Fungsi Pengawasan Tak Berdaya, DPR Jadi Follower Setia Pemerintah

Jum'at, 02 Oktober 2020 - 14:52 WIB
loading...
Fungsi Pengawasan Tak...
Kompleks MPR/DPR RI. Foto/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memungkinkan lembaga legislatif itu memberikan sumbangsih bagi terlaksananya kebijakan pemerintah secara cepat dan tepat dalam masa pandemi Covid-19 saat ini. Sayang sekali, sejauh ini hasilnya tak berdampak efektif bagi penurunan angka penularan Covid 19. Sebaliknya terjadi tren penambahan kasus penularan baru dari hari ke hari.

Ini berarti kebijakan pemerintah untuk menekan laju penambahan kasus baru Covid-19 tidak berdampak. Dua tim khusus DPR yaitu Tim Satuan Tugas Lawan Covid 19 dan Tim Pengawas DPR RI terhadap Pelaksanaan Penanganan Bencana Pandemi Covid-19 untuk penanganan Covid 19 nampak sia-sia. Sebab hasil kerjanya tidak punya pengaruh, bahkan tak ada dalam rangka menangani pandemi.

"DPR harus menjadi yang pertama menyampaikan ke pemerintah apa yang terjadi dan bagaimana seharusnya pemerintah membuat kebijakan yang efektif demi mencapai tujuan mengatasi pandemi," kata peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Made Leo Wiratma, Jumat (2/10/2020).

(Baca: Formappi Menilai DPR Tak Anggap Serius Pandemi Covid-19)

Made melihat DPR sebagai lembaga tinggi negara dengan fungsi utama sebagai representasi rakyat juga nyaris tak berpengaruh dalam menentukan arah kehidupan berbangsa. Semua kendali utama kebijakan untuk memastikan keselamatan warga negara di hadapan pandemi ada pada pemerintah. DPR terlihat hanya pengikut, bukan lembaga yang menentukan dengan peran menjadi penyeimbang pemerintah.

"Satu contoh penting lain untuk menunjukkan betapa DPR cenderung tak berdaya di hadapan pemerintah ketika mereka juga mendukung pelaksanaan Pilkada dilanjutkan pada 9 Desember nanti. Keputusan DPR ini melawan masukan berbagai pihak yang menginginkan penundaan pilkada demi mencegah potensi penularan baru virus Covid-19," ujar dia.

"Sebagai wakil rakyat, DPR enggan membawa suara penolakan warga atas pelaksanaan Pilkada dan memilih untuk mendukung keinginan pemerintah," tambahnya.

(Baca: Indonesia Belum Memasuki Puncak Pandemi Covid-19)

Di sisi lain, jika DPR terus dengan posisinya sebagai “pendukung setia” pemerintah, maka sulit berharap bahwa aspirasi rakyat masih relevan untuk disampaikan melalui DPR. Dengan kata lain peran DPR sebagai perwakilan rakyat sudah terkooptasi oleh kepentingan politik DPR sendiri.

Ketika DPR tidak lagi mengemban amanat sebagai wakil rakyat, maka rakyat harus berjuang sendiri untuk memastikan kebijakan yang dihasilkan tak justru mencelakakan rakyat. Sebagai contoh ketika dua kali pemerintah memutuskan kenaikan iuran BPJS , DPR terlihat tak berdaya menolaknya.

"Sehingga rakyat harus berjuang sendiri melalui pengadilan dan akhirnya menang. Padahal BPJS itu nyata dibutuhkan rakyat dan kenaikan iurannya jelas memberatkan rakyat. Ketika DPR mengabaikan itu, maka rakyat menempuh jalan sendiri," tukasnya.

Ke depannya ujian akan segera datang ketika DPR dan Pemerintah mau mengesahkan RUU Cipta Kerja, apakah rakyat harus berjuang sendiri untuk memastikan RUU ini tak akan menjadi penindas rakyat?

"Masih ada 4 tahun tersisa sebelum akhir periode, DPR masih punya waktu untuk membuktikan seberapa mereka jujur sebagai wakil rakyat," pungkas Made.
(muh)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0922 seconds (0.1#10.140)