Klaster Ketenagakerjaan Tetap Masuk RUU Ciptaker, Buruh Ancam Demo Massal
loading...
A
A
A
JAKARTA - Meski mendapat banyak penolakan, kluster ketenegakerjaan akhirnya disepakati untuk tetap masuk dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) . Panitia Kerja RUU Ciptaker di Badan Legislasi (Baleg) DPR telah menyelesaikan pembahasan kluster yang ditolak banyak pihak, terutama kalangan buruh ini, kemarin.
Pembahasan kluster ketenagakerjaan dinyatakan selesai setelah Panja RUU Omnibus Law Ciptaker melakukan rapat selama tiga hari, yakni 25- 27 September. (Baca: Salat Dhuha, Bukan Sekedar Membuka Pintu Rezeki)
Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi mengatakan, pembahasan RUU akan dilanjutkan ke pembahasan kluster penyiaran. Setelah itu, lanjut dia, akan dilanjutkan dengan pembentukan tim perumus (timus).
Penolakan terhadap klaster ketenagakerjaan masuk RUU bukan hanya dilakukan kalangan buruh. Empat fraksi di Panja RUU Omnibus Law Ciptaker di Baleg juga telah meminta agar klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dari draf RUU. Fraksi yang meminta hal tersebut yakni Demokrat, NasDem, PAN, dan PKS.
Dengan selesainya pembahasan kluster ketenagakerjaan, maka pengesahan RUU kontroversial ini tinggal menunggu waktu. Potensi RUU disahkan atau ketuk palu pada 8 Oktober sebagaimana keinginan pemerintah makin mendekati kenyataan.
Baidowi menyebut setelah menyelesaikan pembahasan 6.652 daftar inventarisasi masalah (DIM) yang terdiri atas 3.172 DIM yang bersifat tetap dan 3.480 DIM yang harus diubah, kini RUU Ciptaker masuk ke pembahasan timus dan tim sinkronisasi (timsin) untuk kemudian diambil keputusan tingkat pertama. (Baca juga: Sekolah di Merangin Mulai Belajar Tatap Muka dengan Protokol Ketat)
Dalam timus dia menyebut masih bisa terjadi kemungkinan perdebatan. Misalnya, untuk ketentuan pesangon dalam kluster ketenagakerjaan, kesepakatannya jumlah pesangon tetap 32 kali gaji, tetapi formulasinya diubah yakni 23 kali ditanggung pengusaha dan 9 kalinya ditanggung pemerintah melalui mekanisme jaminan kehilangan pekerjaan.
Soal apakah RUU ini akan cepat ketuk palu , Sekretaris Fraksi PPP DPR ini mengatakan, itu tergantung pada tingkat kerumitan penyusunan di timus. Panja juga harus memanggil ahli bahasa supaya tidak ada salah tafsir ataupun kesalahan dalam pengetikan. Serta bagaimana sikap fraksi-fraksi di akhir nanti.
Baidowi membantah DPR dinilai kejar tayang dan ingin memenuhi target pemerintah. Menurutnya,, pengerjaan RUU Ciptaker juga mengikuti ketentuan waktu yang ditetapkan dalam rapat badan musyawarah (Bamus).
Sementara itu, sejumlah organisasi buruh di Jawa Barat mengancam bakal melakukan aksi mogok kerja selama tiga hari, yakni 6- 8 Oktober 2020 mendatang. Aksi mogok kerja akan dilakukan secara nasional guna memprotes RUU Omnibus Law Cipta Kerja. (Baca juga: Pneumonia Butuh Penanganan Serius)
Ketua Umum FSP TSK SPSI dan Presidium Aliansi Gekanas Roy Jinto mengatakan, aksi buruh sebagai tindak lanjut dari pembahasaan RUU Omnibus Law Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan 25 hingga 27 September 2020.
"Kami melihat bahwa DPR dan pemerintah melakukan pembahasan kejar tayang. Hari libur pun tetap dilakukan pembahasan sampai jam 23.00 malam. Pembahasan juga dilakukan di hotel mewah dan berpindah-pindah ini membuat kaum buruh sangat kecewa dan marah," beber ujar Roy kemarin.
