Kabar Baik dari Raksasa Ekonomi Dunia

Senin, 02 November 2020 - 05:30 WIB
loading...
Kabar Baik dari Raksasa Ekonomi Dunia
Secara teori AS sudah berhasil mengakhiri resesi yang terjadi selama dua kuartal, yakni kuartal I dan II/2020.
A A A
DI TENGAH pandemi Covid-19 yang masih belum mereda, sejumlah negara melaporkan pertumbuhan ekonomi kuartal III/2020 dengan hasil positif. Yang teranyar adalah Amerika Serikat (AS) yang mengumumkan pertumbuhan ekonominya meroket hingga 33,1% pada periode Juli-September 2020.

Ini tentu menjadi kabar baik bagi perekonomian di Negeri Paman Sam karena negara itu berhasil membalikkan keadaan karena sebelumnya produk domestik bruto (PDB) mereka anjlok 31,4% di kuartal kedua, terburuk sejak 1921. Sebelumnya, pada kuartal I/2020, ekonomi AS juga minus 4,8%, terburuk sejak 2008.

Dengan data ekonomi tersebut, secara teori AS sudah berhasil mengakhiri resesi yang terjadi selama dua kuartal, yakni kuartal I dan II/2020. Mereka kini menatap prospek ke depan yang diharapkan kembali membaik kendati akibat pandemi Covid-19 jumlah orang terpapar korona di negara itu mencapai 9,4 juta orang dengan angka kematian 236.000 orang lebih. Sebelumnya kabar baik lainnya juga datang dari China yang telah melaporkan pertumbuhan ekonomi kuartal III/2020 merangsek naik 4,9%. Ini melanjutkan tren positif sebelumnya di kuartal II/2020 yang juga tumbuh positif 3,2%. Di masa pandemi ini, China hanya kehilangan angka pertumbuhan di kuartal I/2020 di mana PDB-nya minus 6,8%.

China yang berpenduduk 1,3 miliar jiwa lebih beruntung karena sektor konsumsi mereka menjadi andalan. Ini lantas berpengaruh pada tumbuhnya penjualan ritel di negara itu sebesar 0,9% selama kuartal ketiga, dan khusus pada September naik 3,3%.

Hal yang sama juga terjadi di AS, di mana pertumbuhan ekonominya juga ditopang oleh sektor konsumsi. Dengan jumlah penduduk mencapai 334 jutaan itu, terbukti cukup ampuh menopang ekonomi AS. Apalagi pada periode Juli—September, otoritas AS melonggarkan kebijakan penguncian wilayah sehingga sejumlah sektor ekonomi kembali berputar. Data Departemen Perdagangan AS menyebutkan, kinerja kuartal III/2020 ditopang sektor konsumsi yang berkontribusi hingga 68% terhadap total PDB negara itu. Khusus untuk konsumsi individu, terjadi kenaikan 40,7%. Faktor lain adalah kenaikan nilai investasi domestik hingga 83% dan belanja perumahan tumbuh 59,3%.

Lalu, bagaimana dengan Indonesia yang dalam waktu dekat akan mengumumkan angka pertumbuhan ekonomi? Tentu kita berharap ekonomi masih bisa tumbuh kendati sejumlah kalangan memperkirakan kuartal III/2020 masih akan negatif seperti periode sebelumnya. Menteri Keuangan Sri Mulyani bahkan memperkirakan pertumbuhan ekonomi periode Juli-September 2020 berada di kisaran minus 1 hingga minus 2,9%. Angka itu lebih baik dibanding kinerja kuartal II/2020 yang negatif 5,3%.

Secara umum, sepanjang tahun ini ekonomi Indonesia diproyeksikan tumbuh negatif. Beberapa lembaga internasional pun sudah meliris perkiraan pertumbuhan ekonomi seperti Dana Moneter Internasional (IMF) yang memprediksi minus 1,5%, kemudian Bank Dunia (minus 2 hingga minus 1,65), Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) meramalkan minus 3%, dan Bank Pembangunan Asia (1%).

Namun, melihat data-data ekonomi yang disampaikan sebelumnya, seperti laju inflasi yang terus di bawah 1% bahkan terjadi deflasi, hal itu menunjukkan tingkat konsumsi masyarakat yang masih tertekan. Lihat saja Juli yang mengalami deflasi 0,1%, Agustus deflasi 0,05%, dan September juga 0,05%. Ini menandakan daya beli masyarakat terganggu sehingga cenderung menahan belanja.

Hal ini terkonfirmasi dengan data Bank Indonesia (BI) per Agustus 2020 di mana dana pihak ketiga (DPK) perbankan tumbuh 11,6%, lebih tinggi dibanding semester pertama yang hanya tumbuh 7%. Sebagai perbandingan, kredit perbankan pada periode yang sama hanya tumbuh 1,0% yang menandakan lemahnya aktivitas ekonomi di sektor riil.

Kondisi ini tentu saja harus menjadi perhatian mengingat pemulihan ekonomi diperkirakan masih lama karena pandemi di dalam negeri belum berakhir. Memang, ada penurunan jumlah kasus harian Covid-19 dalam beberapa hari terakhir, namun hal itu belum sepenuhnya sebagai pertanda baik. Pasalnya, jumlah uji spesimen harian juga ternyata tidak sebanyak bulan-bulan sebelumnya. Sebagai perbandingan, jika di awal Oktober jumlah uji spesimen bisa mencapai 40.000-an, dalam beberapa hari terakhir angka itu turun drastis hanya di kisaran 23.000-an.
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1695 seconds (0.1#10.140)