Putri Gus Dur Sebut PKI dan Komunisme Isu Musiman
loading...
A
A
A
JAKARTA - Koordinator Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid menilai isu Partai Komunis Indonesia ( PKI ) maupun komunisme adalah isu musiman. Alissa pun membeberkan sejumlah musim yang kerap muncul isu PKI ataupun komunisme itu.
"Jadi isu PKI komunisme ini munculnya musiman, musimannya itu musim pilkada dan pilpres, musim kontekstual, dan kemudian yang ketiga, musim Agustus September," ujarnya dalam acara Rilis Survei SMRC dan Webinar bertajuk Penilaian Publik terhadap Isu Kebangkitan PKI, Rabu (30/9/2020). (Baca juga: Survei SMRC: Hanya 14% Warga Percaya Ada Kebangkitan PKI di Indonesia)
Dia pun menyoroti hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang menyebut ada 14% warga yang percaya bahwa ada kebangkitan PKI di Indonesia saat ini. Temuan survei pada 23-26 September 2020 itu menunjukkan dalam empat tahun terakhir, sejak 2016, persentase warga yang percaya bahwa ada kebangkitan PKI hanyalah berkisar di angka 10-16%.
"Stabil itu artinya bisa kita bunyikan datanya sebagai bahwa ternyata ini propaganda yang tidak begitu laku ya. Nyatanya ya begitu-begitu aja nih. Munculnya ya sekitar bulan Agustus-September atau mendekati pilkada, atau stigma kepada kelompok-kelompok masyarakat terutama yang melakukan perlawanan apalagi itu terkait konflik agraria, konflik yang berkaitan dengan sengketa industri atau bisnis, dan lebih menukik lagi kalau keterkaitannya dengan aparat keamanan, baik kepolisian maupun TNI," tuturnya.
Dia mengaku menemukan beberapa pejuang dalam kasus konflik agraria atau sengketa industri distigma komunisme. Dia pun memberikan contoh salah satunya, seorang kiai di daerah Surokonto Wetan, Kendal, Jawa Tengah. (Baca juga: SMRC Sebut 46% Warga Anggap Kebangkitan PKI Dibesar-besarkan)
"Kiai yang membela petani setempat atas hak penggunaan tanah yang diklaim oleh Perhutani dan kemudian diperjualbelikan ke perusahaan semen, itu si kiai sudah masuk bui, dan sudah keluar, dan sekarang distigma sebagai bagian dari gerakan komunisme. Ini kan konyol sekali, dia seorang kiai tapi itu pun masih distigma seperti itu," papar putri Presiden RI Keempat Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini.
"Jadi isu PKI komunisme ini munculnya musiman, musimannya itu musim pilkada dan pilpres, musim kontekstual, dan kemudian yang ketiga, musim Agustus September," ujarnya dalam acara Rilis Survei SMRC dan Webinar bertajuk Penilaian Publik terhadap Isu Kebangkitan PKI, Rabu (30/9/2020). (Baca juga: Survei SMRC: Hanya 14% Warga Percaya Ada Kebangkitan PKI di Indonesia)
Dia pun menyoroti hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang menyebut ada 14% warga yang percaya bahwa ada kebangkitan PKI di Indonesia saat ini. Temuan survei pada 23-26 September 2020 itu menunjukkan dalam empat tahun terakhir, sejak 2016, persentase warga yang percaya bahwa ada kebangkitan PKI hanyalah berkisar di angka 10-16%.
"Stabil itu artinya bisa kita bunyikan datanya sebagai bahwa ternyata ini propaganda yang tidak begitu laku ya. Nyatanya ya begitu-begitu aja nih. Munculnya ya sekitar bulan Agustus-September atau mendekati pilkada, atau stigma kepada kelompok-kelompok masyarakat terutama yang melakukan perlawanan apalagi itu terkait konflik agraria, konflik yang berkaitan dengan sengketa industri atau bisnis, dan lebih menukik lagi kalau keterkaitannya dengan aparat keamanan, baik kepolisian maupun TNI," tuturnya.
Dia mengaku menemukan beberapa pejuang dalam kasus konflik agraria atau sengketa industri distigma komunisme. Dia pun memberikan contoh salah satunya, seorang kiai di daerah Surokonto Wetan, Kendal, Jawa Tengah. (Baca juga: SMRC Sebut 46% Warga Anggap Kebangkitan PKI Dibesar-besarkan)
"Kiai yang membela petani setempat atas hak penggunaan tanah yang diklaim oleh Perhutani dan kemudian diperjualbelikan ke perusahaan semen, itu si kiai sudah masuk bui, dan sudah keluar, dan sekarang distigma sebagai bagian dari gerakan komunisme. Ini kan konyol sekali, dia seorang kiai tapi itu pun masih distigma seperti itu," papar putri Presiden RI Keempat Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini.
(kri)