Pemerintah Terus Dorong Semua Pesantren untuk Bentuk Satgas Covid-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pondok pesantren (ponpes) menjadi satu di antara fokus pemerintah dalam upaya mengendalikan penyebaran wabah Covid-19 . Selain mendukung sarana dan prasaran, pemerintah juga terus mendorong pengasuh ponpes untuk membentuk Satgas Covid-19 di pesantren masing-masing.
Saat ini sebanyak 84,9% pesantren di Tanah Air telah membentuk Gugus Tugas atau kini Satuan Tugas Penanganan Covid-19. Data ini berdasarkan hasil survei pelaksanaan protokol kesehatan sesuai dengan SKB 4 Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran 2020/2021 dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dengan responden 146 pesantren perwakilan dari tiga regional (Indonesia bagian barat, tengah, dan timur). (Baca: Menghormati dan Memuliakan Tetangga)
“Dari beberapa survei yang dilakukan, kami mencatat bahwa 84,9% pesantren ini sebenarnya telah membentuk gugus tugas di pesantren atau satgas di pesantren,” ungkap Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Rizkiyana Sukandhi Putra dalam rapat koordinasi Pembinaan dalam Upaya Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di pesantren secara virtual kemarin.
Dia mengatakan, saat ini masih ada 15,1% ponpes yang belum membentuk satgas. Menurutnya, pemerintah saat ini terus mendorong agar 15,1% pesantren yang belum membentuk satgas segera membentuknya sehingga tidak terjadi lagi penularan Covid-19 kluster pesantren. “Masih ada 15,1% yang belum membentuk gugus tugas. Nah, 15,1% inilah yang perlu kita kejar supaya tidak menjadi sumber penularan bagi yang lain,” tegasnya.
Rizki mengungkapkan, jumlah pesantren di Indonesia cukup besar. Saat ini ada 27.772 pesantren yang tercatat di dokumen pemerintah dengan jumlah santri sekitar 4.173.543 santri. Pesantren-pesantren tersebar merata di seluruh Indonesia baik wilayah perkotaan maupun kawasan suburban.
“Yang pasti pesantren-pesantren ini berada di kawasan padat penduduk karena keberadaannya selain sebagi pusat mencari ilmu, juga sebagai penggerak ekonomi masyarakat,” katanya.
Pemerintah, kata Rizki, sangat memperhatikan fenomena Covid-19 di kalangan pesantren. Selain berpengaruh kepada para santri, kluster Covid-19 di pesantren juga akan berpotensi membahayakan lingkungan di sekitarnya. Karena itu, di masa pandemi ini pesantren harus diusahakan sehat. “Pesantrennya sehat, maka dapat berpengaruh terhadap lingkungan internal maupun eksternalnya,” ucapnya. (Baca juga: UU Ciptaker Dunia Pendidikan Makin Komersial)
Dia mengungkapkan, hingga saat ini sebanyak 69% pesantren telah memiliki surat kesehatan aman dari Satgas Penanganan Covid-19. Ini berdasarkan hasil survei pelaksanaan protokol kesehatan sesuai dengan SKB 4 Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran 2020/2021 dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dengan responden 146 pesantren perwakilan dari tiga regional (Indonesia bagian barat, tengah, dan timur). “Sebanyak 69% sudah memiliki surat keterangan aman (Covid-19),” katanya.
Dengan demikian, kata Rizki, masih ada 31% pesantren yang masih belum memiliki surat kesehatan aman dari Covid-19. Artinya, sebanyak 31% tersebut masih belum aman untuk melakukan kegiatan belajar-mengajar. “Jadi sekali lagi ini angka yang cukup besar karena kita harapkan 100% pesantren itu sudah memiliki surat kesehatan aman dari Covid-19 yang dikeluarkan oleh gugus tugas atau satgas yang bersangkutan,” tegas Rizki.
Dia mengungkapkan, saat ini masih bermunculan kluster penyebaran Covid-19 di pesantren. Kluster tersebut muncul di berbagai daerah. Pihaknya pun mengimbau agar pesantren terus waspada dan menggalakkan upaya 3 M, yakni memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. (Baca juga: Bentengi Tubuh dari Covid-19 dengan Olahraga)
“Ada dua hal lagi yang menurut Pak Doni Monardo (ketua Satgas Penanganan Covid-19), kita menganut lima sempurna. Kalau tiga itu sudah baik, tapi kita sempurnakan dengan dua hal yang lain, yaitu tentang pengaturan waktu belajar, waktu bekerja, waktu olahraga, maupun pengendalian stres. Dan, yang kelima adalah bagaimana kita makanan gizi yang seimbang, protein, lemak, karbohidrat sehingga akan meningkatkan imunitas tubuh kita. Ini akan menjadi penting oleh karena kita menghadapi situasi di mana draft of choice belum ada, kemudian vaksin belum ditemukan begitu sehingga imunitas kita menjadi penting,” tambah Rizki.