Menurut dia, hasil kesepakatan panja dan pemerintah Klaster Ketenagakerjaan sangat merugikan buruh. Mengorbankan hak-hak buruh dengan disepakatinya penghapusan syarat jenis pekerjaan, batasan waktu PWKT/Kontrak, outsourcing atau alih daya. Hal ini akan mengakibatkan semua jenis pekerjaaan, jabatan tanpa ada batasan waktu. (Lihat videonya: Sepeda Kayu dari Limbah Pinus)
Serta menggunakan PKWT dan outsourcing, dikuranginya nilai pesangon, dihapuskannya Upah Minimum Sektor, cuti-cuti yang menjadi hak buruh dan dipermudahnya perusahaan melakukan PHK dan lainnya. (Kiswondari/Arif Budianto)
Pembahasan kluster ketenagakerjaan dinyatakan selesai setelah Panja RUU Omnibus Law Ciptaker melakukan rapat selama tiga hari, yakni 25- 27 September. (Baca: Salat Dhuha, Bukan Sekedar Membuka Pintu Rezeki)
Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi mengatakan, pembahasan RUU akan dilanjutkan ke pembahasan kluster penyiaran. Setelah itu, lanjut dia, akan dilanjutkan dengan pembentukan tim perumus (timus).
Penolakan terhadap klaster ketenagakerjaan masuk RUU bukan hanya dilakukan kalangan buruh. Empat fraksi di Panja RUU Omnibus Law Ciptaker di Baleg juga telah meminta agar klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dari draf RUU. Fraksi yang meminta hal tersebut yakni Demokrat, NasDem, PAN, dan PKS.
Dengan selesainya pembahasan kluster ketenagakerjaan, maka pengesahan RUU kontroversial ini tinggal menunggu waktu. Potensi RUU disahkan atau ketuk palu pada 8 Oktober sebagaimana keinginan pemerintah makin mendekati kenyataan.
Baidowi menyebut setelah menyelesaikan pembahasan 6.652 daftar inventarisasi masalah (DIM) yang terdiri atas 3.172 DIM yang bersifat tetap dan 3.480 DIM yang harus diubah, kini RUU Ciptaker masuk ke pembahasan timus dan tim sinkronisasi (timsin) untuk kemudian diambil keputusan tingkat pertama. (Baca juga: Sekolah di Merangin Mulai Belajar Tatap Muka dengan Protokol Ketat)
Dalam timus dia menyebut masih bisa terjadi kemungkinan perdebatan. Misalnya, untuk ketentuan pesangon dalam kluster ketenagakerjaan, kesepakatannya jumlah pesangon tetap 32 kali gaji, tetapi formulasinya diubah yakni 23 kali ditanggung pengusaha dan 9 kalinya ditanggung pemerintah melalui mekanisme jaminan kehilangan pekerjaan.
Soal apakah RUU ini akan cepat ketuk palu , Sekretaris Fraksi PPP DPR ini mengatakan, itu tergantung pada tingkat kerumitan penyusunan di timus. Panja juga harus memanggil ahli bahasa supaya tidak ada salah tafsir ataupun kesalahan dalam pengetikan. Serta bagaimana sikap fraksi-fraksi di akhir nanti.
Baidowi membantah DPR dinilai kejar tayang dan ingin memenuhi target pemerintah. Menurutnya,, pengerjaan RUU Ciptaker juga mengikuti ketentuan waktu yang ditetapkan dalam rapat badan musyawarah (Bamus).
Sementara itu, sejumlah organisasi buruh di Jawa Barat mengancam bakal melakukan aksi mogok kerja selama tiga hari, yakni 6- 8 Oktober 2020 mendatang. Aksi mogok kerja akan dilakukan secara nasional guna memprotes RUU Omnibus Law Cipta Kerja. (Baca juga: Pneumonia Butuh Penanganan Serius)
Ketua Umum FSP TSK SPSI dan Presidium Aliansi Gekanas Roy Jinto mengatakan, aksi buruh sebagai tindak lanjut dari pembahasaan RUU Omnibus Law Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan 25 hingga 27 September 2020.
"Kami melihat bahwa DPR dan pemerintah melakukan pembahasan kejar tayang. Hari libur pun tetap dilakukan pembahasan sampai jam 23.00 malam. Pembahasan juga dilakukan di hotel mewah dan berpindah-pindah ini membuat kaum buruh sangat kecewa dan marah," beber ujar Roy kemarin.
Menurut dia, hasil kesepakatan panja dan pemerintah Klaster Ketenagakerjaan sangat merugikan buruh. Mengorbankan hak-hak buruh dengan disepakatinya penghapusan syarat jenis pekerjaan, batasan waktu PWKT/Kontrak, outsourcing atau alih daya. Hal ini akan mengakibatkan semua jenis pekerjaaan, jabatan tanpa ada batasan waktu. (Lihat videonya: Sepeda Kayu dari Limbah Pinus)
Serta menggunakan PKWT dan outsourcing, dikuranginya nilai pesangon, dihapuskannya Upah Minimum Sektor, cuti-cuti yang menjadi hak buruh dan dipermudahnya perusahaan melakukan PHK dan lainnya. (Kiswondari/Arif Budianto)
(ysw)