KH Cholil Nafis Sebut Seruan Boikot Produk Prancis Pernyataan Tegas untuk Perdamaian Dunia

Senin, 02 November 2020 - 10:39 WIB
loading...
KH Cholil Nafis Sebut Seruan Boikot Produk Prancis Pernyataan Tegas untuk Perdamaian Dunia
Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat KH Cholil Nafis. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Penyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang menghina Nabi Muhammad SAW dinilai dapat mengacaukan perdamaian dunia. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun menyerukan pemboikotan produk-produk Prancis sebagai bentuk teguran atau peringatan nyata.

Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Cholil Nafis mengatakan, statement soal seruan pemboikotan ini oleh sebagian orang dianggap keras karena akan merusak hubungan antara negara dan mengerasnya umat muslim. "Padahal sebenarnya inilah pernyataan tegas untuk perdamaian dunia," ujarnya melalui keterangan tertulis, Senin (2/11/2020).

( ).

Menurutnya, pernyataan dan imbauan MUI itu sudah pada jalurnya. Yaitu melakukan ingkar (penolakan) dengan lisan atas kemungkaran dan kemudian meminta pemerintah dan masyarakat bisa melakukan ingkar dengan tindakan nyata di lapangan. "Pemerintah melakukan kecaman dan lobi-lobi politik untuk menghentikan perilaku rakyat Prancis yang menghina Nabi SAW atas nama kebebasan berekspresi. Yang celakanya itu dilegitimasi oleh Presidennya, Emmanuel Macron untuk tetap membiarkan rakyatnya menghina Nabi SAW . Masalah tambah runyam karena ada pembunuhan yang dilakukan oleh imigran muslim kepada guru yang menghina Nabi SAW," tutur Pengasuh Pesantren Cendekia Amanah Depok, Jawa Barat ini.

( ).

Menurutnya, menghina Nabi Muhammad SAW tidak dapat dibenarkan dan harus dilawan, serta menimbulkan kemarahan sebagai bentuk kecintaan umat Islam kepada Rasulullah SAW. "Cinta Rasulullah adalah tuntutan dan tuntunan keimanan sebagaimana cinta kita kepada Allah SWT. Islam mengajarkan untuk mendapat kenikmatan iman itu harus lebih mencintai Allah dan Rasulullah, Nabi Muhammad SAW sebagai satu kesatuan," katanya.

Menurutnya, mencaci Nabi Muhammad SAW sama dengan mencaci Allah SWT. "Saat ada guru sekolah di Prancis menghina Nabi SAW melalui karikatur atas nama kebebasan berekspresi maka pantas menyulut kemarahan pemeluk Islam di mana pun di dunia karena imannya terpatri dalam hatinya," urainya.

Namun, melakukan tindakan individu dan pribadi dengan cara menyakiti apalagi membunuh orang yang menghina Nabi SAW seperti yang dilakukan seorang beragama Islam kelahiran Rusia, Abdullah Anzurov kepada seorang guru di bernama Samuel Patty, menurut Cholil Nafis juga tidak dapat dibenarkan oleh ajaran Islam. "Sebab hal itu akan menyebabkan kemudharatan yang lebih besar berupa berlakunya hukum rimba dan menghilangkan peran negara untuk membangun stabilitas sosial," katanya.

Bahkan, tindakan tersebut akan memperburuk citra Islam sebagai agama kekerasan. "Melakukan yang ma’ruf (baik) harus dengan cara ma’ruf dan mengingkari yang mungkar harus dengan cara yang ma’ruf sehingga orang lain mengamini dakwah umat Islam," katanya.

Menurutnya, wilayah ulama itu menyatakan suatu kebenaran, nilai yang baik dan menasihati kepada orang lain. Sedangkan pemerintah adalah merealisasikan, melakukan dan mengeksekusi dari nilai-nilai kebaikan agama dan mencegah secara langsung dari kemungkaran.

"Maka tidak boleh ada individu masyarakat melakukan penegakan hukum atas nama kebenaran agama oleh dirinya sendiri atau individu tanpa melibatkan pemerintah," paparnya.

Cholil Nafis mengutip Al-Ghazali yang mengingatkan antara hubungan agama dan kekuasaan itu bagai saudara kembar. Agama adalah fondasinya, sedangkan kekuasaan adalah penjaganya. "Sesuatu yang tanpa fondasi dan dasar maka ia akan roboh. Demikian juga sesuatu yang tak ada penjaga akan mudah hilang,” tuturnya.

Dikatakan Cholil Nafis, semua muslim wajib marah atas tindakan yang menghina Rasulullah SAW karena itu bagian dari iman. Meskipun karikatur itu tidak bisa menggambarkan Nabi SAW karena beliau memang tidak bisa digambar secara apik, apalagi buruk. "Namun aksi penghinaan itulah yang ditentang dan dilawan, bukan kebenaran gambarnya. Seperti wajah kita dihina dengan gambar babi, tentu kita marah meskipun kita tahu bahwa gambar itu salah dan bukan gambar muka kita karena itu penghinaan pada diri kita," katanya.

Menurutnya, hal yang membuat muslim marah adalah penghinaan kepada Rasulullah SAW, bukan kebenaran gambar diri Rasulullah SAW. Cholil Nafis mengatakan, level kemarahan sebagai tuntutan keimanan tentu berbeda-beda. Pemerintah marah dengan melakukan ingkar terhadap kemungkaran ini dengan tangan kekuasaannya, yaitu hubungan politik dan diplomatik, lobi-lobi internasional dan tindakan nyata. Para ulama mengucakan dan menyatakan kebenaran menurut agama Islam serta menasihati pemerintah dan masyarakat. Sedangkan masyarakat muslim marah juga harus mengingkari di hatinya dan dapat melakukan tindakan membolikot produk-produk asal Prancis.

"Mengapa masyarakat perlu memboikotnya? Ya karena ucapan pun tak didengar dan tak ditakuti oleh Presiden dan masyarakat (sekuler) Prancis. Mereka tak takut kepada Allah SWT. Namun mereka lebih takut pada kehilangan pasar ekonominya di dunia. Maka boikot produk-produk asal Prancis adalah bagian dari cara ingkar, mengingatkan dan menasihati kemungkaran yang dilakukan oleh masyarakat Prancis atas nama kebebasan berekspresi," urainya.

Menurutnya, sesuatu yang menjadi sarana kebaikan maka menjadi baik dan sesuatu yang menjadi sarana untuk melakukan kewajiban sehingga bisa terlaksana kewajiban itu maka sarana itu menjadi wajib hukumnya (ma la yatimmul wajib illa bihi fahuwa wajibun).

"Nasihat keras kepada Presiden dan rakyat (sekuler) Prancis itu sangat penting demi perdamaian dunia. Sebab ulah mencaci Nabi Muhammad SAW akan memicu ekstremisme global dan akan terjadi kekacauan dunia. Orang atau kelompok ekstremis yang berdalih agama akan menemukan momentumnya dan dalilnya untuk melakukan kekerasan bahkan penyerangan atas nama membela agama Islam," pungkas Cholil Nafis.
(zik)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2324 seconds (0.1#10.140)