Gugatan Praperadilan Jenderal Napoleon Kandas, Hakim Anggap Bukti Kuat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bareskrim Polri dan Irjen Pol Napoleon Bonaparte bertarung di sidang praperadilan. Keduanya saling klaim memiliki bukti kuat. Napoleon yang dicopot dari jabatan sebagai Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri mengajukan praperadilan terkait status tersangkanya.
Jenderal bintang dua itu sebelumnya ditetapkan tersangka penerima suap dan gratifikasi dalam kasus penghapusan terpidana kasus hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra dari daftar red notice oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri. (Baca: Menghormati dan Memuliakan Tetangga)
Dalam permohonannya di sidang praperadilan, Napoleon meminta Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membatalkan surat penyidikan dan penetapan tersangka dirinya. Dalam sidang praperadilan ini, kubu Napoleon sebagai pemohon, sementara kubu Bareskrim Polri sebagai termohon.
Sayangnya, keinginan Napoleon untuk bebas dari status tersangka kandas. Hakim tunggal Suharno menolak permohonan praperadilan Napoleon. Dalam pertimbangannya, Suharno menilai Bareskrim Polri sebagai pihak termohon dalam perkara ini telah memiliki bukti dalam menjerat Napoleon sebagai tersangka.
Bareskrim dinilai sudah memiliki dua alat bukti yang sah sebelum menjerat Napoleon. Polisi juga telah memeriksa sejumlah saksi, ahli, serti menyita bukti dokumen lain yang relevan dengan dugaan suap Djoko Tjandra.
Selain itu, Suharno menyebut penetapan tersangka yang dilakukan oleh penyidik Bareskrim telah melalui serangkaian prosedur yang sesuai dengan KUHAP. “Mengadili, menolak permohonan praperadilan pemohon untuk seluruhnya. Pemohon tidak dapat membuktikan dalil-dalil permohonannya, sebaliknya termohon telah dapat membuktikan dalil-dalilnya," ujar Suharno di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kemarin.
Bareskrim Polri sebelumnya menetapkan Kadiv Hubungan Internasional itu sebagai tersangka. Napoleon diduga turut menerima suap dalam kasus penghapusan red notice Djoko Tjandra. Selain Napoleon, polisi juga menetapkan Brigjen Prasetijo Utomo sebagai tersangka penerima suap.
Djoko Tjandra dan pengusaha Tommy Sumardi turut ditetapkan tersangka sebagai pemberi suap. Dari penetapan tersangka tersebut, polisi turut menyita sejumlah barang bukti berupa uang senilai USD20.000, surat, handphone, laptop dan kamera CCTV. (Baca juga: UU Ciptaker Buat Dunia Pendidikan Semakin Komersil)
Dalam persidangan, tim hukum Bareskrim Polri membeberkan Napoleon diduga meminta uang Rp7 miliar untuk mengurus red notice Djoko Tjandra. Djoko Tjandra menghubungi rekan bisnisnya, Tommy untuk membantu mencabut red notice atas namanya pada Maret 2020. Awalnya Tommy mengatakan biayanya Rp15 miliar namun Djoko Tjandra keberatan dan disepakati sebesar Rp10 miliar.
Tommy disebut mendatangi ruangan mantan Karo Korwas PPNS Polri Brigjen Prasetijo. Kepada Prasetijo, Tommy minta diperkenalkan kepada pejabat di Divisi Hubungan Internasional (Hubinter) Polri. Selanjutnya Tommy membawa uang suap dari Djoko Tjandra sebesar USD100.000. Uang tersebut dibagikan kepada ketiga tersangka. Namun Napoleon menolak bagiannya dan meminta lebih. USD20.000 untuk Prasetijo, USD30.000 untuk Tommy dan USD50.000 untuk Napoleon. Namun Napoleon tidak mau menerima uang dengan jumlah tersebut dan meminta Rp7 miliar.
Tim penasihat hukum Napoleon sendiri mengaku mengajukan 38 alat bukti kepada hakim sidang praperadilan. 38 Alat bukti diyakini mampu mematahkan sangkaan Bareskrim Polri. "Jadi gini, kalau urusan duit itu, duitnya bawa sini deh. Saya ngga mau tanggapin. Kalau narasi, cerita, aduh saya ngga mau tanggapin. Duitnya mana? Itu saja. Kalau 20 ribu USD kan jelas, katanya ada duit yang itu kan Rp15 miliar, Rp10 miliar, Rp7 miliar, Rp3 miliar. Duitnya mana? nggak lihat," ujar salah satu penasihat hukum Napoleon, Gunawan Raka saat persidangan.
