RUU Kejaksaan Terkait Keadilan Restoratif Harus Diapresiasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pakar Hukum dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Kejaksaan terkait keadilan restoratif (restorative justice) harus diapresiasi.
(Baca juga: Jaringan 4G di Bulan Siap Dibangun oleh NASA dan Nokia)
Sebab, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengungkapkan 100 lebih kasus pidana ringan diselesaikan secara restoratif atau jalan damai dengan mengedepankan sisi kemanusiaan.
(Baca juga: Pemerintah Tegaskan Vaksin Covid-19 Gratis untuk Rakyat Miskin)
Adapun kasus-kasus itu terjadi di seluruh wilayah kejaksaan di Indonesia. Suparji mengakui bahwa kasus-kasus yang kerugiannya kecil cukup diselesaikan secara keadilan restoratif atau jalan damai.
"RUU Kejaksaan harus menjadi momen untuk mengatur restoratif justice," kata Suparji dalam Webinar Aliansi Publik Indonesia (API) bertajuk RUU Kejaksaan Tonggak Restorative Justice di Indonesia, Rabu (21/10/2020).
Dia menilai ada pergeseran paradigma penegakan hukum dari keadilan retributif (pembalasan) menjadi keadilan restoratif. Hal tersebut tergambar dengan munculnya peraturan perundang-undangan yang mengedepankan paradigma tersebut.
Dirinya kemudian memberikan contoh UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, UU Pencucian Uang yang terakhir diubah melalui UU Nomor 8 Tahun 2010 yang mana Kejaksaan diberikan peran untuk menggunakan dan mengedepankan Keadilan Restoratif.
Maka itu, dirinya berharap jaksa terus mengedepankan langkah restoratif. Karena, pidana merupakan langkah terakhir. "Pidana itu sifatnya ultimum remidium. Jadi selama bisa ditempuh dengan restoratif, maka langkah itu harus diambil," pungkasnya.
Sementara itu, Dosen Hukum dari Universitas Pancasila, Hasbullah berpendapat bahwa pendekatan keadilan restoratif saat ini menjadi salah satu tujuan pemidanaan yang efektif untuk menyelesaikan permasalahan pidana. Karena orientasi keadilan restoratif itu memecahkan masalah konflik antara para pihak dan memulihkan perdamaian di masyarakat.
(Baca juga: Jaringan 4G di Bulan Siap Dibangun oleh NASA dan Nokia)
Sebab, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengungkapkan 100 lebih kasus pidana ringan diselesaikan secara restoratif atau jalan damai dengan mengedepankan sisi kemanusiaan.
(Baca juga: Pemerintah Tegaskan Vaksin Covid-19 Gratis untuk Rakyat Miskin)
Adapun kasus-kasus itu terjadi di seluruh wilayah kejaksaan di Indonesia. Suparji mengakui bahwa kasus-kasus yang kerugiannya kecil cukup diselesaikan secara keadilan restoratif atau jalan damai.
"RUU Kejaksaan harus menjadi momen untuk mengatur restoratif justice," kata Suparji dalam Webinar Aliansi Publik Indonesia (API) bertajuk RUU Kejaksaan Tonggak Restorative Justice di Indonesia, Rabu (21/10/2020).
Dia menilai ada pergeseran paradigma penegakan hukum dari keadilan retributif (pembalasan) menjadi keadilan restoratif. Hal tersebut tergambar dengan munculnya peraturan perundang-undangan yang mengedepankan paradigma tersebut.
Dirinya kemudian memberikan contoh UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, UU Pencucian Uang yang terakhir diubah melalui UU Nomor 8 Tahun 2010 yang mana Kejaksaan diberikan peran untuk menggunakan dan mengedepankan Keadilan Restoratif.
Maka itu, dirinya berharap jaksa terus mengedepankan langkah restoratif. Karena, pidana merupakan langkah terakhir. "Pidana itu sifatnya ultimum remidium. Jadi selama bisa ditempuh dengan restoratif, maka langkah itu harus diambil," pungkasnya.
Sementara itu, Dosen Hukum dari Universitas Pancasila, Hasbullah berpendapat bahwa pendekatan keadilan restoratif saat ini menjadi salah satu tujuan pemidanaan yang efektif untuk menyelesaikan permasalahan pidana. Karena orientasi keadilan restoratif itu memecahkan masalah konflik antara para pihak dan memulihkan perdamaian di masyarakat.