Pembobolan Data Pribadi Marak, Hukum Harus Tingkatkan Efek Jera

Jum'at, 30 Oktober 2020 - 08:04 WIB
loading...
A A A
Yenti mengapresiasi penegak hukum yang menangani kasus pencurian data pribadi nasabah atau konsumen jasa keuangan. Tapi proses penegakan hukum terhadap para pelaku mulai tahap penyidikan hingga dibawa ke pengadilan harus dituntut dan divonis dengan pidana maksimal agar ada efek jera.

Kemudian kerugian nasabah atau konsumen harus dikembalikan jika sebelumnya penegak hukum melakukan penyitaan aset milik pelaku dari hasil tindak pidana. "Negara juga harus hadir. Negara melalui perangkat-perangkatnya harus cepat melindungi nasabah. Negara harus tanggung jawab. Negara tidak boleh diam saja. Kemenkominfo-lah misalnya melalui aspek TI," ucap Yenti.

Anggota Komisi XI DPR Rudi Hartono Bangun menyatakan, OJK harus lebih memaksimalkan tindakan perlindungan konsumen serta memberikan literasi, edukasi, dan sosialisasi produk jasa keuangan baik perbankan maupun non-perbankan. (Baca juga: Jangan Skip Buah Walau Sedang Berlibur)

Tindakan tersebut, kata Rudi, mesti dilakukan terutama di saat Covid-19 yang masih sedang berlangsung ini. Apalagi, menurut dia, saat ini semakin marak modus-modus penipuan dalam hal penawaran produk-produk jasa keuangan baik perbankan, asuransi maupun pasar modal.

"Harus diingat, OJK adalah lembaga pelayanan kepada masyarakat dan merupakan lembaga milik masyarakat Indonesia. OJK dan seluruh operasional lembaganya murni dibiayai uang nasabah perbankan, industri asuransi, IKNB (industri keuangan non-bank) serta pasar modal dengan cara industri keuangan memberikan iuran atau pungutan kepada OJK," ujar Rudi.

Deputi Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Sarjito menyatakan penyedia jasa keuangan maupun telekomunikasi bisa diminta pertanggungjawaban jika tidak mampu melindungi data pribadi konsumen. Dia pun meminta jika ada konsumen yang mengalami kerugian akibat pelanggaran yang dilakukan penyedia jasa keuangan, sesegera mungkin laporkan ke OJK. "Kalau terdapat bukti bahwa penyedia jasa keuangan melanggar aturan yang ada, kita bisa langsung memberikan sanksi," tegas Sarjito saat dihubungi KORAN SINDO.

Mantan Direktur Pemeriksaan dan Penyidikan Pasar Modal OJK itu membeberkan, sehubungan dengan perlindungan data pribadi, sampai saat ini hal tersebut masih dibahas RUU-nya oleh DPR dan pemerintah. Menurutnya, keberadaan UU definitif dan khusus tentang perlindungan data pribadi sangat penting agar bisa menjadi rujukan utama perlindungan tersebut hingga sanksi pidananya. “Saat ini OJK masih berpatokan pada beberapa aturan perlindungan konsumen, di antaranya Peraturan OJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan,” katanya. (Lihat videonya: Buaya Raksasa Tertangkap Warga di Bangka Belitung)

Dia menjelaskan karena UU perlindungan data pribadi belum ada, sanksi-sanksi yang dikeluarkan OJK didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang ada, misalnya UU di sektor perbankan, pasar modal, dan industri keuangan nonbank, termasuk fintech. "POJK 2013 itu juga jadi pijakan kita untuk melakukan pengawasan maupun pemeriksaan. Sanksi dalam POJK 2013 itu ada diberi pilihan, misalnya sanksi tertulis, bisa sanksi denda berupa uang, bisa juga pembatasan usaha, dan sebagainya," beber dia. (Sabir Laluhu)
(ysw)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1418 seconds (0.1#10.140)