Hak Politik Kelompok Disabilitas dan Minoritas Harus Diperhatikan dalam Pilkada 2020
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM ) memperhatikan diskusi dan polemik pelaksanaan pemilihan kepala daerah ( pilkada) serentak tahun 2020. Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Komisi Pemilihan Umum ( KPU ) keukeuh melanjutkan meskipun diprotes penggiat pemilu dan ormas, seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik mengatakan pilkada ini telah menjadi agenda nasional dan daerah harus melakukan pergantian pemimpin. Namun, di saat bersamaan ada ancaman penyebaran virus Sars Cov-II yang mengancam nyawa penyelenggara, pengawas, peserta pilkada, dan masyarakat sebagai pemilih. (Baca juga: Paslon di Pilkada Pali Ini Goyang Tik Tok untuk Menyasar Pemilih Millenial)
“Pilihan itu (melanjutkan) harus dicermati dengan hati-hati di protokol kesehatan sehingga kekhawatiran dari berbagai pihak, termasuk yang tidak mendukung (tidak terjadi). Ini tugas bersama bukan hanya petugas dan pengawas saja, tetapi masyarakat juga memastikan protokol kesehatan berjalan dengan baik,” ujarnya dalam diskusi daring dengan tema “Pilkada Serentak 2020 dalam Perspektif HAM”, Selasa (20/10/2020).
Ahmad Taufan meminta masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan agar tidak terpapar COVID-19. Komnas HAM dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) mempunyai kepedulian terhadap pelaksanaan pemilihan umum (pemilu), terutama hak memilih dan dipilih.
Dia menerangkan pihaknya sangat memperhatikan hak-hak politik kelompok disabilitas dan minoritas. Dalam keadaan normal saja, mereka sulit mengakses hak politiknya. Saat pandemi COVID-19 diprediksi menambah kesulitan mereka.
Komnas HAM akan mengirim tim ke berbagai daerah untuk memantau pelaksanaan pilkada. Komnas HAM akan bekerja sama dengan KPU dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) agar hak-hak politik kelompok disabilitas dan minoritas terpenuhi. (Baca juga: Kampanye Pilkada Langgar Protokol Covid-19, DPR: Bubarkan!)
“Komnas dalam pemantauan pemilu yang dilakukan secara periodik baik pilkada maupun pilpres, kami mencermati kemungkinan adanya ujaran kebencian dan penyebaran hoaks yang mengurangi hakikat demokrasi,” pungkasnya.
Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik mengatakan pilkada ini telah menjadi agenda nasional dan daerah harus melakukan pergantian pemimpin. Namun, di saat bersamaan ada ancaman penyebaran virus Sars Cov-II yang mengancam nyawa penyelenggara, pengawas, peserta pilkada, dan masyarakat sebagai pemilih. (Baca juga: Paslon di Pilkada Pali Ini Goyang Tik Tok untuk Menyasar Pemilih Millenial)
“Pilihan itu (melanjutkan) harus dicermati dengan hati-hati di protokol kesehatan sehingga kekhawatiran dari berbagai pihak, termasuk yang tidak mendukung (tidak terjadi). Ini tugas bersama bukan hanya petugas dan pengawas saja, tetapi masyarakat juga memastikan protokol kesehatan berjalan dengan baik,” ujarnya dalam diskusi daring dengan tema “Pilkada Serentak 2020 dalam Perspektif HAM”, Selasa (20/10/2020).
Ahmad Taufan meminta masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan agar tidak terpapar COVID-19. Komnas HAM dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) mempunyai kepedulian terhadap pelaksanaan pemilihan umum (pemilu), terutama hak memilih dan dipilih.
Dia menerangkan pihaknya sangat memperhatikan hak-hak politik kelompok disabilitas dan minoritas. Dalam keadaan normal saja, mereka sulit mengakses hak politiknya. Saat pandemi COVID-19 diprediksi menambah kesulitan mereka.
Komnas HAM akan mengirim tim ke berbagai daerah untuk memantau pelaksanaan pilkada. Komnas HAM akan bekerja sama dengan KPU dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) agar hak-hak politik kelompok disabilitas dan minoritas terpenuhi. (Baca juga: Kampanye Pilkada Langgar Protokol Covid-19, DPR: Bubarkan!)
“Komnas dalam pemantauan pemilu yang dilakukan secara periodik baik pilkada maupun pilpres, kami mencermati kemungkinan adanya ujaran kebencian dan penyebaran hoaks yang mengurangi hakikat demokrasi,” pungkasnya.
(kri)