Djoko Tjandra Didakwa Memalsukan Surat, Terancam 5 Tahun Penjara
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra memalsukan surat untuk beberapa hal. JPU menyebut di antaranya surat jalan, surat hasil rapid test hingga surat keterangan kesehatan. Surat-surat palsu itu digunakan sebagai syarat dokumen perjalanan Djoko Tjandra ke Jakarta untuk melakukan upaya peninjauan kembali (PK) atas perkara pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.
"Telah melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak palsu jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian," ujar Jaksa penuntut umum saat membacakan dakwaannya di Pengadilan Negeri Jakarta Timue, Selasa (13/10/2020).
(Baca: Sidang Perdana Kasus Surat Jalan, Hakim Tanya Kesiapan Djoko Tjandra)
Jaksa mengungkapkan pemalsuan surat ini dimulai pada November 2019. Djoko Tjandra yang berstatus buron kasus cessie Bank Bali berkenalan dengan Anita Dewi Kolopaking di kantor Exchange lantai 106, Kuala Lumpur, Malaysia. Djoko Tjandra meminta Anita menjadi kuasa hukumnya dalam upaya pengajuan Peninjauan Kembali (PK) putusan Mahkamah Agung Nomor 12PK/Pid.Sus/2009 tanggal 11 Juni 2009.
"Saat itu saksi Anita Dewi Kolopaking menyetujui, untuk itu dibuatlah surat kuasa khusus tertanggal 19 November 2019," kata jaksa.
Lalu pada, pada bulan April 2020, Anita mendaftarkan PK Djoko Tjandra ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, PK ditolak karena mewajibkan Djoko Tjandra untuk hadir karena keputusan merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 tahun 2012.
"Maka terdakwa Joko Soegiarto Tjandra meminta saksi Anita Dewi A. Kolopaking untuk mengatur segala urusan termasuk mengatur kedatangan dan segala sesuatu di Jakarta dan juga mengatur segala urusan penjemputan dan pengantaran di Indonesia," kata Jaksa.
(Baca: Polri Perpanjang Masa Penahanan Brigjen Prasetijo dan Anita Kolopaking)
Djoko Tjandra pun meminta Anita Kolopaking untuk menghubungi Tommy Sumardi untuk mengatur kedatangan Djoko Tjandra ke Jakarta.
Tommy pun mengenalkan Anita Kolopaking dengan Brigjen Prasetijo Utomo. Prasetijo saat itu, sedang menjabat sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.
"Bahwa terdakwa Joko Soegiarto Tjandra mempercayakan hal tersebut kepada saksi Tommy Sumardi di mana selanjutnya saksi Tommy Sumardi yang sebelumnya sudah kenal dengan saksi Brigjen Prasetijo Utomo memperkenalkan saksi Anita Dewi A Kolopaking dengan saksi Brigjen Prasetijo Utomo," lanjut jaksa.
Anita lalu menyampaikan maksud dan tujuan kliennya Djoko Tjandra yang akan ke Jakarta kepada Brigjen Prasetijo. Selanjutnya, Brigjen Prasetijo mengurus keperluan kedatangan Djoko Tjandra dengan membuat surat jalan, surat keterangan kesehatan, dan surat hasil tes pemeriksaan Covid-19.
(Baca: Sinergi Kejagung-Polri Diharapkan Bikin Kasus Djoko Tjandra Transparan)
Surat-surat itu digunakan untuk Djoko Tjandra masuk ke Indonesia dengan rencana melalui melalui Bandara Supadio di Pontianak dan langsung terbang menuju ke Bandara Halim Perdanakusuma di Jakarta menggunakan pesawat sewaan.
"Bahwa penggunaan surat jalan, surat keterangan pemeriksaan COVID-19, dan surat rekomendasi kesehatan yang tidak benar tersebut merugikan Polri secara immateriil karena hal itu mencederai dan/atau mencoreng nama baik Kepolisian Republik Indonesia secara umum dan Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri serta Pusdokkes Polri pada khususnya, mengingat terdakwa Joko Soegiarto Tjandra adalah terpidana perkara korupsi dan menjadi buronan Kejaksaan Agung sejak tahun 2009, yang mana seolah-olah Polri khususnya Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri telah memfasilitasi perjalanan seperti layaknya perjalanan dinas yang dilakukan oleh orang bukan anggota Polri," kata jaksa.
