Mencegah Depresi pada Ekonomi Kita

Rabu, 23 September 2020 - 06:05 WIB
loading...
A A A
Dari prediksi Gita Gopinath tersebut maka keadaan resesi akan berubah menjadi depresi ekonomi, yakni, sebuah kondisi dimana resesi berlangsung melebihi 18 bulan yang menyebabkan tingkat pengangguran melonjak dengan penurunan PDB (produk domestik bruto) yang tajam sehingga berdampak pada perdagangan global. Sebagai konsekuensinya adalah jumlah kemiskinan yang melonjak. Organisasi buruh internasional (ILO) memperkirakan kemiskinan global tahun ini kembali menyentuh Sembilan digit.

Bagaimana dengan Indonesia?
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal ketiga 2020 berada di kisaran minus 1% - 2%. Pada kuartal kedua 2020 yang sudah dipastikan minus 5.32%, tetapi ada sektor-sektor yang masih mengalami positif yaitu sektor pertanian, informasi dan komunikasi, serta pengadaan air.

Pada tahun 2021 pemerintah memprediksi ekonomi akan kembali tumbuh pada kisaran 4,5% - 5,5%. Namun hal ini sangat tergantung pada pengendalian pandemi Covid-19 dengan proses vaksinasi untuk seluruh penduduk. Jadi, prediksi ini masih tidak pasti karena menggantungkan pada variabel lain yakni, ketersediaan vaksin. Dalam situasi atas ketidakpastian ini, penting bagi pemerintah untuk menjaga agar resesi tidak menjelma menjadi depresi ekonomi. Maka beberapa langkah yang bisa diusulkan adalah: pertama, penanggulangan wabah Covid-19 perlu diutamakan terlebih dahulu untuk mencegah supaya penyebarannya bisa diminimalkan. Jadi akar permasalahannya adalah di pengendalian pandemi Covid-19. Indonesia akan terancam depresi jika persoalan pandemi Covid-19 tidak segera selesai. Sambil menunggu datangnya vaksin, stimulus fiskal akan lebih baik jika diarahkan untuk menangani kesehatan, sehingga tidak terjadi lonjakan kasus-kasus baru yang membuat pemerintah tidak sanggup menanganinya, baik dari sisi keuangan, jumlah peralatan maupun tenaga kesehatan.

Kedua, prediksi pemerintah pada tahun 2021 bahwa akan terjadi pertumbuhan positif harus benar terealisasi. Oleh sebab itu, piranti fiskal maupun moneter harus digunakan untuk melakukan economic survival, sampai pada proses vaksinasi yang dimulai pada awal tahun 2021. Kegiatan ekonomi secara terbatas dengan mengikuti protokol kesehatan secara ketat perlu tetap dilakukan. Oleh sebab itu, pemerintah dirasa penting menjalin komunikasi dan kerjasama dengan para asosiasi usaha, kelompok profesi, serikat buruh, himpunan nelayan dan petani dalam menghadapi potensi turunnya ekonomi. Sektor-sektor ekonomi yang masih positif seperti pertanian (produksi pangan), energi, serta informasi dan telekomunikasi dijaga sedemikian rupa sehingga tetap berjalan normal. Ada tiga usulan dari Ikatan sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) dalam mendukung sektor-sektor usaha sehingga kebutuhan hidup tetap terpenuhi di tengah pandemi, yakni: (i) mengusahakan proses digitalisasi khususnya bagi sektor UMKM, sehingga proses distribusi dan konsumsi bisa dilaksanakan dengan persentuhan terbatas; (ii) membangun ekonomi dari daerah yang tidak terpapar penyebaran Covid-19; (iii) Membangun ekonomi kreatif.

Ketiga, dana pemulihan ekonomi nasional yang sudah direncanakan untuk demand side agar diperbanyak lagi dan disegerakan realisasinya, baik untuk sektor informal maupun UMKM sehingga perekonomian level menengah ke bawah tetap berjalan. Hampir 60% PDB dikontribusikan dari UMKM, sehingga mampu menciptakan efek domino dari hulu ke hilir.

Kita semua berusaha mencegah agar resesi tidak berubah menjadi depresi. Dampak yang ditimbulkannya akan sangat besar. Untuk itu, penanganan pandemi Covid-19 harus paralel dengan dampak ekonomi yang ditimbulkannya.
(ras)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0661 seconds (0.1#10.140)