Edukasi dan Sikap Kritis adalah Kunci Melawan Informasi Bohong soal COVID-19

Jum'at, 09 Oktober 2020 - 10:38 WIB
loading...
Edukasi dan Sikap Kritis adalah Kunci Melawan Informasi Bohong soal COVID-19
Staf Khusus Bidang Hukum Menkominfo, Henri Subiakto menerangkan informasi bohong itu ada sengaja dibuat sehingga pemahaman masyarakat menjadi keliru tentang sesuatu. Foto/Kominfo
A A A
JAKARTA - Pemerintah berusaha keras mengedukasi masyarakat tentang COVID-19 , penanganannya, hingga rencana pemberian vaksin. Maklum, banyak beredar informasi yang tidak benar mengenai pandemi COVID-19.

Staf Khusus Bidang Hukum Menkominfo, Henri Subiakto menerangkan informasi bohong itu ada sengaja dibuat sehingga pemahaman masyarakat menjadi keliru tentang sesuatu. Namun, ada pula yang tanpa sengaja. (Baca juga: Kasus Baru di Serbia dan Kuwait, Total 1.613 WNI Positif Covid-19)

Hal tersebut, menurutnya, biasa karena interpretasi yang tidak tepat dari seseorang. Henri memberikan beberapa tips agar terhindar atau terhasut informasi bohong.

Pertama, masyarakat harus skeptis dan kritis terhadap keyakinan sendiri. Jangan menganggap selalu benar sendiri. Kedua, melakukan check and recheck terhadap sebuah informasi.

“Lakukan konfirmasi dan tanya kepada ahlinya. Siapa ahlinya? Kalau persoalan COVID-19 ya ke dokter. Kalau persoalan ekonomi, ya ke ahli ekonomi,” ujarnya dalam diskusi daring dengan tema “Vaksin: Menjawab Mitos dan Menolak Hoaks”, Kamis (8/10/2020).

Terkait informasi bohong mengenai vaksin, Henri menjelaskan pemerintah harus mengedukasi masyarakat secara masif. Masyarakat, menurutnya, harus diberikan pemahaman bahwa vaksin bukan menjaga dirinya sendiri, melainkan seluruh keluarga dari penyakit.

“Kalau kena satu nanti keluarga terdekatnya juga. Ini harus menyentuh kebutuhan langsung mereka. Masyarakat akan lebih mudah dijelaskan dengan menggunakan bahasa mereka,” tuturnya.

Dia mengakui informasi bohong di Indonesia menyerang industri vaksin, masker, dan rumah sakit. Mereka dianggap memperoleh keuntungan dari pandemi COVID-19. Isu itu yang membuat ketidakpercayaan terhadap pelayanan kesehatan. (Baca juga: Dinyatakan Negatif COVID-19, Xherdan Shaqiri Siap Bela Swiss)

“Padahal kalau dokter atau RS bohong dan menipu pasien tidak COVID-19, tetapi di-covid-kan lalu ketahuan itu melanggar kode etik. Dalam IDI, dokter bisa tidak boleh praktek lagi. Artinya sanksinya berat. Enggak mungkin ada pelanggaran sama-sama. Ini kontrolnya banyak sekali,” pungkasnya.
(kri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1182 seconds (0.1#10.140)