Gunawan menyampaikan timnya mengajukan sejumlah barang bukti ke majelis hakim. Barang bukti tersebut diyakini dapat membuktikan bantahan kliennya. Soal gugatannya ditolak, Gunawan menghormati keputusan tersebut. Bahkan menyampaikan terimakasih pada pihak yang mereka gugat, yakni Bareskrim Polri yang telah kooperatif dalam mengurai perkara gratifikasi dalam penghapusan red notice Djoko Tjandra. (Baca juga: Bentengi Tubuh dari Covid-19 dengan Olahraga)
"Sangat menghormati, kami sampaikan penghormatan tinggi kepada hakim. Saya sampaikan terima kasih kepada teman divisi hukum Bareskrim yang sudah kooperatif untuk mengurai perkara ini," ungkapnya.
Terkait langkah hukum selanjutnya, Gunawan menyatakan akan mempelajari salinan putusan tersebut. Setelah dipelajari, kubu Napoleon akan mengambil langkah hukum selanjutnya. "Kami akan pelajari karena salinan putusan belum dapat. Fakta-fakta yang terungkap juga sebagian ada yang tidak menjadi pertimbangan. Jadi mungkin kami akan mengambil langkah sikap-sikap setelah kami dapat salinan putusan," jelasnya.
Mabes Polri sendiri menghormati putusan gugatan tersebut. Dengan adanya putusan itu, proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan Bareskrim Polri selama ini sudah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono mengatakan dalam proses persidangan, tim Hukum Polri telah memaparkan sejumlah fakta yang menyatakan bahwa Napoleon diduga telah menerima suap dari Djoko Tjandra terkait penghapusan red notice.
"Kami meyakini bahwa hakim telah mempertimbangkan seluruh fakta yang telah dipaparkan tim hukum dalam proses persidangan," ujar jenderal bintang dua ini. (Lihat videonya: Menegangkan, Unjuk Rasa Mahasiswa Tolak UU Cipta Kerja Berakhir Rusuh di Bandung)
Oleh sebab itu, Argo meminta kepada seluruh pihak untuk menghormati apapun hasil dari ketukan palu Majelis Hakim. "Polri selalu memberikan hak kepada siapapun melakukan pembelaan dalam proses hukum yang berjalan. Namun, hakim telah memutuskan," ucap Argo.
Setelah putusan praperadilan, Argo mengungkapkan, pihaknya menunggu Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait berkas penyidikan perkara tersebut. Mengingat, penyidik Bareskrim Polri telah melimpahkan tahap I usai diperbaiki. "Berkas perkara keempat tersangka dalam kasus ini sudah kembali dilimpahkan usai diperbaiki. Jika dinyatakan P21 atau lengkap tentunya kami siap melakukan proses selanjutnya," kata Argo. (Erfan Ma’ruf/M Yamin)
Jenderal bintang dua itu sebelumnya ditetapkan tersangka penerima suap dan gratifikasi dalam kasus penghapusan terpidana kasus hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra dari daftar red notice oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri. (Baca: Menghormati dan Memuliakan Tetangga)
Dalam permohonannya di sidang praperadilan, Napoleon meminta Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membatalkan surat penyidikan dan penetapan tersangka dirinya. Dalam sidang praperadilan ini, kubu Napoleon sebagai pemohon, sementara kubu Bareskrim Polri sebagai termohon.
Sayangnya, keinginan Napoleon untuk bebas dari status tersangka kandas. Hakim tunggal Suharno menolak permohonan praperadilan Napoleon. Dalam pertimbangannya, Suharno menilai Bareskrim Polri sebagai pihak termohon dalam perkara ini telah memiliki bukti dalam menjerat Napoleon sebagai tersangka.
Bareskrim dinilai sudah memiliki dua alat bukti yang sah sebelum menjerat Napoleon. Polisi juga telah memeriksa sejumlah saksi, ahli, serti menyita bukti dokumen lain yang relevan dengan dugaan suap Djoko Tjandra.
Selain itu, Suharno menyebut penetapan tersangka yang dilakukan oleh penyidik Bareskrim telah melalui serangkaian prosedur yang sesuai dengan KUHAP. “Mengadili, menolak permohonan praperadilan pemohon untuk seluruhnya. Pemohon tidak dapat membuktikan dalil-dalil permohonannya, sebaliknya termohon telah dapat membuktikan dalil-dalilnya," ujar Suharno di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kemarin.
Bareskrim Polri sebelumnya menetapkan Kadiv Hubungan Internasional itu sebagai tersangka. Napoleon diduga turut menerima suap dalam kasus penghapusan red notice Djoko Tjandra. Selain Napoleon, polisi juga menetapkan Brigjen Prasetijo Utomo sebagai tersangka penerima suap.
