Menguak Jalur Tikus Perbatasan RI-Malaysia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jalur tikus di perbatasan negara berpotensi besar menimbulkan kegiatan ilegal. Melalui perbatasan yang tak diawasi, potensi penyelundupan narkotika, barang kimia berbahaya, detonator bom, bom ikan, perdagangan manusia, penyelundupan senjata, hingga aksi terorisme akan mengancam keamanan negara.
Tak hanya itu, lalu lintas barang yang tidak terkontrol otomatis akan mengurangi pendapatan negara dari bea masuk dan bea keluar. Hal itu kemudian menghilangkan biaya yang seharusnya masuk ke kas negara dan menambah anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). (Baca: Hukum Bercakap-cakap Ketika Melkukan Jimak)
Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) bersama Imigrasi dan TNI belum lama ini meninjau langsung 29 titik lintas batas tidak resmi pada garis perbatasan Indonesia – Malaysia di Kabupaten Sambas dan Bengkayang, Provinsi Kalimantan Barat. Tim menelusuri dan mengidentifikasi satu per satu jalur lintas tersebut untuk ditata selanjutnya dilakukan penanganan yang tepat agar tidak menjadi masalah dan ancaman besar di kemudian hari.
Sebaran titik lintas batas tidak resmi itu berada di Kabupaten Sambas, tepatnya di Kecamatan Paloh (Desa Temajuk 2 titik) dan Kecamatan Sajingan Besar (Desa Sei Bening 1 titik, dan Desa Sebunga 2 titik). Sementara di Kabupaten Bengkayang berada pada Kecamatan Jagoi Babang (Desa Pareh 2 titik dan Desa Semunying 7 titik, Desa Semunying Jaya 1 titik, Desa Sekida 4 titik, Desa Jagoi Babang 6 titik, dan Desa Siding 4 titik).
Seperti diketahui, perbatasan darat RI–Malaysia di Kalimantan Barat dengan Sarawak Malaysia berada di lima kabupaten, yakni Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang, dan Kapuas Hulu dengan panjang garis batas 966 kilometer, melintasi 98 desa dan 14 kecamatan. Sepanjang garis batas darat tersebut, kedua negara sudah menyepakati titik perlintasan resmi terdiri atas 12 titik gerbang berupa pos lintas batas (PLB) tradisional dan tiga titik gerbang berupa pos lintas batas negara (PLBN).
PLB tradisional dikelola Direktorat Jenderal Imigrasi dan Kementerian Hukum dan HAM RI dengan pelayanan yang diberikan untuk perlintasan orang sesuai border cross agreement, menggunakan pas lintas batas. Sementara tiga PLBN dikelola oleh BNPP sebagai pintu gerbang atau beranda negara untuk melayani perlintasan orang dan barang dengan dokumen perjalanan yang berlaku berupa paspor dan pas lintas batas. (Baca juga: Kenali Bahaya Virus Rotavirus yang Bisa Mematikan)
“Berdasarkan data Satgas Pengamanan Perbatasan (Pamtas) TNI ke-29, titik lintas batas tidak resmi itu tersebar di 9 desa dan 3 kecamatan di Kabupaten Sambas dan Bengkayang,” ujar Deputi Bidang Pengelolaan Batas Wilayah Negara BNPP Robert Simbolon.
Menurut dia, BNPP akan menambahkan PLBN sebagai upaya menertibkan lalu lintas orang dan barang. Jika tidak, lalu lintas perbatasan tidak akan terkontrol sehingga menimbulkan lalu lintas orang maupun barang secara ilegal. Robert mencontohkan dengan adanya jalur tikus itu menimbulkan berbagai kegiatan ilegal mulai dari perlintasan orang, sembako, hingga hal-hal yang berbahaya. “Melalui perbatasan yang tak diawasi, potensi penyelundupan akan mengancam keamanan negara,” ungkapnya.
Tim survei juga mendata kebutuhan mendesak salah satu desa yang berada di ujung Kabupaten Sambas, yakni Desa Temajuk. Menurut Robert, Desa Temajuk yang berbatasan dengan wilayah negara Malaysia mempunyai beberapa kebutuhan mendesak antara lain penguatan signal karena meskipun di Desa Temajuk sudah menggunakan sistem 4G, itu tidak fungsional karena tidak adanya bandwidth.
