Syahganda dan Jumhur Cs Disarankan Ajukan Praperadilan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah tokoh Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) seperti Syahganda Nainggolan , Jumhur Hidayat dan Anton Permana disarankan untuk mengajukan praperadilan.
(Baca juga: UU Cipta Kerja Bukan Untungkan Pengusaha Menurut Penegasan Kadin)
Pakar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad mengungkapkan, ada tiga objek praperadilan yang bisa diuji, yakni penangkapan, penetapan tersangka dan penahanan.
(Baca juga: Tolak UU Cipta Kerja, Ribuan Buruh Geruduk DPRD Jombang)
"Kalau memang ada unsur-unsur yang bertentangan dengan hukum dan HAM maka itu bisa diuji melalui praperadilan, di situ lah nanti akan diketahui apakah benar atau tidak, harus diborgol atau kemudian harus pakai seragam," ujar Suparji Ahmad kepada SINDOnews, Sabtu (17/10/2020).
Karena kata dia, prinsipnya tidak boleh ada diskriminasi alias perlakuan yang berbeda. "Bahwa proses itu kan harus ada bukti permulaan," tuturnya.
Dia mengatakan, penangkapan ataupun penahanan tidak boleh dilakukan dengan sewenang-wenang. Kata dia, harus ada aturan dan prosedur yang mendasari penangkapan dan penahanan itu.
"Sebetulnya, seragam atau borgol itu kan kadang-kadang tidak ada standar yang jelas, karena tidak semua diborgol, tidak semua pakai seragam," ungkapnya.
Maka itu menurut dia, keberatan perlu disampaikan. Dia melanjutkan, penyidik ataupun petugas yang menangani harus bertanggungjawab jika melakukan kesalahan.
"Yang jelas pemborgolan atau semacam model pengekangan itu dikhawatirkan akan melarikan diri, kalau kemudian bisa dipastikan dia tidak akan melarikan diri, untuk apa?" katanya.
"Saya kira secara keseluruhan, bagi para lawyer aktivis KAMI itu kalau melihat ada prosedur yang tidak benar, ada hukum formil yang tidak benar, lebih baik mungkin melalui forum praperadilan," tambah Suparji.
Dia melanjutkan, praperadilan yang akan menilai apakah penangkapan, penahanan ataupun penetapan tersangka itu memenuhi syarat formil atau tidak. "Di situ akan diuji. Karena mosi tidak percaya, melayangkan keberatan itu bukan jalur hukum," pungkasnya.
Sekadar diketahui, Mabes Polri mempertontonkan sejumlah aktivis serta tokoh KAMI seperti Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat dengan tangan diborgol pada acara konferensi pers Kamis 15 Oktober 2020. Selain tangan diborgol, sejumlah tokoh itu menggunakan baju tahanan berwarna oranye.
Lihat Juga: Turnamen Golf HUT ke-65 Pepabri Berlangsung Meriah, Agum Gumelar: Ajang Silaturahmi TNI-Polri
(Baca juga: UU Cipta Kerja Bukan Untungkan Pengusaha Menurut Penegasan Kadin)
Pakar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad mengungkapkan, ada tiga objek praperadilan yang bisa diuji, yakni penangkapan, penetapan tersangka dan penahanan.
(Baca juga: Tolak UU Cipta Kerja, Ribuan Buruh Geruduk DPRD Jombang)
"Kalau memang ada unsur-unsur yang bertentangan dengan hukum dan HAM maka itu bisa diuji melalui praperadilan, di situ lah nanti akan diketahui apakah benar atau tidak, harus diborgol atau kemudian harus pakai seragam," ujar Suparji Ahmad kepada SINDOnews, Sabtu (17/10/2020).
Karena kata dia, prinsipnya tidak boleh ada diskriminasi alias perlakuan yang berbeda. "Bahwa proses itu kan harus ada bukti permulaan," tuturnya.
Dia mengatakan, penangkapan ataupun penahanan tidak boleh dilakukan dengan sewenang-wenang. Kata dia, harus ada aturan dan prosedur yang mendasari penangkapan dan penahanan itu.
"Sebetulnya, seragam atau borgol itu kan kadang-kadang tidak ada standar yang jelas, karena tidak semua diborgol, tidak semua pakai seragam," ungkapnya.
Maka itu menurut dia, keberatan perlu disampaikan. Dia melanjutkan, penyidik ataupun petugas yang menangani harus bertanggungjawab jika melakukan kesalahan.
"Yang jelas pemborgolan atau semacam model pengekangan itu dikhawatirkan akan melarikan diri, kalau kemudian bisa dipastikan dia tidak akan melarikan diri, untuk apa?" katanya.
"Saya kira secara keseluruhan, bagi para lawyer aktivis KAMI itu kalau melihat ada prosedur yang tidak benar, ada hukum formil yang tidak benar, lebih baik mungkin melalui forum praperadilan," tambah Suparji.
Dia melanjutkan, praperadilan yang akan menilai apakah penangkapan, penahanan ataupun penetapan tersangka itu memenuhi syarat formil atau tidak. "Di situ akan diuji. Karena mosi tidak percaya, melayangkan keberatan itu bukan jalur hukum," pungkasnya.
Sekadar diketahui, Mabes Polri mempertontonkan sejumlah aktivis serta tokoh KAMI seperti Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat dengan tangan diborgol pada acara konferensi pers Kamis 15 Oktober 2020. Selain tangan diborgol, sejumlah tokoh itu menggunakan baju tahanan berwarna oranye.
Lihat Juga: Turnamen Golf HUT ke-65 Pepabri Berlangsung Meriah, Agum Gumelar: Ajang Silaturahmi TNI-Polri
(maf)