Temui Jokowi, Menlu AS Ingin Kirim Pesan Khusus untuk China?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo bersama Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi menerima kunjungan Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat Mike Pompeo di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat Kamis (29/10/2020).
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menilai kunjungan Pompeo ke Indonesia untuk memberikan pesan kepada China yang belakangan sangat agresif di Laut China Selatan.
Pertama, setelah di Sri Lanka Pompeo mengatakan Partai Komunis China sebagai predator, Hikmahanto menduga AS hendak menyampaikan pesan ke China bahwa Indonesia tidak akan terjebak dengan ketergantungan utang Indonesia terhadap China.
“China tidak akan bisa meminta Indonesia untuk membangun pangkalan militer karena strategic partnership AS-Indonesia akan diperkuat baik untuk bidang ekonomi dan pertahanan,” kata Hikmahanto, Kamis (29/10/2020).( )
Kedua, lanjut dia, pernyataan Menlu Retno Marsudi bahwa semua negara diminta untuk menghormati United Nations Convention on The Law of the Sea (UNCLOS) di Laut China Selatan sangat diapresiasi oleh Pompeo.
Pernyataan ini, kata Hikmahanto, mengkritik China yang mengklaim sembilan garis putus yang tidak memiliki dasar dalam UNCLOS dan telah dinyatakan demikian oleh putusan Permanent Court of Arbitration pada tahun 2016. ”Indonesia tidak gentar untuk menyampaikan kritik tersebut meski Indonesia bergantung pada utang dari China,” ucap Hikmahanto yang juga Rektor Universitas Jenderal A Yani itu.
Menurut dia, ini menunjukkan Indonesia telah menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif dimana Indonesia tidak berpihak ke China maupun AS tetapi pada hukum internasional, khususnya UNCLOS.
Namun di sisi lain ada hal yang diharapkan oleh Menteri Luar Negeri Pompeo yang tidak mungkin direalisaikan oleh Indonesia. Harapan tersebut adalah Indonesia menjadi Anchor bagi ASEAN, terutama untuk menghadapi China.
“Harapan ini sulit untuk direalisasi oleh Indonesia mengingat Indonesia menjalankan kebijakan luar negeri yang bebas aktif sehingga tidak mungkin akan menbawa ASEAN untuk berada dibelakang AS dalam menghadapi China,” paparnya.( ).
Selain itu di dalam ASEAN ada negara-negara tertentu yang sangat berpihak pada China. “Keberpihakan dari negara-negara tersebut akan sulit untuk pengambilan keputusan secara konsensus agar ASEAN berhadapan dengan China,” tuturnya.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menilai kunjungan Pompeo ke Indonesia untuk memberikan pesan kepada China yang belakangan sangat agresif di Laut China Selatan.
Pertama, setelah di Sri Lanka Pompeo mengatakan Partai Komunis China sebagai predator, Hikmahanto menduga AS hendak menyampaikan pesan ke China bahwa Indonesia tidak akan terjebak dengan ketergantungan utang Indonesia terhadap China.
“China tidak akan bisa meminta Indonesia untuk membangun pangkalan militer karena strategic partnership AS-Indonesia akan diperkuat baik untuk bidang ekonomi dan pertahanan,” kata Hikmahanto, Kamis (29/10/2020).( )
Kedua, lanjut dia, pernyataan Menlu Retno Marsudi bahwa semua negara diminta untuk menghormati United Nations Convention on The Law of the Sea (UNCLOS) di Laut China Selatan sangat diapresiasi oleh Pompeo.
Pernyataan ini, kata Hikmahanto, mengkritik China yang mengklaim sembilan garis putus yang tidak memiliki dasar dalam UNCLOS dan telah dinyatakan demikian oleh putusan Permanent Court of Arbitration pada tahun 2016. ”Indonesia tidak gentar untuk menyampaikan kritik tersebut meski Indonesia bergantung pada utang dari China,” ucap Hikmahanto yang juga Rektor Universitas Jenderal A Yani itu.
Menurut dia, ini menunjukkan Indonesia telah menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif dimana Indonesia tidak berpihak ke China maupun AS tetapi pada hukum internasional, khususnya UNCLOS.
Namun di sisi lain ada hal yang diharapkan oleh Menteri Luar Negeri Pompeo yang tidak mungkin direalisaikan oleh Indonesia. Harapan tersebut adalah Indonesia menjadi Anchor bagi ASEAN, terutama untuk menghadapi China.
“Harapan ini sulit untuk direalisasi oleh Indonesia mengingat Indonesia menjalankan kebijakan luar negeri yang bebas aktif sehingga tidak mungkin akan menbawa ASEAN untuk berada dibelakang AS dalam menghadapi China,” paparnya.( ).
Selain itu di dalam ASEAN ada negara-negara tertentu yang sangat berpihak pada China. “Keberpihakan dari negara-negara tersebut akan sulit untuk pengambilan keputusan secara konsensus agar ASEAN berhadapan dengan China,” tuturnya.
(dam)