“Listrik masih menggunakan genset/diesel, tapi hanya mampu melayani 12 jam sehari. Lalu, jalan lingkungan dan jalan akses ke Titik Nol sangat mendesak untuk dibangun, sementara ini masih menggunakan jalan tanah atau jalan batu," tandasnya. (Baca juga: Petinggi KAMI Ditangkap, Ini Tanggapan Din Syamsuddin)
Robert menyampaikan dirinya telah bertemu dengan Danpos Pamtas yang bertugas di wilayah Temajuk. Dalam kesempatan tersebut, Danpos Pamtas menyampaikan bahwa Satgas Pamtas membutuhkan kendaraan operasional. "Pos Pamtas sangat membutuhkan sarana mobilitas berupa kendaraan operasional roda dua dan roda empat," ujarnya.
Selain itu, BNPP juga akan menyiapkan rekomendasi desain sistem tata kelola perbatasan negara ke pemerintah. Untuk keperluan tersebut, BNPP menggandeng sejumlah instansi seperti Imigrasi, Mabes TNI, Kodam XII/Tanjungpura, Satgas Pamtas, pemerintah kabupaten hingga desa melakukan survei identifikasi jalur atau titik lintasan yang berstatus non PLB dan non PLBN di Desa Temajuk.
"Di hasil akhir pelaksanaan survei identifikasi ini kita ingin memiliki bahan yang memadai dalam rangka merumuskan rekomendasi kebijakan kepada pimpinan nasional bagaimana desain atau sistem tata kelola perbatasan negara kita, khususnya sistem tata kelola lintas batas negara yang semakin efektif, yang semakin mampu menjamin tertib aktivitas lintas batas negara," ujarnya. (Baca juga: Pemimpin Oposisi Ultimatum Presiden Belarusia)
Tenaga Ahli BNPP Mayjen TNI (Purn) Dedy Hadria mengungkapkan dengan dilakukannya survei ini pihaknya ingin melihat kondisi nyata di lapangan jalur-jalur yang tidak resmi ini seperti apa. "Nanti kita evaluasi kenapa itu terjadi, apakah faktor ekonomi, faktor sosial, dan faktor yang lain. Kemudian nanti kita lihat pengamanan yang selama ini dilakukan, apakah kurang personel, kurang alat, atau sistemnya atau pola operasinya yang akan kita evaluasi," ucap mantan Direktur Topografi TNI Angkatan Darat ini.
Tokoh masyarakat Kecamatan Paloh H Hatta Farhat mengatakan, selama ini signal operator seluler sudah menggunakan sistem 4G, tapi tidak fungsional, karena tidak adanya bandwidth di Desa Temajuk. "Karenanya, saya minta operator seluler agar segera menambah bandwidth di Desa Temajuk karena selama ini kita memakai signal telepon seluler milik Malaysia," tandasnya.
Sementara Komandan Pos TNI AL Temajuk Letda Achmad Fatoni mengatakan, saat ini pihaknya masih kekurangan personel untuk menjaga perbatasan laut dan pantai yang berbatasan langsung dengan Malaysia.
"Idealnya, Pos TNI AL Temajuk ini dijaga oleh 12 prajurit TNI AL, namun yang ada sekarang baru ada empat orang personel. Kita selama ini berpatroli di laut menggunakan satu speed boat untuk mengawasi masuknya orang dari perbatasan Malaysia," tandasnya. (Lihat videonya: Sejumlah Aktivis dan Petinggi KAMI Ditangkap Polisi)
Seperti diketahui, Pemerintah Indonesia di bawah Presiden Joko Widodo sejak awal bertekad dan mewujudkan perbatasan negara sebagai wilayah yang maju melalui pembangunan Indonesia dari pinggiran, peningkatan kegiatan ekonomi, pembangunan sarana dan prasarana, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan.
