Komite I DPD Sebut Didi Kempot Pejuang Pelestarian Bahasa Daerah
loading...
A
A
A
Meninggalnya sang maestro Campur Sari Didi Kempot pada Selasa, 5 Mei 2020, menyentak semua orang. “Kita berduka dan kehilangan seniman Campur Sari sekaligus Pejuang Pelestarian Bahasa Daerah. Innalillahi wainna Ilaihi roji’un," ungkap Wakil Ketua Komite I DPD dari Dapil Jawa Tengah Abdul Kholik, Rabu (6/5/2020). (Baca juga: Ini Profil Didi Kempot, God Father of Broken Heart dari Solo)
Kholik mengatakan, terasa baru lewat sejenak Didi Kempot menggelar konser Peduli COVID-19 dari rumah yang didedikasikan untuk penanganan Corona. "Mas Didi memang sangat peduli dampak Corona, dan bisa merasakan betapa dasyatnya dampak wabah ini. Almarhum menciptakan lagu “Ojo Mudik” sebagai pesan kepada kita semua untuk mengikuti kebijakan larangan mudik yang ditetapkan Pemerintah untuk mencegah penyebaran virus saat ritual mudik Lebaran," katanya. (Baca juga: Didi Kempot Duta Relawan Antinarkoba, BNN Bersedih Atas Kepergiannya)
Menurutnya, kepergian seniman yang mendapat julukan The Godfather of Broken Heart untuk selamanya menjadi duka dan kehilangan mendalam bagi semua orang. Terlebih bagi jutaan penggemarnya, Sobat Ambyar yang berada dimanapun. "Karya Mas Didi yang mencapai 400-an lagu menegaskan kehebatan dan kesetiaan seorang seniman tanpa batas. Mulai dari merintis mengenalkan dan mempopulerkan musik Campaur Sari di jalanan hingga membawa Campur Sari menjadi musik yang diterima semua kalangan," paparnya.
Sebagai musik yang basisnya kental dengan nuansa daerah, kata Kholik, semua lagu Campur Sari menggunakan bahasa Jawa. Selain itu, setting lagu-lagunya selalu dekat dengan kehidupan sehari hari dan mengambil idiom-idiom kerakyatan. Stasiun Balapan, Suket Teki, Tatu, Ambyar, Cidro, Pamer Bojo, hanyalah beberapa contoh lagu yang menegaskan curahan hati yang galau karena asmara yang terluka, namun syarat dengan pesan-pesan yang kuat dengan bahasa Jawa yang masuk kategori ngoko, yang banyak digunakan masyarakat secara umum. "Ternyata Mas Didi melalui karyanya sengaja didedikasikan untuk melestarikan bahasa daerah," urainya.
Menurut Kholik, tekad seniman yang juga mendapatkan julukan Bapak Patah Hati Indonesia itu untuk melestarikan bahasa daerah terungkap ketika bekerja sama dengan seniman milenial, Nufi Wardhana, merilis ulang lagu-lagunya dalam bahasa Indonesia.
Menurut Nufi, Didi Kempot sangat mendukung penuh dan meminta agar Nufi banyak meng Indonesiakan lagu-lagunya agar anak-anak milenial lebih memahami maksud dan pesan lirik lagunya yang dalam bahasa Jawa.
Dengan semua itu kita, tutur Kholik, negara harus memberikan penghargaan, sebab Pasal 32 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menegaskan negara menjaga dan memelihara bahasa daerah. "Di tengah perjuangan dan upaya negara/pemerintah yang masih minimalis, upaya Mas Didi jelas lebih nyata dan berhasil guna. Karena dari waktu ke waktu bahasa daerah semakin terancam eksistensinya. Bahkan sebagian sudah punah," kata Kholik.
Kholik mengatakan, terasa baru lewat sejenak Didi Kempot menggelar konser Peduli COVID-19 dari rumah yang didedikasikan untuk penanganan Corona. "Mas Didi memang sangat peduli dampak Corona, dan bisa merasakan betapa dasyatnya dampak wabah ini. Almarhum menciptakan lagu “Ojo Mudik” sebagai pesan kepada kita semua untuk mengikuti kebijakan larangan mudik yang ditetapkan Pemerintah untuk mencegah penyebaran virus saat ritual mudik Lebaran," katanya. (Baca juga: Didi Kempot Duta Relawan Antinarkoba, BNN Bersedih Atas Kepergiannya)
Menurutnya, kepergian seniman yang mendapat julukan The Godfather of Broken Heart untuk selamanya menjadi duka dan kehilangan mendalam bagi semua orang. Terlebih bagi jutaan penggemarnya, Sobat Ambyar yang berada dimanapun. "Karya Mas Didi yang mencapai 400-an lagu menegaskan kehebatan dan kesetiaan seorang seniman tanpa batas. Mulai dari merintis mengenalkan dan mempopulerkan musik Campaur Sari di jalanan hingga membawa Campur Sari menjadi musik yang diterima semua kalangan," paparnya.
Sebagai musik yang basisnya kental dengan nuansa daerah, kata Kholik, semua lagu Campur Sari menggunakan bahasa Jawa. Selain itu, setting lagu-lagunya selalu dekat dengan kehidupan sehari hari dan mengambil idiom-idiom kerakyatan. Stasiun Balapan, Suket Teki, Tatu, Ambyar, Cidro, Pamer Bojo, hanyalah beberapa contoh lagu yang menegaskan curahan hati yang galau karena asmara yang terluka, namun syarat dengan pesan-pesan yang kuat dengan bahasa Jawa yang masuk kategori ngoko, yang banyak digunakan masyarakat secara umum. "Ternyata Mas Didi melalui karyanya sengaja didedikasikan untuk melestarikan bahasa daerah," urainya.
Menurut Kholik, tekad seniman yang juga mendapatkan julukan Bapak Patah Hati Indonesia itu untuk melestarikan bahasa daerah terungkap ketika bekerja sama dengan seniman milenial, Nufi Wardhana, merilis ulang lagu-lagunya dalam bahasa Indonesia.
Menurut Nufi, Didi Kempot sangat mendukung penuh dan meminta agar Nufi banyak meng Indonesiakan lagu-lagunya agar anak-anak milenial lebih memahami maksud dan pesan lirik lagunya yang dalam bahasa Jawa.
Dengan semua itu kita, tutur Kholik, negara harus memberikan penghargaan, sebab Pasal 32 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menegaskan negara menjaga dan memelihara bahasa daerah. "Di tengah perjuangan dan upaya negara/pemerintah yang masih minimalis, upaya Mas Didi jelas lebih nyata dan berhasil guna. Karena dari waktu ke waktu bahasa daerah semakin terancam eksistensinya. Bahkan sebagian sudah punah," kata Kholik.
(cip)