap ikan Cina tersebut. Mereka mengeluh tak mendapat air minum layak serta jam kerja memadai. Bahkan, dari video itu nampak seorang awak kapal melempar jenazah ABK WNI yang telah meninggal dunia di tengah laut
Penyelidikan itu tengah dilakukan Satuan Tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang (Satgas TPPO), Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Margono-Surya & Partners menyerahkan nama agensi penyalur anak buah kapal (ABK) diduga melakukan TPPO yang melibatkan kapal penangkap ikan asal China. Data itu diserahkan langsung ke Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (8/5/2020).
David Surya, salah seorang pengacara korban, mengungkapkan agensi tersebut berinisial PT L yang berlokasi di Brebes, Jawa Tengah.
Selain itu, dia juga menyerahkan draf perjanjian kerja laut yang ditandatangani korban bernama Effendi Pasaribu serta email berisi komunikasi David dengan pengacara publik Jong Chul Kim asal Korea Selatan.
“Jadi, laporan kami dijadikan satu dengan laporan yang sudah dibuat Satgas TPPO. Tidak dibuat laporan baru lagi,” ucap David kepada wartawan di Bareskrim, Jakarta, Jumat (8/5/2020).
Berdasarkan draf perjanjian kerja laut yang dimilikinya, David menilai ketentuan itu tidak sesuai. ABK asal Indonesia yang bekerja di kapal Longxing 629 hanya menerima gaji sekitar USD300. Itu pun belum termasuk berbagai potongan yang justru lebih banyak dari penghasilan yang diterima.
“Kalau dirinci, korban menerima gaji USD50 per bulan dan akan diberikan USD100 lagi pada saat kapal bersandar. Kemudian, sisanya sebesar USD150 akan dikirimkan ke pihak keluarga di Indonesia melalui agensi. Tapi keluarga korban tidak pernah menerimanya,” tuturnya.( )
Tak hanya itu, korban juga harus mengeluarkan deposit USD800 selama bekerja. Jika mendadak berhenti kerja, maka akan didenda sebesar USD1.600. Kemudian, bila korban pindah ke kapal lain akan dikenakan sanksi USD5.000.
“Ini kan jelas-jelas perbudakan namanya. Makanya kami laporkan supaya kasus ini diusut tuntas. Jangan sampai terulang lagi. Mau tunggu sampai 100 orang meninggal?” singgungnya.
Perlu diketahui, insiden ini muncul setelah beredarnya sebuah video pelarungan jenazah ABK asal Indonesia ke laut yang dipublikasikan oleh media televisi Korea Selatan, Munhwa Broadcasting Corporation (MBC).
Tayangan video jenazah itu viral setelah Jang Hansol menyebarkan lewat akun YouTube-nya, Korea Reomit pada Rabu (6/5/2020).
Berdasarkan video itu, para ABK Indonesia disinyalir mendapat perlakuan tak layak di atas kapal penangkap ikan Cina tersebut. Mereka mengeluh tak mendapat air minum layak serta jam kerja memadai. Bahkan, dari video itu nampak seorang awak kapal melempar jenazah ABK WNI yang telah meninggal dunia di tengah laut
(dam)