Sementara itu, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag Waryono Abdul Ghofur memastikan seluruh pesantren di Tanah Air harus membentuk gugus tugas atau saat ini Satuan Tugas Penanganan Covid-19. Hal itu sesuai dengan SKB 4 Menteri di mana setiap pesantren harus mematuhinya jika ingin menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar.
“Dalam SKB itu memang disebutkan secara jelas bahwa pesantren itu harus membentuk gugus tugas. Dan, ini mohon memastikan betul ada enggak pesantren-pesantren yang tidak punya gugus tugas,” ucapnya.
Dia mengatakan, sebagian besar pesantren di wilayah Jawa, yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat telah melaksanakan protokol kesehatan yang ketat serta melakukan pembatasan yang ketat kepada tamu yang akan berkunjung ke pesantren untuk mencegah penularan baru Covid-19. (Baca juga: Canggih, Kecerdasan Buatan Mampu Prediksi Bakal Penyakit)
“Tapi, minimal dari pesantren yang saya kunjungi, dari mulai Jawa Timur, Jawa Tengah, sampai kemudian Jawa Barat tentu sebagian itu yang saya tahu lumayan ketat untuk masuk pesantren ya. Jadi, tamu-tamu tidak sembarangan bisa masuk ke pesantren,” kata Waryono.
Selain itu, Waryono memastikan pesantren-pesantren juga harus memiliki fasilitas yang memenuhi protokol kesehatan satu di antaranya yakni sanitasi. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah membantu pembangunan sanitasi di pesantren-pesantren.
“Yang kedua, pesantren harus memiliki fasilitas yang memenuhi protokol kesehatan. Salah satunya adalah sanitasi, yang insya Allah empat tahun ke depan meskipun belum semuanya PUPR sudah membantu untuk sanitasi per tahun 100 pesantren,” ungkapnya.
Waryono juga memastikan bahwa lingkungan pesantren harus aman Covid-19 dengan dibuktikan surat keterangan sehat yang diterbitkan oleh dinas kesehatan setempat. Saat menerima santri baru pun mereka harus membawa surat keterangan sehat dari daerah masing-masing dan menjaga protokol kesehatan. (Baca juga: RUU Cipta Kerja Sah Jadi UU, Ini Deretan Dampak Buruknya bagi Rakyat)
Menurut Waryono, para kiai di pesantren-pesantren bahkan melakukan pembatasan dengan tidak menerima tamu untuk sementara waktu dalam rangka mencegah penularan Covid-19. “Dan, terakhir, ada kiai-kiai memang sangat ketat tidak menerima tamu sama sekali. Jadi beliau mengisolasi diri di rumah hanya jamaah terbatas dengan keluarga, bahkan anak-anak cucunya yang beda rumah itu belum menerima, belum menerima anak cucunya untuk ketemu. Ini menunjukkan bahwa menurut saya kiai sudah sangat taat dengan aturan,” kata Waryono.
Lebih jauh Waryono mengungkapkan, jika saat ini sebanyak 1.489 santri terpapar Covid-19 yang tersebar di 28 pesantren di 11 provinsi di Tanah Air. Data yang ada juga menyebutkan bahwa 969 santri telah dinyatakan sembuh dan 519 santri masih dalam perawatan.
“Ini laporannya yang masuk ke kami ada 28 pesantren yang sampai hari ini terpapar Covid-19. Tersebar di 11 provinsi. Santri yang terpapar juga cukup banyak, sekitar 1.489 santri positif Covid-19, di antara 969 santri sembuh, dan 519 dalam perawatan. Kemudian ada satu santri yang meninggal dunia,” ungkapnya. (Lihat videonya: Menegangkan, Unjuk Rasa Mahasiswa Menolak U Cipta Kerja Berakhir Rusuh di Bandung)
Selain itu, Waryono mengatakan bahwa tidak semua pesantren di seluruh Indonesia bisa melakukan pembelajaran daring seperti sekolah dan madrasah. Kondisi ini terjadi karena pesantren mempunyai karakter unik yang berbeda dengan sekolah atau madrasah.
