Mobil Dinas Pimpinan KPK: Kebutuhan vs Keteladanan

Kamis, 22 Oktober 2020 - 08:01 WIB
loading...
Mobil Dinas Pimpinan KPK: Kebutuhan vs Keteladanan
Rencana pengadaan mobil dinas (mobdin) untuk pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuai sorotan publik. Foto: dok/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Rencana pengadaan mobil dinas (mobdin) untuk pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuai sorotan publik. Selama ini pimpinan KPK hanya mendapatkan tunjangan transportasi yang dibayarkan tiap bulan.



Pengadaan mobil dinas bagi pimpinan dan pejabat lembaga antirasuah dinilai sebagai ketidakonsistenan pada prinsip hidup sederhana. Selain itu, pengadaan mobil dinas dengan kisaran harga Rp720 juta-1,45 miliar tersebut dinilai tidak pantas diadakan di tengah masa pandemi Covid-19. Pengadaan mobil dinas tersebut tidak tiba-tiba ada. (Baca: Inilah Pahala dan Keutamaan Menjaga Pandangan Mata)

Sejak awal pertama kali menjabat, Firli Bahuri dkk menggembar-gemborkan adanya peningkatan anggaran dan perbaikan fasilitas lembaga. Mulanya berdasarkan dokumen Rencana Strategis (Renstra) 2020-2024 KPK, termaktub kerangka anggaran untuk 2021 direncanakan Rp1.238.291.000.000. Angka ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu program pencegahan dan penindakan kasus korupsi sejumlah Rp279,248 miliar dan program dukungan manajemen sebesar Rp959,043 miliar.

Belakangan program dukungan manajemen yang termasuk di dalamnya belanja barang/operasional dirincikan dan item yang masuk di antaranya mobil dinas. Akhirnya disepakati pagu anggaran KPK untuk 2021 sebesar lebih Rp1,055 triliun dan usulan tambahan belanja yang diajukan sebesar Rp250 miliar sehingga total pagu APBN 2021 untuk KPK yang disetujui menjadi lebih Rp1,305 triliun. Di antara pagu anggaran KPK yang disetujui adalah pengadaan mobil dinas untuk pimpinan, Dewan Pengawas, dan pejabat struktural KPK.

Mantan wakil ketua KPK Bambang Widjojanto menyatakan, penyediaan dan pengadaan fasilitas mobil dinas bagi para pejabat KPK, lebih khusus lima pimpinan KPK, menunjukkan bahwa pimpinan KPK sedang meninggikan keburukannya dalam hal keteladanan.

Menurut pria yang karib disapa BW ini, tindakan tersebut sekaligus sesat paradigmatis pemahaman pimpinan KPK terhadap KPK. Bagi BW, pengadaan mobil dinas tersebut tidak sesuai dengan nilai integritas dan kesederhanaan yang selama ini ”hidup” di dalam KPK dan selalu disampaikan kepada publik. (Baca juga: Masih Pandemi, Evaluasi Siswa Diminta Kembali ke Ujian Sekolah)

"Dari awal KPK diprofil dan dibangun dengan brand image sebagai lembaga yang efisien, efektif, dan menjunjung tinggi integritas dan kesederhanaan. Mobil dengan CC tinggi tidak efisien dan tidak efektif karena tidak berpengaruh langsung pada upaya percepatan dan peningkatan kualitas pemberantasan korupsi," ucap BW kepada KORAN SINDO.

Mantan ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) ini mengungkapkan, dari sisi manajemen hakikatnya KPK dibangun dengan sistem single salary. Dengan sistem itu seluruh fasilitas sudah dijadikan bagian atau disatukan menjadi komponen gaji sehingga seharusnya tidak boleh ada pemberian lagi fasilitas kendaraan karena akan redundant (mubazir).

"Dengan menerima pemberian mobil dinas maka pimpinan KPK telah melakukan perbuatan tercela yang melanggar etik dan perilaku karena menerima pembiayaan dobel dalam struktur gajinya," ujar BW.

