Peran Platform dalam Bonanza UMKM Digital

Selasa, 03 November 2020 - 05:33 WIB
loading...
Peran Platform dalam Bonanza UMKM Digital
Bhima Yudhistira Adhinegara
A A A
Bhima Yudhistira Adhinegara
Peneliti INDEF

BENARKAH seluruh kelompok masyarakat mengalami penurunan daya beli di tengah pandemi? Jawabannya jelas tidak. Kelompok menengah ke atas cenderung melakukan saving alias menabung di bank alih-alih berbelanja. Data dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) per Juni 2020 menunjukkan ada lonjakan simpanan di atas Rp5 miliar, naik 7% lebih sejak awal tahun. Sementara libur panjang yang biasanya dimanfaatkan wisatawan untuk belanja ke luar negeri ikut tertunda. Situasi ini tentu menjadi peluang, bisakah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mengambil celah dari bergesernya pola konsumsi masyarakat selama pandemi?

Prospek Digitalisasi UMKM
Dampak yang ditimbulkan akibat pandemi mendorong perubahan perilaku konsumen dalam berbelanja. Data kenaikan belanja daring selama pandemi tercatat meningkat 26% berdasarkan rilis Bank Indonesia. Masyarakat dipaksa untuk menerima transformasi digital sebagai sebuah keniscayaan, bukan lagi angan masa depan. Di sisi lain, generasi milenial yang berjumlah 90 juta orang menjadi motor utama dalam transformasi digital. Bisa dikatakan selama pandemi terjadi bonanzadigital. Kenaikan yang signifikan akibat perubahan landscape ekonomi secara global. Istilah bonanza pernah populer pada 70-an ketika harga minyak mentah membuat Indonesia kejatuhan rezeki tak terduga. Hari ini yang terjadi bukan bonanza komoditas, melainkan bonanza digital.

Ketika berbagai manfaat dari transformasi digital dirasakan, sayangnya ada sektor penting yang tersisih. Baru ada 13% UMKM yang bergabung dengan platform digital. Sisanya masih berbisnis secara konvensional. Pemanfaatan internet tidak optimal setidaknya disebabkan oleh tiga hal: informasi yang terbatas, hambatan akses, dan belum terintegrasinya layanan digital. Untuk alasan pertama, literasi digital di Indonesia memang masih jadi tantangan. Berdasarkan World Digital Competitiveness Ranking 2019 komponen adaptasi masyarakat Indonesia terhadap teknologi digital berada di peringkat 60 dari 63 negara. Sementara itu sektor mikro dan ultramikro merasa bahwa diperlukan pengetahuan khusus untuk menggunakan aplikasi digital.

Menjawab Tantangan
Mitos terkait sulitnya sektor mikro bergabung dalam ekosistem digital mudah dipatahkan dengan kehadiran beberapa aplikasi yang user friendly. Sebut saja Grab yang memiliki aplikasi GrabMerchant, di mana pelaku usaha UMKM saling terhubung untuk memasok bahan baku juga terhubung ke konsumen dalam aplikasi yang sama. Terdapat 350.000 unit UMKM baru yang bergabung dalam Grab selama masa pandemi sehingga hal ini mempermudah UMKM mendapatkan pasokan bahan baku yang pasti dengan biaya logistik yang terjangkau. Seperti diketahui, biaya logistik secara nasional mencapai 23,5% terhadap PDB. Ongkos kirim jadi kendala penting juga bagi UMKM.

GrabMerchant juga mampu menjadi jalan keluar dalam pemasaran digital pelaku UMKM. Dengan biaya pemasaran yang sangat terjangkau, akses pasar untuk memperluas konsumen pun menjadi lebih luas. Di sisi lain, GrabMerchant telah bekerja sama dengan pemerintah di berbagai daerah untuk mendorong akses pelaku usaha mikro terhadap digitalisasi. Di Medan misalnya terdapat kerja sama antara PD Pasar Jaya untuk onboarding lebih dari 6.000 pedagang di enam pasar tradisional melalui GrabMart. Di Yogyakarta, GrabMerchant membantu dengan cara mitra pengantaran barang UMKM binaan pemerintah daerah melalui aplikasi SiBakul. Sementara itu sebanyak 600 pedagang di 40 pasar di Solo, Kudus, Pati, dan Tegal telah tergabung dalam GrabMart.

Tentunya sebagai langkah mendukung akselerasi kerja sama platform dan UMKM, maka akses internet perlu terus disempurnakan. Hal ini terkait dengan masalah infrastruktur yang belum merata. Pengusaha di luar Jawa misalnya, banyak yang belum tersentuh bonanza ekonomi digital karena koneksi internet yang belum stabil. Perbaikan terhadap infrastruktur internet mendesak untuk dilakukan. Data dari Speedtest Index menunjukkan ranking Indonesia dalam kecepatan internet di 114 dengan rata-rata kecepatan 16.9 Mbps. Ranking ini salah satu yang terendah di ASEAN karena Malaysia di urutan ke-85 dan Vietnam ke-62.

Dengan 57 juta unit UMKM di Indonesia dan potensi terhubung dengan platform digital, bukan tidak mungkin pandemi justru menjadi batu lompatan ekonomi yang besar. Pandemi mengajarkan UMKM bahwa kebutuhan akan digitalisasi menjadi tidak bisa dihindari. Hanya dengan masuk ke dalam ekosistem digital, omzet bisa dijaga, karyawan bisa terus bekerja. Kesempatan bonanza digital harus terus dipertahankan sehingga menjadi perubahan yang sifatnya permanen. Pemerintah pun pasti memerlukan kerja sama antara platform dan UMKM untuk mempercepat pemulihan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Bayangkan saja jika 350.000 UMKM yang bergabung dalam platform seperti GrabMerchant itu berapa banyak pekerja yang tadinya menganggur bisa kembali bekerja?
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4195 seconds (0.1#10.140)