“Ya, saya minimal menyampaikan jawaban sekolah dan madrasah itu struktural. Artinya, instruksinya tuh tunggal ya, begitu pemerintah instruksi bahwa tidak boleh ada tatap muka, maka sekolah dan madrasah itu bisa. Nah, pesantren ini betul-betul murni swasta gitu ya, betul-betul milik kiai ya,” jelas Waryono. (Binti Mufarida)
Saat ini sebanyak 84,9% pesantren di Tanah Air telah membentuk Gugus Tugas atau kini Satuan Tugas Penanganan Covid-19. Data ini berdasarkan hasil survei pelaksanaan protokol kesehatan sesuai dengan SKB 4 Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran 2020/2021 dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dengan responden 146 pesantren perwakilan dari tiga regional (Indonesia bagian barat, tengah, dan timur). (Baca: Menghormati dan Memuliakan Tetangga)
“Dari beberapa survei yang dilakukan, kami mencatat bahwa 84,9% pesantren ini sebenarnya telah membentuk gugus tugas di pesantren atau satgas di pesantren,” ungkap Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Rizkiyana Sukandhi Putra dalam rapat koordinasi Pembinaan dalam Upaya Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di pesantren secara virtual kemarin.
Dia mengatakan, saat ini masih ada 15,1% ponpes yang belum membentuk satgas. Menurutnya, pemerintah saat ini terus mendorong agar 15,1% pesantren yang belum membentuk satgas segera membentuknya sehingga tidak terjadi lagi penularan Covid-19 kluster pesantren. “Masih ada 15,1% yang belum membentuk gugus tugas. Nah, 15,1% inilah yang perlu kita kejar supaya tidak menjadi sumber penularan bagi yang lain,” tegasnya.
Rizki mengungkapkan, jumlah pesantren di Indonesia cukup besar. Saat ini ada 27.772 pesantren yang tercatat di dokumen pemerintah dengan jumlah santri sekitar 4.173.543 santri. Pesantren-pesantren tersebar merata di seluruh Indonesia baik wilayah perkotaan maupun kawasan suburban.
“Yang pasti pesantren-pesantren ini berada di kawasan padat penduduk karena keberadaannya selain sebagi pusat mencari ilmu, juga sebagai penggerak ekonomi masyarakat,” katanya.
Pemerintah, kata Rizki, sangat memperhatikan fenomena Covid-19 di kalangan pesantren. Selain berpengaruh kepada para santri, kluster Covid-19 di pesantren juga akan berpotensi membahayakan lingkungan di sekitarnya. Karena itu, di masa pandemi ini pesantren harus diusahakan sehat. “Pesantrennya sehat, maka dapat berpengaruh terhadap lingkungan internal maupun eksternalnya,” ucapnya. (Baca juga: UU Ciptaker Dunia Pendidikan Makin Komersial)
Dia mengungkapkan, hingga saat ini sebanyak 69% pesantren telah memiliki surat kesehatan aman dari Satgas Penanganan Covid-19. Ini berdasarkan hasil survei pelaksanaan protokol kesehatan sesuai dengan SKB 4 Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran 2020/2021 dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dengan responden 146 pesantren perwakilan dari tiga regional (Indonesia bagian barat, tengah, dan timur). “Sebanyak 69% sudah memiliki surat keterangan aman (Covid-19),” katanya.
Dengan demikian, kata Rizki, masih ada 31% pesantren yang masih belum memiliki surat kesehatan aman dari Covid-19. Artinya, sebanyak 31% tersebut masih belum aman untuk melakukan kegiatan belajar-mengajar. “Jadi sekali lagi ini angka yang cukup besar karena kita harapkan 100% pesantren itu sudah memiliki surat kesehatan aman dari Covid-19 yang dikeluarkan oleh gugus tugas atau satgas yang bersangkutan,” tegas Rizki.
Dia mengungkapkan, saat ini masih bermunculan kluster penyebaran Covid-19 di pesantren. Kluster tersebut muncul di berbagai daerah. Pihaknya pun mengimbau agar pesantren terus waspada dan menggalakkan upaya 3 M, yakni memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. (Baca juga: Bentengi Tubuh dari Covid-19 dengan Olahraga)
“Ada dua hal lagi yang menurut Pak Doni Monardo (ketua Satgas Penanganan Covid-19), kita menganut lima sempurna. Kalau tiga itu sudah baik, tapi kita sempurnakan dengan dua hal yang lain, yaitu tentang pengaturan waktu belajar, waktu bekerja, waktu olahraga, maupun pengendalian stres. Dan, yang kelima adalah bagaimana kita makanan gizi yang seimbang, protein, lemak, karbohidrat sehingga akan meningkatkan imunitas tubuh kita. Ini akan menjadi penting oleh karena kita menghadapi situasi di mana draft of choice belum ada, kemudian vaksin belum ditemukan begitu sehingga imunitas kita menjadi penting,” tambah Rizki.