Ada 18 PLBN Terpadu dan Sarana Prasarana Penunjang di Kawasan Perbatasan. Pembangunan 18 PLBN tersebut diharapkan mampu meningkatkan kinerja pelayanan dan keamanan di perbatasan, yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya yang ada di perbatasan. (SM Said)
Tak hanya itu, lalu lintas barang yang tidak terkontrol otomatis akan mengurangi pendapatan negara dari bea masuk dan bea keluar. Hal itu kemudian menghilangkan biaya yang seharusnya masuk ke kas negara dan menambah anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). (Baca: Hukum Bercakap-cakap Ketika Melkukan Jimak)
Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) bersama Imigrasi dan TNI belum lama ini meninjau langsung 29 titik lintas batas tidak resmi pada garis perbatasan Indonesia – Malaysia di Kabupaten Sambas dan Bengkayang, Provinsi Kalimantan Barat. Tim menelusuri dan mengidentifikasi satu per satu jalur lintas tersebut untuk ditata selanjutnya dilakukan penanganan yang tepat agar tidak menjadi masalah dan ancaman besar di kemudian hari.
Sebaran titik lintas batas tidak resmi itu berada di Kabupaten Sambas, tepatnya di Kecamatan Paloh (Desa Temajuk 2 titik) dan Kecamatan Sajingan Besar (Desa Sei Bening 1 titik, dan Desa Sebunga 2 titik). Sementara di Kabupaten Bengkayang berada pada Kecamatan Jagoi Babang (Desa Pareh 2 titik dan Desa Semunying 7 titik, Desa Semunying Jaya 1 titik, Desa Sekida 4 titik, Desa Jagoi Babang 6 titik, dan Desa Siding 4 titik).
Seperti diketahui, perbatasan darat RI–Malaysia di Kalimantan Barat dengan Sarawak Malaysia berada di lima kabupaten, yakni Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang, dan Kapuas Hulu dengan panjang garis batas 966 kilometer, melintasi 98 desa dan 14 kecamatan. Sepanjang garis batas darat tersebut, kedua negara sudah menyepakati titik perlintasan resmi terdiri atas 12 titik gerbang berupa pos lintas batas (PLB) tradisional dan tiga titik gerbang berupa pos lintas batas negara (PLBN).
PLB tradisional dikelola Direktorat Jenderal Imigrasi dan Kementerian Hukum dan HAM RI dengan pelayanan yang diberikan untuk perlintasan orang sesuai border cross agreement, menggunakan pas lintas batas. Sementara tiga PLBN dikelola oleh BNPP sebagai pintu gerbang atau beranda negara untuk melayani perlintasan orang dan barang dengan dokumen perjalanan yang berlaku berupa paspor dan pas lintas batas. (Baca juga: Kenali Bahaya Virus Rotavirus yang Bisa Mematikan)
“Berdasarkan data Satgas Pengamanan Perbatasan (Pamtas) TNI ke-29, titik lintas batas tidak resmi itu tersebar di 9 desa dan 3 kecamatan di Kabupaten Sambas dan Bengkayang,” ujar Deputi Bidang Pengelolaan Batas Wilayah Negara BNPP Robert Simbolon.
Menurut dia, BNPP akan menambahkan PLBN sebagai upaya menertibkan lalu lintas orang dan barang. Jika tidak, lalu lintas perbatasan tidak akan terkontrol sehingga menimbulkan lalu lintas orang maupun barang secara ilegal. Robert mencontohkan dengan adanya jalur tikus itu menimbulkan berbagai kegiatan ilegal mulai dari perlintasan orang, sembako, hingga hal-hal yang berbahaya. “Melalui perbatasan yang tak diawasi, potensi penyelundupan akan mengancam keamanan negara,” ungkapnya.
Tim survei juga mendata kebutuhan mendesak salah satu desa yang berada di ujung Kabupaten Sambas, yakni Desa Temajuk. Menurut Robert, Desa Temajuk yang berbatasan dengan wilayah negara Malaysia mempunyai beberapa kebutuhan mendesak antara lain penguatan signal karena meskipun di Desa Temajuk sudah menggunakan sistem 4G, itu tidak fungsional karena tidak adanya bandwidth.
