Korban Pidana Butuh Perlindungan, Biar Tak Jatuh Tertimpa Tangga Pula

Jum'at, 25 September 2020 - 07:01 WIB
loading...
Korban Pidana Butuh...
Foto: dok/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Ketimpangan pemenuhan layanan kesehatan masih banyak menimpa korban tindak pidana. Acap kali mereka tidak bisa mengakses layanan kesehatan, bahkan dengan menggunakan BPJS Kesehatan .

Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Pepatah ini layak untuk menggambarkan nasib Muhammad Awan Saktiyanto (21) mahasiswa sebuah perguruan tinggi di Yogyakarta, asal Karawang, Jawa Barat. Pada November 2019 dia menjadi korban pembacokan klitih (aksi kekerasan jalanan) di Jalan Kenari, Umbulharjo, Kota Yogyakarta. (Baca:Siapa yang Berhak Memandikan Jenazah Perempuan?)

Tagihan biaya operasi dan perawatan intensif di RSUP dr Sardjito Yogyakarta lebih dari Rp56 juta. Pihak keluarga kesulitan membayar biaya tersebut karena tidak bisa menggunakan layanan BPJS Kesehatan . Keluarga lantas menggunakan uang pribadi Rp15 juta.

Selain itu, kakak Awan, Muhammad Latif Rezza lantas menggalang donasi melalui media sosial. Rezza sempat mendatangi kantor LPSK untuk mengajukan permohonan bantuan, tapi LPSK menyatakan, untuk pemberian bantuan akan diberikan setelah ada putusan pengadilan terhadap pelaku tindak pidananya.

Nasib tak jauh beda juga dialami oleh Muhammad Khoirul Rizal (14) santri sekaligus warga Gedawang, Banyumanik, Semarang, Jawa Tengah. Juli 2020 Rizal menjadi korban penganiayaan gengster Sukun Stress yang dirawat di Rumah Sakit Nasional Diponegoro (RSND) Semarang. (Baca juga: Zulkifkli Hasan Tunjuk Pasha Ungu Jadi ketua DPP PAN)

Keluarga kesulitan membayar biaya operasi dan perawatan sebesar Rp45 juta karena tidak bisa menggunakan layanan BPJS Kesehatan . Warga Semarang kemudian berinisiatif mengumpulkan donasi/sumbangan hingga terkumpul Rp41 juta yang diserahkan ke ayah Rizal, Mujiono untuk melunasi biaya rumah sakit.

Mei 2020, Yudha (16) warga Kota Padang, Sumatera Barat, dibacok komplotan begal. Yudha menjalani operasi dan dirawat beberapa hari di rumah sakit, tapi akhirnya meninggal dunia. Pihak keluarga tidak bisa menggunakan layanan BPJS Kesehatan. Total biaya yang harus dibayar keluarga adalah Rp82 juta.

Sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) sempat membantu pembayaran Rp5 juta ke pihak rumah sakit, sehingga keluarga masih berhutang Rp77 juta dengan jaminan KTP. Keluarga melalui LSM tersebut lantas membuka donasi untuk pelunasan.

“Dalam pemantauan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) memang banyak terjadi kasus diskriminasi pemberian layanan kesehatan bagi korban tindak pidana umum maupun khusus setelah berlakunya ketentuan Pasal 52 ayat (1) huruf r Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82/2018,” ujar anggota ORI Ninik Rahayu saat berbincang dengan Koran SINDO. (Baca juga:Penting Deteksi Dini dan Kenalli Gejala Pikun)

Secara prinsip pun, kata Ninik, setiap warga negara berhak menggunakan layanan BPJS Kesehatan ketika masuk ke rumah sakit. Tapi, dengan Pasal 52 ayat (1) huruf r itu semua pemenuhan layanan kesehatan bagi korban tindak pidana penyiksaan, penyiksaan berat, dan kekerasan seksual diserahkan sepenuhnya ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1847 seconds (0.1#10.140)