Dulu setiap insan KPK sudah mendapatkan seluruh fasilitas yang dikompensasikan dalam bentuk tunjangan. Selama bertugas sebagai wakil ketua periode 2011-2015, BW memastikan selalu memakai mobil sendiri/pribadi. Seingat dia, di dalam komponen gaji semua pimpinan pun sudah ada tunjangan untuk kendaraan. Karenanya, para pimpinan, Dewan Pengawas, dan pejabat struktural KPK yang diproyeksikan mendapatkan mobil dinas sebaiknya menolak fasilitas tersebut. (Baca juga: Stres Bisa Pengaruhi Perilaku Makan pada Anak)

"Ini soal moralitas yang berimpitan dan sikap integritas. Di tengah situasi pandemi Covid-19 seharusnya ada akal sehat dan nurani yang perlu dikedepankan. Itu sebabnya, sebaiknya menolak karena bisa pembayarannya dobel," ucapnya.

Peneliti Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai, pembelian mobil dinas bagi para pimpinan, Dewan Pengawas, dan pejabat eselon I KPK sangat tidak etis. Saat ini, masyarakat Indonesia sedang dihadapkan pada pandemi Covid-19 sehingga menyulitkan ekonomi masyarakat. Saat pandemi berlangsung banyak terjadi pemotongan atau realokasi anggaran. Pengadaan mobil dinas menunjukkan para pimpinan KPK tidak peka dengan kesulitan yang dihadapi masyarakat Indonesia.

Kurnia mengungkapkan, KPK seharusnya menghentikan pengadaan atau pembelian mobil dinas, bukannya KPK malah menyampaikan akan meninjau ulang. Berikutnya, ICW pun mendorong agar Dewan Pengawas KPK segera memanggil lima pimpinan KPK ihwal fasilitas mobil dinas.

Menurut dia, Dewan Pengawas perlu mendalami dan meminta keterangan dari lima pimpinan, siapa sebenarnya yang menginisiasi penambahan mobil dinas bagi para pejabat KPK dalam rancangan usulan anggaran KPK.

"Dewan pengawas dapat mendalami, terutama terkait siapa yang menginisiasi untuk menambah fasilitas pimpinan dan pejabat struktural KPK? Apakah kesepakatan ini dihasilkan secara kolektif atau hanya beberapa orang pimpinan?," ujar Kurnia melalui siaran pers. (Baca juga: Wacana Kominfo Blokir Medsos Dinilai Rawan Berangus Pendapat Publik)

Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menyatakan, pihaknya tidak pernah mengusulkan pengadaan mobil dinas bagi Dewan Pengawas. Dewas tidak mengetahui usulan pengadaan mobil dinas berasal dari mana. Hakikatnya ujar Tumpak, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Penghasilan Dewas, Dewas sudah diberikan tunjangan transportasi.

Menurut dia, tunjangan tersebut sudah cukup bagi Dewas. "Kalaupun benar (ada usulan pengadaan mobil dinas bagi Dewas), kami Dewas punya sikap menolak pemberian mobil dinas. Begitu sikap kami," ujar Tumpak melalui keterangan tertulis.

Penolakan terhadap mobil dinas, menurut Tumpak bukan kali ini saja. Tumpak kemudian menceritakan pengamalannya sebagai pimpinan pertama KPK atau Wakil Ketua KPK periode 2003-2007. Saat itu ada usulan pengadaan mobil dinas bagi para pimpinan. Tumpak bersama pimpinan lain langsung menolak. Penolakan serupa uga dilakukan para pimpinan periode setelahnya.

