Giliran Muhammadiyah Minta Pilkada Serentak 2020 Ditunda
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengimbau Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk segera membahas secara khusus dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), DPR, dan instansi terkait agar Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada) Serentak 2020 ditinjau kembali jadwal pelaksanaannya maupun aturan kampanye yang melibatkan kerumunan massa.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, di tengah pandemi Covid-19 dan demi keselamatan bangsa serta menjamin pelaksanaan yang berkualitas, KPU hendaknya mempertimbangkan dengan seksama agar Pilkada 2020 ditunda pelaksanaannya sampai keadaan memungkinkan. "Keselamatan masyarakat jauh lebih utama dibandingkan dengan pelaksanaan Pemilukada yang berpotensi menjadi klaster penularan Covid-19," ungkap Haedar Nashir melalui keterangan tertulis, Senin (21/9/2020). (Baca juga: Darurat Covid-19, PBNU Minta Pilkada Serentak Ditunda)
Desakan untuk menunda pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 tersebut menjadi salah satu poin penting dalam penanganan Pandemi Covid-19. Haedar Nashir mengarakan, sudah lebih dari enam bulan, bangsa Indonesia hidup dalam ancaman pandemi Covid-19 yang oleh Pemerintah telah ditetapkan sebagai bencana non-alam. Selama lebih dari satu semester, pandemi Covid-19 menimbulkan masalah kesehatan, ekonomi, sosial-budaya, mental-spiritual, politik, dan sebagainya. (Baca juga: Pandemi Corona, Komnas HAM Keluarkan Rekomendasi agar Pilkada Ditunda)
"Pandemi Covid-19 juga menimbulkan masalah kemanusiaan yang sangat serius. Jumlah korban meninggal dunia maupun yang masih dalam perawatan terus meningkat, termasuk dari kalangan tenaga kesehatan sebagai salah satu garda terdepan sekaligus benteng terakhir penanganan Covid-19. Pimpinan Pusat Muhammadiyah sangat prihatin dan khawatir dengan keadaan tersebut," paparnya. (Baca juga: Pandemi Corona, KAMI Berharap Pilkada Ditunda Sampai Batas Waktu Aman)
PP Muhammadiyah menilai pemerintah pusat dan pemerintah daerah telah bekerja keras menangani pandemi Covid-19. Meski demikian, kerja dan kinerja Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah beserta seluruh jajaran belum menunjukkan hasil yang maksimal. Selain karena kompleksitas masalah, kerja dan kinerja pemerintah perlu ditingkatkan dan diperbaiki, terutama terkait dengan koordinasi antar instansi dan komunikasi publik. Lemahnya koordinasi dan komunikasi menimbulkan kegaduhan politik yang trivial dan kontraproduktif. (Baca juga: Mahfud MD Kembali Tegaskan Pemerintah Tak Akan Menunda Pilkada 2020)
Selain meminta penundaan pilkada, poin penting lainnya yang menjadi catatan PP Muhammadiyah antara lain, meminta kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengevaluasi secara menyeluruh penanganan Covid-19 dan jika diperlukan dapat mengambil alih dan memimpin langsung agar lebih efektif, terarah, dan maksimal. "Kehadiran Presiden sangat diperlukan di tengah gejala lemahnya kinerja dan sinergi antar kementerian. Presiden perlu mengevaluasi para menteri agar meningkatkan performa dan profesionalitas kerja sehingga tidak menimbulkan liabilitas pemerintahan dan menurunkan kepercayaan masyarakat kepada Pemerintah, khususnya kepada presiden," katanya.
Menurutnya, perlu kebijakan yang tegas dan menyeluruh dalam penanganan Covid-19 secara nasional agar keadaan terkendali. Selain itu, niscaya diutamakan bahwa penyelamatan jiwa manusia merupakan sesuatu yang terpenting dari lainnya sebagaimana perintah konstitusi agar pemerintah negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
PP Muhammadiyah juga meminta kepada kepada para elit politik baik dari jajaran partai politik maupun masyarakat agar tidak memanfaatkan pandemi Covid-19 sebagai komoditas politik kekuasaan pribadi atau kelompok. "Dalam situasi pandemi Covid-19 yang semakin memprihatinkan seyogyanya para elit menunjukkan sikap kenegarawanan dengan kearifan menahan diri dari polemik politik yang tidak substantif," urainya.
Di sisi lain, kata Haedar, para menteri tidak seharusnya membuat kebijakan yang kontroversial dan tidak terkait langsung dengan hajat hidup masyarakat. "Pejabat tinggi negara tidak menyampaikan pernyataan-pernyataan yang meresahkan, termasuk yang cenderung merendahkan kualitas dan keberadaan tenaga kesehatan Indonesia yang telah berjuang keras dengan pertaruhan jiwa-raga dalam menangani Covid-19," katanya.
