Partai Ummat, Pertobatan Amien Rais di Masa Tua?

Jum'at, 02 Oktober 2020 - 15:30 WIB
loading...
Partai Ummat, Pertobatan...
Amien Rais. Foto/ist
A A A
JAKARTA - Amien Rais mempertegas ideologi politiknya: ke kanan. Tokoh reformasi ini naga-naganya sudah letih mengenakan baju nasional. Soalnya, Partai Amanat Nasional atau PAN gagal merangkul kaum nasionalis. Lagi pula, kini ia sudah terlempar dari partai yang ia dirikan itu.

Amien mendirikan partai baru, Partai Ummat. Partai ini berasaskan Islam Rahmatal Lil Alamin. Jika kita menengok perjalanan politik Amien, kita bisa bilang partai ini akan menjadi partai pertobatan bagi eks Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini. Lazimnya orang Jawa, makin tua memang makin mendekat kepada Sang Pencipta. Amien Rais kelahiran Surakarta, 26 April 1944. Usianya sudai 76 tahun. Sudah sepuh.

Lalu untuk apa dia bertobat? Pada saat reformasi, tokoh-tokoh politik Masyumi menggadang-gadang Amien Rais untuk memimpin partai Islam. Kala itu, mereka mendirikan Partai Bulan Bintang atau PBB. Mereka ingin menduetkan Amien Rais-Yusril Ihza Mahendra. Upaya ini gagal karena Amien menganggap ibarat baju, format PBB terlalu sesak buat dirinya.

PBB mengambil banyak aspirasi dari Masyumi dan kemudian belajar dari pengalaman-pengalaman Masyumi. Masyumi lahir dari ide besar yakni Isilamic modernization.

Kala itu, tokoh eks Masyumi kecewa berat. Padahal, semula Amien sendiri datang ke rumah tokoh Masyumi Anwar Harjono. Mereka bertangis-tangisan menyatakan siap berdampingan dengan Yusril memimpin PBB. Kala itu Yusril tengah berada di Banyuwangi, Jawa Timur.

Yudi Pramuko dalam buku “Sang Bintang Cemerlang” (1999) menceritakan dialog antara Yusril dengan Anwar Harjono, saat Yusril diberitahu tentang upaya para pendiri PBB untuk menyatukan Amien-Yusril.

“Saudara Yusril,” ujar Anwar Harjono serius, “Pak Amien Rais sudah datang dan perkembangan sudah mencapai 90%. Alhamdulillah, Pak Amien Rais menjadi Ketua, dan bagaimana kalau Saudara menjadi Sekretaris Jenderal Partai Bulan Bintang?”

Tanpa ragu-tagu Yusril menjawab, “Kalau semua orang menerima, Insya Allah saya terima.”

Semua tokoh Islam, dalam pertemuan yang dihadiri beberapa pimpinan organisasi Islam, menyatakan setuju dengan komposisi ideal itu. Ketua umum Amien Rais dan Sekjen Yusril.

Sayangnya, beberapa jam kemudian usai salat Jumat di masjid PP Muhammadiyah, Jalan Menteng Raya Jakarta, Amien membuat peryataan pers seraya mengatakan dirinya tidak sesuai duduk sebagai Ketua Umum Partai Bulan Bintang. Ibarat baju, format PBB terlalu sesak buat dirinya.

Kegagalan memadukan kedua tokoh, Amien-Yusril, sebagai “dwitunggal” mengecewakan tokoh-tokoh Masyumi. “Memang ada inti perbedaan di antara kami, saya ingin membentuk partai yang berasaskan Islam, sementara Pak Amien Rais ingin membentuk partai yang multiagama, multi-etnis,” ujar Yusril.

“Pak Amien Rais bilang PBB platform-nya kekecilan, ibarat baju sesak dipakai, memang saya katakan bahwa PBB ini partai tertutup, soalnya tidak ada di dunia ini partai yang sesungguhnya terbuka, semua partai itu aliran, kalau tidak ada aliran, orang tak membuat partai,” tambah Yusril mengomentari kegagalan tandem dirinya dengan Amien.

Selanjutnya, seperti kita tahu Amien mendirikan PAN dan menjadi ketua umum partai itu. Yusril memimpin PBB. PAN berhasil menempatkan wakil-wakilnya di DPRRI sampai sekarang. Sedangkan PBB gagal.

Kalkulasi Politik
Secara kalkulasi politik, langkah Amien Rais mendirikan Partai Ummat sungguh aneh. Soalnya, ia membidani partai Islam, di saat partai sejenis tengah terpuruk. Aneh bin ajaibnya keterpurukan partai Islam itu justru di saat hijrah tengah menjadi tren.

Pemilu 2019 adalah Pemilu paling sulit bagi partai Islam dan berbasis Islam. Tengok saja perolehan suara PKS, PBB, dan PPP, serta partai berbasis massa Islam seperti PKB dan PAN. Partai-partai ini hanya mengoleksi 29,05% suara. Ini adalah angka kecil bahkan terkecil dalam sejarah Pemilu di Indonesia.

Perolehan angka 29,05% itu adalah dari hasil penjumlahan perolehan suara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 7,21%, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 4,52%, Partai Bulan Bintang (PBB) 0,79%, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 9,69%, dan Partai Amanat Nasional (PAN) 6,84%.

Partai nasionalis justru mengantongi suara signifikan. Total suara partai nasionalis menguasai 70,95%.

Selama ini, pilihan politik pemeluk Islam menyebar dan terbanyak justru dijatuhkan ke parpol nasionalis. Dari data KPU, perolehan suara partai-partai Islam dan yang berbasis massa Islam terus menurun pasca reformasi.

Tren menurunnya suara partai Islam telah terjadi sejak lama. Pada Pemilu 1955 parpol Islam meraih suara 43,7%, lalu pada 1999 menurun drastis menjadi 36,8%. Meski sempat meningkat kembali pada Pemilu 2004 dengan presentase 38,1%, namun Pemilu 2009 turun tajam dengan hanya mendapat 29,16%.

Gap curam kembali terjadi pada Pemilu 2009. Jika keterpilihan gabungan parpol Islam 29,16% pada tahun itu, gabungan elektabilitas parpol nasionalis mencapai 70,84%. Nahasnya, Pemilu 2009 seolah menjadi “kuburan” bagi partai yang berideologi Islam. Dari enam partai politik berideologi Islam yang ikut serta dalam Pemilu--PKS, PPP, PBB, PKNU, PBR, dan PMB--hanya 2 partai yang lolos aturan parliamentary threshold 2,5%, yakni PKS dan PPP.

Peneliti LSI Denny JA, Ikram Masloman, menilai tren penurunan perolehan suara partai Islam seiring dengan terjadinya proses sekulerisasi politik. "Pemilih ini saleh secara agama dan ritual. Tapi secara politik, menurut mereka, agama tidak serta-merta sakral kemudian muslim memilih partai muslim," katanya suatu ketika.

Nah, di saat paceklik seperti itu Amien mengibarkan partai Islam, Partai Ummat. Kalau bukan untuk pertobatan, rasanya sulit berharap partai ini menjadi besar di kemudian hari.
(muh)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1084 seconds (0.1#10.140)