Djoko Tjandra dan pengusaha Tommy Sumardi turut ditetapkan tersangka sebagai pemberi suap. Dari penetapan tersangka tersebut, polisi turut menyita sejumlah barang bukti berupa uang senilai USD20.000, surat, handphone, laptop dan kamera CCTV. (Baca juga: UU Ciptaker Buat Dunia Pendidikan Semakin Komersil)
Dalam persidangan, tim hukum Bareskrim Polri membeberkan Napoleon diduga meminta uang Rp7 miliar untuk mengurus red notice Djoko Tjandra. Djoko Tjandra menghubungi rekan bisnisnya, Tommy untuk membantu mencabut red notice atas namanya pada Maret 2020. Awalnya Tommy mengatakan biayanya Rp15 miliar namun Djoko Tjandra keberatan dan disepakati sebesar Rp10 miliar.
Tommy disebut mendatangi ruangan mantan Karo Korwas PPNS Polri Brigjen Prasetijo. Kepada Prasetijo, Tommy minta diperkenalkan kepada pejabat di Divisi Hubungan Internasional (Hubinter) Polri. Selanjutnya Tommy membawa uang suap dari Djoko Tjandra sebesar USD100.000. Uang tersebut dibagikan kepada ketiga tersangka. Namun Napoleon menolak bagiannya dan meminta lebih. USD20.000 untuk Prasetijo, USD30.000 untuk Tommy dan USD50.000 untuk Napoleon. Namun Napoleon tidak mau menerima uang dengan jumlah tersebut dan meminta Rp7 miliar.
Tim penasihat hukum Napoleon sendiri mengaku mengajukan 38 alat bukti kepada hakim sidang praperadilan. 38 Alat bukti diyakini mampu mematahkan sangkaan Bareskrim Polri. "Jadi gini, kalau urusan duit itu, duitnya bawa sini deh. Saya ngga mau tanggapin. Kalau narasi, cerita, aduh saya ngga mau tanggapin. Duitnya mana? Itu saja. Kalau 20 ribu USD kan jelas, katanya ada duit yang itu kan Rp15 miliar, Rp10 miliar, Rp7 miliar, Rp3 miliar. Duitnya mana? nggak lihat," ujar salah satu penasihat hukum Napoleon, Gunawan Raka saat persidangan.
Gunawan menyampaikan timnya mengajukan sejumlah barang bukti ke majelis hakim. Barang bukti tersebut diyakini dapat membuktikan bantahan kliennya. Soal gugatannya ditolak, Gunawan menghormati keputusan tersebut. Bahkan menyampaikan terimakasih pada pihak yang mereka gugat, yakni Bareskrim Polri yang telah kooperatif dalam mengurai perkara gratifikasi dalam penghapusan red notice Djoko Tjandra. (Baca juga: Bentengi Tubuh dari Covid-19 dengan Olahraga)
"Sangat menghormati, kami sampaikan penghormatan tinggi kepada hakim. Saya sampaikan terima kasih kepada teman divisi hukum Bareskrim yang sudah kooperatif untuk mengurai perkara ini," ungkapnya.
Terkait langkah hukum selanjutnya, Gunawan menyatakan akan mempelajari salinan putusan tersebut. Setelah dipelajari, kubu Napoleon akan mengambil langkah hukum selanjutnya. "Kami akan pelajari karena salinan putusan belum dapat. Fakta-fakta yang terungkap juga sebagian ada yang tidak menjadi pertimbangan. Jadi mungkin kami akan mengambil langkah sikap-sikap setelah kami dapat salinan putusan," jelasnya.
Mabes Polri sendiri menghormati putusan gugatan tersebut. Dengan adanya putusan itu, proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan Bareskrim Polri selama ini sudah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono mengatakan dalam proses persidangan, tim Hukum Polri telah memaparkan sejumlah fakta yang menyatakan bahwa Napoleon diduga telah menerima suap dari Djoko Tjandra terkait penghapusan red notice.
"Kami meyakini bahwa hakim telah mempertimbangkan seluruh fakta yang telah dipaparkan tim hukum dalam proses persidangan," ujar jenderal bintang dua ini. (Lihat videonya: Menegangkan, Unjuk Rasa Mahasiswa Tolak UU Cipta Kerja Berakhir Rusuh di Bandung)
Oleh sebab itu, Argo meminta kepada seluruh pihak untuk menghormati apapun hasil dari ketukan palu Majelis Hakim. "Polri selalu memberikan hak kepada siapapun melakukan pembelaan dalam proses hukum yang berjalan. Namun, hakim telah memutuskan," ucap Argo.
Setelah putusan praperadilan, Argo mengungkapkan, pihaknya menunggu Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait berkas penyidikan perkara tersebut. Mengingat, penyidik Bareskrim Polri telah melimpahkan tahap I usai diperbaiki. "Berkas perkara keempat tersangka dalam kasus ini sudah kembali dilimpahkan usai diperbaiki. Jika dinyatakan P21 atau lengkap tentunya kami siap melakukan proses selanjutnya," kata Argo. (Erfan Ma’ruf/M Yamin)
(ysw)