KPK Endus Potensi Korupsi Dalam Pilkada Serentak 2020
loading...
A
A
A
“Kami menegaskan tolak politik uang dalam setiap sesi pendidikan pemilih oleh KPU. Kami juga mendorong peserta pilkada menandatangani pakta integritas. Di samping itu, KPU telah mengembangkan aplikasi Sistem Informasi Dana Kampanye (Sidakam), di mana salah satu tujuannya adalah mendorong keterbukaan peserta pilkada terhadap aliran dana kampanye mereka,” tutur Ilham.
Selanjutnya, Ketua Bawaslu pusat, Abhan, mengemukakan bahwa kualitas dan integritas pemilihan di tingkat daerah merupakan salah satu indikator kesuksesan demokrasi. Penyelenggaraan pilkada berintegritas merupakan syarat mutlak terwujudnya pilkada berkualitas. Politik uang, katanya, merupakan pelecehan terhadap kecerdasan pemilih, yang merusak tatanan demokrasi dan meruntuhkan harkat dan martabat kemanusiaan.
“Dampak politik uang adalah mematikan kaderisasi politik, kepemimpinan tidak berkualitas, merusak proses demokrasi, pembodohan rakyat, biaya politik mahal yang memunculkan politik transaksional, dan korupsi dimana anggaran pembangunan dirampok untuk mengembalikan hutang ke para cukong,” tandas Abhan.
Terakhir, pembekalan disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian. Ia mengutarakan bahwa kesuksesan pilkada merupakan orkestrasi dari sejumlah elemen, baik pemerintah pusat dan daerah, penyelenggara pemilu, pengawas pemilu, dan masyarakat. Dari sisi anggaran, misalnya, Tito mengatakan pemerintah pusat telah menganggarkan dana dari APBN, dan telah pula ditransfer ke daerah yang akan menyelenggarakan pilkada.
“Berdasarkan data per Oktober 2020, realisasi APBN 2020 untuk penyelenggaraan pilkada telah mencapai 98,04 persen. Anggaran APBN 2020 untuk pilkada adalah sebesar Rp15,19 triliun, dengan realisasi serapan sebanyak Rp14,89 triliun. Jadi, anggaran yang belum ditransfer adalah Rp297,87 miliar,” ujar Tito.
Selain itu, Tito berpesan bahwa jangan sampai pesta demokrasi pilkada menjadi pesta transaksional untuk kemenangan pasangan calon tertentu. Lebih dari itu, sebut Tito, jangan sampai ada kampanye hitam yang menyebarkan informasi bohong atau hoax. Bila ini terjadi, dirinya tak akan segan-segan melaporkan ke polisi untuk memidanakannya sebagai pidana kebohongan publik.
Selanjutnya, Ketua Bawaslu pusat, Abhan, mengemukakan bahwa kualitas dan integritas pemilihan di tingkat daerah merupakan salah satu indikator kesuksesan demokrasi. Penyelenggaraan pilkada berintegritas merupakan syarat mutlak terwujudnya pilkada berkualitas. Politik uang, katanya, merupakan pelecehan terhadap kecerdasan pemilih, yang merusak tatanan demokrasi dan meruntuhkan harkat dan martabat kemanusiaan.
“Dampak politik uang adalah mematikan kaderisasi politik, kepemimpinan tidak berkualitas, merusak proses demokrasi, pembodohan rakyat, biaya politik mahal yang memunculkan politik transaksional, dan korupsi dimana anggaran pembangunan dirampok untuk mengembalikan hutang ke para cukong,” tandas Abhan.
Terakhir, pembekalan disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian. Ia mengutarakan bahwa kesuksesan pilkada merupakan orkestrasi dari sejumlah elemen, baik pemerintah pusat dan daerah, penyelenggara pemilu, pengawas pemilu, dan masyarakat. Dari sisi anggaran, misalnya, Tito mengatakan pemerintah pusat telah menganggarkan dana dari APBN, dan telah pula ditransfer ke daerah yang akan menyelenggarakan pilkada.
“Berdasarkan data per Oktober 2020, realisasi APBN 2020 untuk penyelenggaraan pilkada telah mencapai 98,04 persen. Anggaran APBN 2020 untuk pilkada adalah sebesar Rp15,19 triliun, dengan realisasi serapan sebanyak Rp14,89 triliun. Jadi, anggaran yang belum ditransfer adalah Rp297,87 miliar,” ujar Tito.
Selain itu, Tito berpesan bahwa jangan sampai pesta demokrasi pilkada menjadi pesta transaksional untuk kemenangan pasangan calon tertentu. Lebih dari itu, sebut Tito, jangan sampai ada kampanye hitam yang menyebarkan informasi bohong atau hoax. Bila ini terjadi, dirinya tak akan segan-segan melaporkan ke polisi untuk memidanakannya sebagai pidana kebohongan publik.
(thm)