“Listrik masih menggunakan genset/diesel, tapi hanya mampu melayani 12 jam sehari. Lalu, jalan lingkungan dan jalan akses ke Titik Nol sangat mendesak untuk dibangun, sementara ini masih menggunakan jalan tanah atau jalan batu," tandasnya. (Baca juga: Petinggi KAMI Ditangkap, Ini Tanggapan Din Syamsuddin)
Robert menyampaikan dirinya telah bertemu dengan Danpos Pamtas yang bertugas di wilayah Temajuk. Dalam kesempatan tersebut, Danpos Pamtas menyampaikan bahwa Satgas Pamtas membutuhkan kendaraan operasional. "Pos Pamtas sangat membutuhkan sarana mobilitas berupa kendaraan operasional roda dua dan roda empat," ujarnya.
Selain itu, BNPP juga akan menyiapkan rekomendasi desain sistem tata kelola perbatasan negara ke pemerintah. Untuk keperluan tersebut, BNPP menggandeng sejumlah instansi seperti Imigrasi, Mabes TNI, Kodam XII/Tanjungpura, Satgas Pamtas, pemerintah kabupaten hingga desa melakukan survei identifikasi jalur atau titik lintasan yang berstatus non PLB dan non PLBN di Desa Temajuk.
"Di hasil akhir pelaksanaan survei identifikasi ini kita ingin memiliki bahan yang memadai dalam rangka merumuskan rekomendasi kebijakan kepada pimpinan nasional bagaimana desain atau sistem tata kelola perbatasan negara kita, khususnya sistem tata kelola lintas batas negara yang semakin efektif, yang semakin mampu menjamin tertib aktivitas lintas batas negara," ujarnya. (Baca juga: Pemimpin Oposisi Ultimatum Presiden Belarusia)
Tenaga Ahli BNPP Mayjen TNI (Purn) Dedy Hadria mengungkapkan dengan dilakukannya survei ini pihaknya ingin melihat kondisi nyata di lapangan jalur-jalur yang tidak resmi ini seperti apa. "Nanti kita evaluasi kenapa itu terjadi, apakah faktor ekonomi, faktor sosial, dan faktor yang lain. Kemudian nanti kita lihat pengamanan yang selama ini dilakukan, apakah kurang personel, kurang alat, atau sistemnya atau pola operasinya yang akan kita evaluasi," ucap mantan Direktur Topografi TNI Angkatan Darat ini.
Tokoh masyarakat Kecamatan Paloh H Hatta Farhat mengatakan, selama ini signal operator seluler sudah menggunakan sistem 4G, tapi tidak fungsional, karena tidak adanya bandwidth di Desa Temajuk. "Karenanya, saya minta operator seluler agar segera menambah bandwidth di Desa Temajuk karena selama ini kita memakai signal telepon seluler milik Malaysia," tandasnya.
Sementara Komandan Pos TNI AL Temajuk Letda Achmad Fatoni mengatakan, saat ini pihaknya masih kekurangan personel untuk menjaga perbatasan laut dan pantai yang berbatasan langsung dengan Malaysia.
"Idealnya, Pos TNI AL Temajuk ini dijaga oleh 12 prajurit TNI AL, namun yang ada sekarang baru ada empat orang personel. Kita selama ini berpatroli di laut menggunakan satu speed boat untuk mengawasi masuknya orang dari perbatasan Malaysia," tandasnya. (Lihat videonya: Sejumlah Aktivis dan Petinggi KAMI Ditangkap Polisi)
Seperti diketahui, Pemerintah Indonesia di bawah Presiden Joko Widodo sejak awal bertekad dan mewujudkan perbatasan negara sebagai wilayah yang maju melalui pembangunan Indonesia dari pinggiran, peningkatan kegiatan ekonomi, pembangunan sarana dan prasarana, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan.
Ada 18 PLBN Terpadu dan Sarana Prasarana Penunjang di Kawasan Perbatasan. Pembangunan 18 PLBN tersebut diharapkan mampu meningkatkan kinerja pelayanan dan keamanan di perbatasan, yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya yang ada di perbatasan. (SM Said)
(ysw)