Uji Kehalalan Vaksin COVID-19 Ada di Tangan Dua Lembaga Ini
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kehalalan sebuah produk sangat penting di Indonesia yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam. Karena itu, pengadaan vaksin COVID-19 yang kini sedang diupayakan pemerintah juga diperhatikan dari segi kehalalannya.
"Kita belajar dari beberapa pengalaman sebelumnya untuk banyak hal, pernah ada kasus-kasus yang satu produk yang dinyatakan tidak halal begitu, ternyata memberikan dampak yang sangat besar di masyarakat, karena kemudian masyarakat tidak mau menggunakannya. Termasuk juga masalah kesehatan termasuk vaksin," kata Wakil Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muti Arintawati secara virtual dalam Update Kesiapan Vaksin COVID-19 di Indonesia yang diselenggarakan Kemenkes, Senin (19/10/2020).
Muti juga mengatakan bahwa sejak awal pihaknya telah diminta pemerintah untuk terlibat dalam pembuatan dan penggunaan vaksin COVID-19 di Indonesia. "Kami sudah sejak awal itu diajak oleh pemerintah untuk ikut terlibat dalam persiapan penggunaan vaksin di Indonesia. Dan juga dalam tim vaksin Merah Putih kami juga terlibat di situ," katanya. ( )
"Mudah-mudahan dari awal hal ini sudah menjadi satu hal yang dipertimbangkan. Sehingga vaksin nanti ke depannya yang vaksin asli Indonesia sudah bisa dipastikan kehalalannya," katanya.
Muti mengatakan bahwa uji kehalalan suatu produk, terutama vaksin COVID-19 ada di dua lembaga yakni Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI dan Komisi Fatwa MUI.
"Ada lembaga yang pertama dalam lembaga pengkajian pangan dan obat-obatan dan kosmetika Majelis Ulama Indonesia atau LPPOM MUI. Dan badan yang kedua adalah komisi Fatwa MUI. Nah, badan ini mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berbeda," ungkap Muti. ( )
Pertama, jelas Muti, untuk LPPOM MUI mempunyai tanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan terhadap bahan, terhadap proses, terhadap fasilitas, terhadap jaminan kehalalan dari satu produk. "Kemudian hasilnya akan kami sampaikan kepada Komisi Fatwa untuk ditentukan atau atau ditetapkan kehalalannya," katanya.
"Kita belajar dari beberapa pengalaman sebelumnya untuk banyak hal, pernah ada kasus-kasus yang satu produk yang dinyatakan tidak halal begitu, ternyata memberikan dampak yang sangat besar di masyarakat, karena kemudian masyarakat tidak mau menggunakannya. Termasuk juga masalah kesehatan termasuk vaksin," kata Wakil Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muti Arintawati secara virtual dalam Update Kesiapan Vaksin COVID-19 di Indonesia yang diselenggarakan Kemenkes, Senin (19/10/2020).
Muti juga mengatakan bahwa sejak awal pihaknya telah diminta pemerintah untuk terlibat dalam pembuatan dan penggunaan vaksin COVID-19 di Indonesia. "Kami sudah sejak awal itu diajak oleh pemerintah untuk ikut terlibat dalam persiapan penggunaan vaksin di Indonesia. Dan juga dalam tim vaksin Merah Putih kami juga terlibat di situ," katanya. ( )
"Mudah-mudahan dari awal hal ini sudah menjadi satu hal yang dipertimbangkan. Sehingga vaksin nanti ke depannya yang vaksin asli Indonesia sudah bisa dipastikan kehalalannya," katanya.
Muti mengatakan bahwa uji kehalalan suatu produk, terutama vaksin COVID-19 ada di dua lembaga yakni Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI dan Komisi Fatwa MUI.
"Ada lembaga yang pertama dalam lembaga pengkajian pangan dan obat-obatan dan kosmetika Majelis Ulama Indonesia atau LPPOM MUI. Dan badan yang kedua adalah komisi Fatwa MUI. Nah, badan ini mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berbeda," ungkap Muti. ( )
Pertama, jelas Muti, untuk LPPOM MUI mempunyai tanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan terhadap bahan, terhadap proses, terhadap fasilitas, terhadap jaminan kehalalan dari satu produk. "Kemudian hasilnya akan kami sampaikan kepada Komisi Fatwa untuk ditentukan atau atau ditetapkan kehalalannya," katanya.
(abd)