"Kalau tanya pengalaman saya dulu, waktu pimpinan KPK jilid pertama, kami juga menolak pemberian mobil dinas. Saya lihat pimpinan-pimpinan setelahnya juga sama. Jadi kalaulah itu benar (pengadaan mobil dinas), baru kali inilah pimpinan diberi mobil dinas," ungkapnya. (Baca juga: Azerbaijan Tembak Jatuh Lagi Satu Drone Armenia)

Anggota Komisi III dari Fraksi PDIP Trimedya Panjaitan menyatakan, hal yang harus diingat adalah usulan anggaran pengadaan mobil dinas untuk tahun anggaran 2021 bukan hanya untuk para pimpinan, Dewas, dan para pejabat eselon I, tapi juga untuk beberapa pejabat. Menurut dia, pengadaan tersebut merupakan hal yang wajar.

Trimedya menggariskan, usulan pengadaan mobil dinas bagi para pejabat itu bukan usulan dari Komisi III dan tidak datang tiba-tiba. Usulan tersebut merupakan usulan resmi dari KPK secara kelembagaan.

"Pengadaan mobil dinas itu bukan usulan DPR, tapi usulan KPK. Saat pembahasan di raker Komisi III atau dibahas di Banggar kan juga tidak sampai satuan tiga. Karena DPR kan tidak boleh sampai satuan tiga. Jadi, Komisi III tidak tahu mobil dinas itu jenisnya apa, tapi untuk kendaraan dinas dan nilai anggarannya ada. Sebelumnya, usulan semua anggaran KPK itu lebih dulu disampaikan ke pemerintah," ujar Trimedya saat dihubungi KORAN SINDO. (Baca juga: Remdesevir Enggak Mempan untuk Pasien Covid-19, Ini Buktinya!)

Sekretaris Jenderal KPK Cahya Hardianto Harefa menyatakan, ada lima hal yang ingin disampaikan KPK terkait dengan perkembangan pembahasan anggaran tahun anggaran 2021 untuk pengadaan mobil dinas jabatan di lingkungan KPK. Pertama, usulan anggaran TA 2021 untuk pengadaan mobil dinas bagi pimpinan, Dewas, dan pejabat struktural di lingkungan KPK dilakukan dengan tujuan untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi pimpinan, Dewas, dan pejabat struktural KPK dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 150/PMK.06/2014 tentang Perencanaan Kebutuhan barang Milik Negara.

Kedua, proses pengajuan anggaran pengadaan mobil dinas itu telah melalui mekanisme sejak reviu angka dasar yang meliputi reviu tahun sebelumnya dan kebutuhan dasar belanja operasional. Ketiga, lanjut Cahya, untuk spesifikasi kendaraan yang diajukan beserta harga satuannya, usulan yang disampaikan telah mengacu pada standar biaya pemerintah serta berpedoman pada standar barang standar kebutuhan (SBSK) yang telah ditetapkan pemerintah. Keempat, selama ini pimpinan, Dewas, pejabat struktural maupun seluruh pegawai KPK tidak memiliki kendaraan dinas. Khusus pimpinan dan Dewas KPK, memang ada tunjangan transportasi yang telah dikompensasikan dan termasuk dalam komponen gaji.

Cahya membeberkan, jika kendaraan dinas nantinya dimungkinkan pada 2021 untuk diberikan kepada pimpinan dan Dewas KPK, maka tentu tunjangan transportasi yang selama ini diterima dipastikan tidak akan diterima lagi sehingga tidak berlaku ganda. Terakhir, tutur Cahya, KPK sungguh-sungguh mendengar segala masukan masyarakat atas pengadaan mobil dinas tersebut. KPK secara kelembagaan mengucapkan kasih atas masukan dari segenap masyarakat. (Lihat videonya: Diduga Depresi, Anggota Polisi Tewas Tembak Dada Sendiri)

"Karenanya kami memutuskan untuk meninjau kembali proses pembahasan anggaran untuk pengadaan mobil dinas jabatan tersebut dan saat ini kami sedang melakukan reviu untuk memastikan kesesuaian dengan peraturan yang berlaku. KPK memastikan akan tetap bekerja semaksimal mungkin melakukan pemberantasan korupsi bersama masyarakat," ucapnya. (Sabir Laluhu)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2368 seconds (0.1#10.140)