Menjemput Pangan Berkeadilan dan Lestari

Senin, 19 Oktober 2020 - 06:36 WIB
loading...
A A A
Rencana merevitalisasi 30.000 ha lahan gambut dan mineral di Kalimantan Tengah pada 2020, 118.000 ha di tahun berikut dengan skema nonmiliter, perlu merujuk pembelajaran dari sebelumnya agar tak salah melangkah. Hemat penulis, setidaknya ada tiga langkah yang dapat ditempuh. Pertama , melakukan survei detail topografi lahan. Hal ini akan berkorelasi dengan sistem irigasi lahan. Bagaimana mungkin mengharapkan lahan yang berada di tengah mendapatkan air dengan perbedaan elevasi signifikan dari sumber air? Bila lahan tersebut dirancang untuk tanaman padi, maka kondisi air harus oksidatif sehingga dapat menunjang laju potensial pertumbuhan tanaman padi. Pemetaan detail topografi lahan wajib dilakukan secara serius.

Kedua, melakukan studi Life Cycle Assessment (LCA). Studi LCA merupakan metode untuk mengevaluasi input, output, dan potensi dampak lingkungan pada daur hidup suatu sistem produk pagan. Metode ini teruji karena keampuhannya menganalisis seberapa besar dampak lingkungan yang timbul dari proses persiapan lahan dan bentuk rekomendasi pengolahan lahan yang relatif sustainable. Dengan studi LCA, aspek kualitas dan keamanan pangan kita yang belum memuaskan dapat teratasi karena turut menganalisis dampak terhadap manusia (human toxicity). Di samping itu, lewat studi LCA dalam pengembangan food estate, Indonesia telah berperan mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 12, yaitu konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab.

Ketiga, social safe guard yang mengakui hak ulayat. Ketidakjelasan status pelepasan tanah adat untuk peruntukan program food estate di masa lalu mempertebal penderitaan petani transmigran karena persinggungan kepentingan dan persitegangan dengan penduduk lokal tak terelakkan. Masalah serupa jangan sampai direplikasi.

Selanjutnya, meminjam pernyataan Proudhon, seorang ekonom berkebangsaan Prancis, bahwa "slavery is murder ". Perbudakan gaya baru mutlak ditentang dalam menjalankan program food estate. Tiga hal tersebut penting untuk diinternalisasikan ke kerangka pengelolaan lingkungan hidup dan sosial (environmental and social management framework) dalam merangkai fragmen yang terpencar menjadi sebuah penuntun dalam menjemput food estate berkeadilan dan lestari.

Sudah semestinya eksistensi food estate membawa sukaria bagi petani kita yang selama ini menjadi penyangga sistem pangan, juga pahlawan bagi kemanusiaan. Jangan sampai kemuraman kolosal menghampiri petani, masyarakat sekitar, serta stakeholders terkait sebagaimana terjadi pada era sebelumnya. Alih-alih berkontribusi menjadi cadangan lumbung pangan nasional, food estate akan menguap sebagai fantasi dari harapan semu bilamana proses penyiapan, pengolahan lahan, aspek pembangunan manusia yang semua berlandaskan keadilan dan kelestarian tidak sungguh-sungguh dijalankan.

(bmm)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2293 seconds (0.1#10.140)