Bupati Muara Enim Nonaktif Divonis 5 Tahun Penjara dan Denda Rp2,1 M
loading...
A
A
A
JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang menjatuhkan vonis lima tahun penjara terhadap Bupati Muara Enim, Sumatera Selatan nonaktif Ahmad Yani.
Dalam sidang yang digelar secara virtual pada Selasa (5/5/2020), Ahmad Yani juga dijatuhkan hukuman membayar uang pengganti sebesar Rp2,1 miliar.
Persidangan pembacaan putusan dengan nomor perkara Nomor 32/pid.sus/TPK/2019/PN.Plg 5 Mei 2020 itu berlangsung secara virtual pada Selasa (5/5/2020).
Majelis Hakim yang dipimpin Erma Suharti dengan anggota Abu Hanifah dan Junaida menilai, Ahmad Yani selaku Bupati Muara Enim periode 2018-2023 telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi terkait penerimaan suap secara bersama-sama dan berlanjut.
Yani bersama dengan terdakwa Elfin MZ Muhtar selaku Kepala Bidang Pembangunan Jalan sekaligus PPK di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Pemkab Muara Enim telah menerima suap, baik berupa uang maupun barang dari terpidana pemberi suap pemilik PT Enra Sari Robi Okta Fahlefi.
Suap yang diterima Yani melalui beberapa pihak. Pertama, melalui Elfin berupa uang Rp3,1 miliar dan uang USD35.000 dan dua bidang tanah di Muara Enim senilai Rp1,25 miliar.
Kedua, melalui Muhammad Reza Umari alias Reza menerima dua unit kendaraan, yaitu sati unit Mobil SUV Lexus warna hitam nomor polisi B 2662 KS senilai Rp1,15 miliar dan 1 unit mobil pickup merk Tata Xenon HD single cabin warna putih seharga Rp170 juta. Uang suap yang diterima disandikan dengan 'obat memehing', 'barang', hingga 'titipan'.
Majelis hakim memastikan, uang suap tersebut terbukti agar Yani memastikan Robi mendapatkan 16 paket pekerjaan dengan nilai lebih Rp 129,4 miliar dari APBD Kabupaten Muara Enim tahun anggaran 2019 dan mempengaruhi kepala dinas (SKPD) dan Unit Layanan Pengadaan (ULP) terkait proses lelang proyek-proyek yang ada pada dinas (SKPD) dan pemenang lelang (rekanan) sesuai dengan arahan Yani.
Majelis menggariskan, 16 paket proyek tersebut berasal dari usulan kegiatan pokir/aspirasi anggota DPRD Kabupaten Muara Enim. Suap yang diterima Yani tersebut merupakan realisasi dari commitment fee proyek sejulam 15 persen dari total nilai proyek atau komitmen Rp13,4 miliar yang disepakati dengan Robi.
"Mengadili, memutuskan, menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa Ahmad Yani dengan pidana penjara selama lima tahun dan pidana denda sebesar Rp200juta subsider enam bulan kurungan," kata Ketua Majelis Hakim Erma Suharti saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Palembang, Selasa (5/5/2020).
Majelis juga memutuskan menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa Yani dengan membayar uang pengganti sebesar Rp2,1 miliar. Jika Yani tidak membayarkan dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan yang berkuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi
uang pengganti tersebut.
"Jika tidak mencukupi maka dipidana dengan pidana penjara selama delapan bulan," tegas hakim Erma.
Selain itu majelis juga memutuskan merampas untuk negara berupa dua bidang tanah di Muara Enim senilai Rp1,25 miliar, mobil pikap merek Tata Xenon HD, mobil SUV Lexus warna hitam Nopol B 2662 KS, dan uang sejumlah Rp450 juta yang sebelumnya disita KPK di tahap penyidikan.
Majelis menilai perbuatan Yani terbukti telah melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
"Sebagaimana dalam dakwaan pertama," ujar hakim Erma.
Putusan ini lebih ringan dari tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK. Sebelumnya JPU menuntut Ahmad Yani dengan pidana penjara selama tujuh tahun, denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan, pidana tambahan uang pengganti Rp3,1 miliar subsider satu tahun penjara, dan pidana tambahan pencabutan hak politik selama lima tahun.
