IPW Desak Bareskrim Usut Mafia Rumah Sakit terkait COVID-19

Sabtu, 03 Oktober 2020 - 13:50 WIB
loading...
IPW Desak Bareskrim Usut Mafia Rumah Sakit terkait COVID-19
IPW meminta Bareskrim Polri segera membongkar mafia rumah sakit yang memanfaatkan pandemi COVID-19 untuk meraih keuntungan. FOTO/ILUSTRASI/DOK.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Indonesia Police Watch (IPW) meminta Bareskrim Polri segera membongkar mafia rumah sakit yang memanfaatkan pandemi COVID-19 untuk meraih keuntungan. Rumah sakit menyatakan pasien terinfeksi virus corona padahal sesungguhnya sakit yang lain.

"IPW melihat Bareskrim Polri belum bergerak untuk mengusut dan memburu mafia rumah sakit tersebut. Padahal kasus yang mencovidkan orang tersebut sudah marak dan ramai bermunculan di berbagai media sosial," kata Ketua Presidium IPW, Neta S Pane dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (3/10/2020).

Neta mengatakan, pada Jumat, 2 Oktober 2020, Kepala Kantor Staf Presiden (KSP), Moeldoko di Semarang menyatakan, banyaknya isu rumah sakit memvonis semua pasien yang meninggal di-covid-kan agar mendapatkan anggaran dari pemerintah. Saat itu Moeldoko menegaskan, harus ada tindakan serius agar isu yang menimbulkan keresahan masyarakat ini segera tertangani. ( rump dan Istri Positif Covid-19, Dikarantina di Gedung Putih )

"Sayangnya hingga kini Bareskrim Polri belum ada tanda tanda akan bergerak," kata Neta.

Dari pendataan IPW, keuntungan yang diperoleh, mafia rumah sakit dalam men-covid-kan orang jumlahnya tidak sedikit. Sebab biaya perawatan pasien infeksi virus corona bisa mencapai Rp290 juta.

"Jika mafia rumah sakit men-covid-kan puluhan atau ratusan orang, bisa dihitung berapa banyak uang negara yang mereka "rampok" di tengah pandemi COVID-19 ini," katanya.

Dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-275/MK 02/2020 tanggal 6 April 2020 yang memuat aturan serta besaran biaya perawatan pasien COVID-19, jika seorang pasien dirawat selama 14 hari, maka asumsinya pemerintah menanggung biaya sebesar Rp105 juta sebagai biaya paling rendah. Sedangkan untuk pasien komplikasi, pemerintah setidaaknya harus menanggung biaya Rp231 juta per orang.

"Angka yang tidak kecil ini membuat mafia rumah sakit bergerak untuk "merampok" anggaran tersebut. Tak heran banyak di medsos yang beredar kabar viral ada masyarakat yang diminta menandatangani bahwa anggota keluarganya kena COVID-19 dan diberi sejumlah uang oleh pihak rumah sakit, padahal sesungguhnya keluarga terkena penyakit lain. Selain itu, ada orang diperkirakan COVID-19 terus meninggal, padahal hasil tes belum keluar. Setelah hasilnya keluar, ternyata negatif," katanya.( )

Bagaimana pun, kata Neta, kejahatan baru di dunia medis ini patut dicermati. Kejahatan yang melibatkan oknum-oknum rumah sakit ini adalah sebuah korupsi baru terhadap anggaran negara. Semua pelakunya harus diseret ke pengadilan Tipikor.

"Jika Bareskrim Polri tidak peduli dengan kasus peng-covid-an orang oleh mafia rumah sakit ini, kejaksaan dan KPK harus segera turun tangan. Semua angka kematian COVID-19 harus dicermati. Agar jangan sampai musibah pandemi ini malah dimanfaatkan untuk menguntungkan para mafia rumah sakit yang ingin mencari keuntungan dari penderitaan masyarakat. Bareskrim Polri, kejaksaan, dan KPK perlu bekerja cepat menangkap para mafia rumah sakit dan segera menyeretnya ke Pengadilan Tipikor," katanya.
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1237 seconds (0.1#10.140)