Ini Pertimbangan Proposal Perdamaian PT Prakarsa Semesta Alam Ditolak
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemilik apartemen Essence Darmawangsa mengajukan penolakan terhadap proposal perdamaian yang telah diberikan oleh pihak PT Prakarsa Semesta Alam (PSA). Sikap tersebut disampaikan karena proposal perdamaian yang diajukan tidak didukung dengan bukti dan data memadai seperti laporan keuangan perusahaan, daftar aset-aset perusahaan, profil dan/atau calon investor untuk merealisasikan rencana perdamaian.
(Baca juga: Novel Baswedan-Alexander Marwata Silang Pendapat dalam Sidang Uji UU KPK)
Hal tersebut disampaikan Ardhiyasa selaku kuasa hukum dari Mahesa Mahardika yang menjadi pemilik empat unit apartemen. Ia mengatakan, sejak 2017 pihaknya sudah membayar unit apartemen tersebut secara lunas.
(Baca juga: Jaksa Pinangki Didakwa Terima USD500 Ribu dari Djoko Tjandra)
"Bahwa Klien kami telah menunggu hampir 3 tahun untuk mendapatkan sertifikat kepemilikan dan tidak mengetahui perkembangan atas penerbitan sertifikat kepemilikan tersebut, sehingga kami menolak dengan tegas apabila diminta menunggu 5 tahun lagi," kata Ardhiyasa dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (25/9/2020).
Ardhiyasa menjelaskan, salah satu klausul isi dari proposal perdamaian yang telah disodorkan itu terkait rencana pihak PSA untuk mengurus dan menyerahkan sertifikat kepemilikan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak pengesahan proposal perdamaian (homologasi).
Hal sama juga disampaikan Martin Patrick Nagel dari FKNK Law Firm dan Abraham Devrian dari MSA Law Firm yang juga menjadi kuasa hukum dari pemilik unit apartemen yang lain.
Abraham mengatakan, keberatan lainnya kepada pihak PSA terkait masa berlaku Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas kawasan Darmawangsa Essence akan berakhir pada tahun 2025.
"Apabila penyerahan sertifikat kepemilikan unit apartemen pada 2025 maka terdapat potensi timbulnya permasalahan lain di kemudian hari," ucap Abraham.
Sementara, dalam sengketa hukum ini, Martin meminta dan mendesak agar pihak PSA memperbaiki isi proposal perdamaian. Ini diperlukan, kata dia, untuk mengakomodir permintaan pihak pemilik unit apartemen.
Dalam desakannya, Martin menyampaikan bahwa kliennya telah melunasi pembayaran dan meminta pihak PSA agar segera melakukan penandatanganan Akta Jual Beli atas unit serta menyerahkan Sertifikat Satuan Rumah Susun, paling lambat 1 tahun setelah pengesahan rencana perdamaian (homologasi).
Selanjutnya Abraham menyampaikan, mengingat penundaan penandatanganan Akta Jual Beli bukan karena kesalahan pihaknya, dia meminta pihak PSA untuk menanggung seluruh biaya-biaya yang timbul untuk penandatanganan Akta Jual Beli dan pengurusan Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun.
"Di dalamnya tidak terbatas pada Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), biaya notaris dan/atau PPAT, biaya pemecahan sertifikat (apabila ada), dan biaya lainnya," jelas Abraham.
Selain itu lagi, pihak Mahesa meminta kepada PSA agar segera melakukan serah terima Unit ET1-0905 dan ET1-1205 kepada paling lambat 7 hari setelah homologasi. "Harapan kami tentunya pihak PSA dapat mengakomodirnya dalam revisi proposal perdamaian yang diajukan dalam rapat kreditur berikutnya," ungkapnya.
(Baca juga: Novel Baswedan-Alexander Marwata Silang Pendapat dalam Sidang Uji UU KPK)
Hal tersebut disampaikan Ardhiyasa selaku kuasa hukum dari Mahesa Mahardika yang menjadi pemilik empat unit apartemen. Ia mengatakan, sejak 2017 pihaknya sudah membayar unit apartemen tersebut secara lunas.
(Baca juga: Jaksa Pinangki Didakwa Terima USD500 Ribu dari Djoko Tjandra)
"Bahwa Klien kami telah menunggu hampir 3 tahun untuk mendapatkan sertifikat kepemilikan dan tidak mengetahui perkembangan atas penerbitan sertifikat kepemilikan tersebut, sehingga kami menolak dengan tegas apabila diminta menunggu 5 tahun lagi," kata Ardhiyasa dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (25/9/2020).
Ardhiyasa menjelaskan, salah satu klausul isi dari proposal perdamaian yang telah disodorkan itu terkait rencana pihak PSA untuk mengurus dan menyerahkan sertifikat kepemilikan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak pengesahan proposal perdamaian (homologasi).
Hal sama juga disampaikan Martin Patrick Nagel dari FKNK Law Firm dan Abraham Devrian dari MSA Law Firm yang juga menjadi kuasa hukum dari pemilik unit apartemen yang lain.
Abraham mengatakan, keberatan lainnya kepada pihak PSA terkait masa berlaku Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas kawasan Darmawangsa Essence akan berakhir pada tahun 2025.
"Apabila penyerahan sertifikat kepemilikan unit apartemen pada 2025 maka terdapat potensi timbulnya permasalahan lain di kemudian hari," ucap Abraham.
Sementara, dalam sengketa hukum ini, Martin meminta dan mendesak agar pihak PSA memperbaiki isi proposal perdamaian. Ini diperlukan, kata dia, untuk mengakomodir permintaan pihak pemilik unit apartemen.
Dalam desakannya, Martin menyampaikan bahwa kliennya telah melunasi pembayaran dan meminta pihak PSA agar segera melakukan penandatanganan Akta Jual Beli atas unit serta menyerahkan Sertifikat Satuan Rumah Susun, paling lambat 1 tahun setelah pengesahan rencana perdamaian (homologasi).
Selanjutnya Abraham menyampaikan, mengingat penundaan penandatanganan Akta Jual Beli bukan karena kesalahan pihaknya, dia meminta pihak PSA untuk menanggung seluruh biaya-biaya yang timbul untuk penandatanganan Akta Jual Beli dan pengurusan Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun.
"Di dalamnya tidak terbatas pada Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), biaya notaris dan/atau PPAT, biaya pemecahan sertifikat (apabila ada), dan biaya lainnya," jelas Abraham.
Selain itu lagi, pihak Mahesa meminta kepada PSA agar segera melakukan serah terima Unit ET1-0905 dan ET1-1205 kepada paling lambat 7 hari setelah homologasi. "Harapan kami tentunya pihak PSA dapat mengakomodirnya dalam revisi proposal perdamaian yang diajukan dalam rapat kreditur berikutnya," ungkapnya.
(maf)