Atas putusan majelis hakim, Ahmad Yani dan tim penasihat hukumnya serta JPU pada KPK menyatakan masih pikir-pikir selama tujuh hari.
Dalam sidang yang digelar secara virtual pada Selasa (5/5/2020), Ahmad Yani juga dijatuhkan hukuman membayar uang pengganti sebesar Rp2,1 miliar.
Persidangan pembacaan putusan dengan nomor perkara Nomor 32/pid.sus/TPK/2019/PN.Plg 5 Mei 2020 itu berlangsung secara virtual pada Selasa (5/5/2020).
Majelis Hakim yang dipimpin Erma Suharti dengan anggota Abu Hanifah dan Junaida menilai, Ahmad Yani selaku Bupati Muara Enim periode 2018-2023 telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi terkait penerimaan suap secara bersama-sama dan berlanjut.
Yani bersama dengan terdakwa Elfin MZ Muhtar selaku Kepala Bidang Pembangunan Jalan sekaligus PPK di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Pemkab Muara Enim telah menerima suap, baik berupa uang maupun barang dari terpidana pemberi suap pemilik PT Enra Sari Robi Okta Fahlefi.
Suap yang diterima Yani melalui beberapa pihak. Pertama, melalui Elfin berupa uang Rp3,1 miliar dan uang USD35.000 dan dua bidang tanah di Muara Enim senilai Rp1,25 miliar.
Kedua, melalui Muhammad Reza Umari alias Reza menerima dua unit kendaraan, yaitu sati unit Mobil SUV Lexus warna hitam nomor polisi B 2662 KS senilai Rp1,15 miliar dan 1 unit mobil pickup merk Tata Xenon HD single cabin warna putih seharga Rp170 juta. Uang suap yang diterima disandikan dengan 'obat memehing', 'barang', hingga 'titipan'.
Majelis hakim memastikan, uang suap tersebut terbukti agar Yani memastikan Robi mendapatkan 16 paket pekerjaan dengan nilai lebih Rp 129,4 miliar dari APBD Kabupaten Muara Enim tahun anggaran 2019 dan mempengaruhi kepala dinas (SKPD) dan Unit Layanan Pengadaan (ULP) terkait proses lelang proyek-proyek yang ada pada dinas (SKPD) dan pemenang lelang (rekanan) sesuai dengan arahan Yani.
Majelis menggariskan, 16 paket proyek tersebut berasal dari usulan kegiatan pokir/aspirasi anggota DPRD Kabupaten Muara Enim. Suap yang diterima Yani tersebut merupakan realisasi dari commitment fee proyek sejulam 15 persen dari total nilai proyek atau komitmen Rp13,4 miliar yang disepakati dengan Robi.
"Mengadili, memutuskan, menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa Ahmad Yani dengan pidana penjara selama lima tahun dan pidana denda sebesar Rp200juta subsider enam bulan kurungan," kata Ketua Majelis Hakim Erma Suharti saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Palembang, Selasa (5/5/2020).
Majelis juga memutuskan menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa Yani dengan membayar uang pengganti sebesar Rp2,1 miliar. Jika Yani tidak membayarkan dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan yang berkuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi
uang pengganti tersebut.
"Jika tidak mencukupi maka dipidana dengan pidana penjara selama delapan bulan," tegas hakim Erma.
Selain itu majelis juga memutuskan merampas untuk negara berupa dua bidang tanah di Muara Enim senilai Rp1,25 miliar, mobil pikap merek Tata Xenon HD, mobil SUV Lexus warna hitam Nopol B 2662 KS, dan uang sejumlah Rp450 juta yang sebelumnya disita KPK di tahap penyidikan.
Majelis menilai perbuatan Yani terbukti telah melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
"Sebagaimana dalam dakwaan pertama," ujar hakim Erma.
Putusan ini lebih ringan dari tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK. Sebelumnya JPU menuntut Ahmad Yani dengan pidana penjara selama tujuh tahun, denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan, pidana tambahan uang pengganti Rp3,1 miliar subsider satu tahun penjara, dan pidana tambahan pencabutan hak politik selama lima tahun.
Atas putusan majelis hakim, Ahmad Yani dan tim penasihat hukumnya serta JPU pada KPK menyatakan masih pikir-pikir selama tujuh hari.
(dam)