Sementara itu, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag Waryono Abdul Ghofur memastikan seluruh pesantren di Tanah Air harus membentuk gugus tugas atau saat ini Satuan Tugas Penanganan Covid-19. Hal itu sesuai dengan SKB 4 Menteri di mana setiap pesantren harus mematuhinya jika ingin menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar.
“Dalam SKB itu memang disebutkan secara jelas bahwa pesantren itu harus membentuk gugus tugas. Dan, ini mohon memastikan betul ada enggak pesantren-pesantren yang tidak punya gugus tugas,” ucapnya.
Dia mengatakan, sebagian besar pesantren di wilayah Jawa, yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat telah melaksanakan protokol kesehatan yang ketat serta melakukan pembatasan yang ketat kepada tamu yang akan berkunjung ke pesantren untuk mencegah penularan baru Covid-19. (Baca juga: Canggih, Kecerdasan Buatan Mampu Prediksi Bakal Penyakit)
“Tapi, minimal dari pesantren yang saya kunjungi, dari mulai Jawa Timur, Jawa Tengah, sampai kemudian Jawa Barat tentu sebagian itu yang saya tahu lumayan ketat untuk masuk pesantren ya. Jadi, tamu-tamu tidak sembarangan bisa masuk ke pesantren,” kata Waryono.
Selain itu, Waryono memastikan pesantren-pesantren juga harus memiliki fasilitas yang memenuhi protokol kesehatan satu di antaranya yakni sanitasi. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah membantu pembangunan sanitasi di pesantren-pesantren.
“Yang kedua, pesantren harus memiliki fasilitas yang memenuhi protokol kesehatan. Salah satunya adalah sanitasi, yang insya Allah empat tahun ke depan meskipun belum semuanya PUPR sudah membantu untuk sanitasi per tahun 100 pesantren,” ungkapnya.
Waryono juga memastikan bahwa lingkungan pesantren harus aman Covid-19 dengan dibuktikan surat keterangan sehat yang diterbitkan oleh dinas kesehatan setempat. Saat menerima santri baru pun mereka harus membawa surat keterangan sehat dari daerah masing-masing dan menjaga protokol kesehatan. (Baca juga: RUU Cipta Kerja Sah Jadi UU, Ini Deretan Dampak Buruknya bagi Rakyat)
Menurut Waryono, para kiai di pesantren-pesantren bahkan melakukan pembatasan dengan tidak menerima tamu untuk sementara waktu dalam rangka mencegah penularan Covid-19. “Dan, terakhir, ada kiai-kiai memang sangat ketat tidak menerima tamu sama sekali. Jadi beliau mengisolasi diri di rumah hanya jamaah terbatas dengan keluarga, bahkan anak-anak cucunya yang beda rumah itu belum menerima, belum menerima anak cucunya untuk ketemu. Ini menunjukkan bahwa menurut saya kiai sudah sangat taat dengan aturan,” kata Waryono.
Lebih jauh Waryono mengungkapkan, jika saat ini sebanyak 1.489 santri terpapar Covid-19 yang tersebar di 28 pesantren di 11 provinsi di Tanah Air. Data yang ada juga menyebutkan bahwa 969 santri telah dinyatakan sembuh dan 519 santri masih dalam perawatan.
“Ini laporannya yang masuk ke kami ada 28 pesantren yang sampai hari ini terpapar Covid-19. Tersebar di 11 provinsi. Santri yang terpapar juga cukup banyak, sekitar 1.489 santri positif Covid-19, di antara 969 santri sembuh, dan 519 dalam perawatan. Kemudian ada satu santri yang meninggal dunia,” ungkapnya. (Lihat videonya: Menegangkan, Unjuk Rasa Mahasiswa Menolak U Cipta Kerja Berakhir Rusuh di Bandung)
Selain itu, Waryono mengatakan bahwa tidak semua pesantren di seluruh Indonesia bisa melakukan pembelajaran daring seperti sekolah dan madrasah. Kondisi ini terjadi karena pesantren mempunyai karakter unik yang berbeda dengan sekolah atau madrasah.
“Ya, saya minimal menyampaikan jawaban sekolah dan madrasah itu struktural. Artinya, instruksinya tuh tunggal ya, begitu pemerintah instruksi bahwa tidak boleh ada tatap muka, maka sekolah dan madrasah itu bisa. Nah, pesantren ini betul-betul murni swasta gitu ya, betul-betul milik kiai ya,” jelas Waryono. (Binti Mufarida)
(ysw)