Atas ulahnya, Djoko Tjandra disangkakan melanggar Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP, Pasal 426 KUHP, dan Pasal 221 KUHP. Dia diancam hukuman lima tahun penjara.
"Telah melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak palsu jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian," ujar Jaksa penuntut umum saat membacakan dakwaannya di Pengadilan Negeri Jakarta Timue, Selasa (13/10/2020).
(Baca: Sidang Perdana Kasus Surat Jalan, Hakim Tanya Kesiapan Djoko Tjandra)
Jaksa mengungkapkan pemalsuan surat ini dimulai pada November 2019. Djoko Tjandra yang berstatus buron kasus cessie Bank Bali berkenalan dengan Anita Dewi Kolopaking di kantor Exchange lantai 106, Kuala Lumpur, Malaysia. Djoko Tjandra meminta Anita menjadi kuasa hukumnya dalam upaya pengajuan Peninjauan Kembali (PK) putusan Mahkamah Agung Nomor 12PK/Pid.Sus/2009 tanggal 11 Juni 2009.
"Saat itu saksi Anita Dewi Kolopaking menyetujui, untuk itu dibuatlah surat kuasa khusus tertanggal 19 November 2019," kata jaksa.
Lalu pada, pada bulan April 2020, Anita mendaftarkan PK Djoko Tjandra ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, PK ditolak karena mewajibkan Djoko Tjandra untuk hadir karena keputusan merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 tahun 2012.
"Maka terdakwa Joko Soegiarto Tjandra meminta saksi Anita Dewi A. Kolopaking untuk mengatur segala urusan termasuk mengatur kedatangan dan segala sesuatu di Jakarta dan juga mengatur segala urusan penjemputan dan pengantaran di Indonesia," kata Jaksa.
(Baca: Polri Perpanjang Masa Penahanan Brigjen Prasetijo dan Anita Kolopaking)
Djoko Tjandra pun meminta Anita Kolopaking untuk menghubungi Tommy Sumardi untuk mengatur kedatangan Djoko Tjandra ke Jakarta.
Tommy pun mengenalkan Anita Kolopaking dengan Brigjen Prasetijo Utomo. Prasetijo saat itu, sedang menjabat sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.
"Bahwa terdakwa Joko Soegiarto Tjandra mempercayakan hal tersebut kepada saksi Tommy Sumardi di mana selanjutnya saksi Tommy Sumardi yang sebelumnya sudah kenal dengan saksi Brigjen Prasetijo Utomo memperkenalkan saksi Anita Dewi A Kolopaking dengan saksi Brigjen Prasetijo Utomo," lanjut jaksa.
Anita lalu menyampaikan maksud dan tujuan kliennya Djoko Tjandra yang akan ke Jakarta kepada Brigjen Prasetijo. Selanjutnya, Brigjen Prasetijo mengurus keperluan kedatangan Djoko Tjandra dengan membuat surat jalan, surat keterangan kesehatan, dan surat hasil tes pemeriksaan Covid-19.
(Baca: Sinergi Kejagung-Polri Diharapkan Bikin Kasus Djoko Tjandra Transparan)
Surat-surat itu digunakan untuk Djoko Tjandra masuk ke Indonesia dengan rencana melalui melalui Bandara Supadio di Pontianak dan langsung terbang menuju ke Bandara Halim Perdanakusuma di Jakarta menggunakan pesawat sewaan.
"Bahwa penggunaan surat jalan, surat keterangan pemeriksaan COVID-19, dan surat rekomendasi kesehatan yang tidak benar tersebut merugikan Polri secara immateriil karena hal itu mencederai dan/atau mencoreng nama baik Kepolisian Republik Indonesia secara umum dan Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri serta Pusdokkes Polri pada khususnya, mengingat terdakwa Joko Soegiarto Tjandra adalah terpidana perkara korupsi dan menjadi buronan Kejaksaan Agung sejak tahun 2009, yang mana seolah-olah Polri khususnya Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri telah memfasilitasi perjalanan seperti layaknya perjalanan dinas yang dilakukan oleh orang bukan anggota Polri," kata jaksa.
Atas ulahnya, Djoko Tjandra disangkakan melanggar Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP, Pasal 426 KUHP, dan Pasal 221 KUHP. Dia diancam hukuman lima tahun penjara.
(muh)