PP Muhammadiyah juga meminta kepada DPR agar menunda pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) yang berpotensi menimbulkan kegaduhan termasuk RUU Omnibus Law atau Cipta Kerja. "DPR hendaknya lebih fokus pada pelaksanaan fungsi pengawasan agar penggunaan dana penanganan pandemi Covid-19 dipergunakan dengan baik, benar, dan dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat, khususnya rakyat kecil yang paling terdampak oleh pandemi Covid-19," katanya.
Haedar Nadhir menambahkan, sudah saatnya anggota DPR dan elite politik lainnya menunjukkan tanggung jawab dan moral politik yang luhur dalam menangani Covid-19 dan penyelesaian masalah bangsa yang bersifat mendesak dan darurat.
Di sisi lain, pihaknya juga mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk lebih disiplin mematuhi protokol kesehatan terhadap Covid-19 yang ditetapkan Pemerintah, serta membangun budaya hidup sehat dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, tempat ibadah, instansi kerja, dan sebagainya. "Seluruh masyarakat hendaknya menjaga persatuan dan kerukunan dengan tidak memproduksi dan menyebarkan informasi hoaks dan provokatif melalui media apapun, khususnya media sosial," katanya.
Haedar mengatakan, diperlukan sikap saling peduli dan berbagi dari masyarakat, terutama terhadap saudara-saudara yang terkonfirmasi positif dan keluarga korban Covid-19 sebagai wujud ta’awun dan gotongroyong yang menjadi karakter bangsa Indonesia. Termasuk meminta kepada seluruh umat beragama, khususnya umat Islam, agar senantiasa memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar pandemi Covid-19 segera berakhir. "Para tokoh agama perlu terus memandu umat agar menjaga persatuan dan menjaga tempat ibadah sehingga terbebas dan tidak menjadi klaster Covid-19," tuturnya.
Bersama dengan itu, para tokoh dan organisasi keagamaan dapat menjadi suri teladan dan arif bijaksana dalam menghadapi masalah-masalah bangsa dengan memberikan solusi dalam semangat kebersamaan dan spiritualitas yang utama.
Selain itu, juga mengimbau kepada warga Persyarikatan Muhammadiyah di semua tingkatan dan amal usaha agar mematuhi pedoman dan instruksi Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam kaitannya dengan ibadah, kegiatan pendidikan, sosial, aktivitas publik lainnya. Warga Persyarikatan hendaknya menjadi teladan dan pelopor bagi masyarakat dalam membantu, melayani, dan melindungi masyarakat dari pandemi Covid-19 dengan penggalangan dana, peningkatan layanan kesehatan, dan bantuan sosial lainnya.
"Perhatian mesti difokuskan pada penanganan Covid-19 dan usaha-usaha atau kegiatan-kegiatan produktif dalam memajukan Persyarikatan, umat, dan bangsa sebagai wujud dakwah dan tajdid yang menjadi misi utama Muhammadiyah. Semoga bangsa Indonesia dapat mengatasi masalah pandemi Covid-19 dan senantiasa dalam lindungan Allah SWT," pungkasnya.
Sebelumnya, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) juga mengeluarkan sikap tegas terkait pelaksanaan Pilkada Serentak 2020. Melalui pernyataan resminya, Minggu (20/9/2020), Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj meminta kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), Pemerintah dan DPR untuk menunda pelaksanaan tahapan Pilkada Serentak 2020 hingga tahap darurat kesehatan terlewati. "Pelaksanaan Pilkada, sungguh pun dengan protokol kesehatan yang diperketat, sulit terhindar dari konsentrasi orang dalam jumlah banyak dalam seluruh tahapannya," ujar Said Aqil.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, di tengah pandemi Covid-19 dan demi keselamatan bangsa serta menjamin pelaksanaan yang berkualitas, KPU hendaknya mempertimbangkan dengan seksama agar Pilkada 2020 ditunda pelaksanaannya sampai keadaan memungkinkan. "Keselamatan masyarakat jauh lebih utama dibandingkan dengan pelaksanaan Pemilukada yang berpotensi menjadi klaster penularan Covid-19," ungkap Haedar Nashir melalui keterangan tertulis, Senin (21/9/2020). (Baca juga: Darurat Covid-19, PBNU Minta Pilkada Serentak Ditunda)
Desakan untuk menunda pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 tersebut menjadi salah satu poin penting dalam penanganan Pandemi Covid-19. Haedar Nashir mengarakan, sudah lebih dari enam bulan, bangsa Indonesia hidup dalam ancaman pandemi Covid-19 yang oleh Pemerintah telah ditetapkan sebagai bencana non-alam. Selama lebih dari satu semester, pandemi Covid-19 menimbulkan masalah kesehatan, ekonomi, sosial-budaya, mental-spiritual, politik, dan sebagainya. (Baca juga: Pandemi Corona, Komnas HAM Keluarkan Rekomendasi agar Pilkada Ditunda)
"Pandemi Covid-19 juga menimbulkan masalah kemanusiaan yang sangat serius. Jumlah korban meninggal dunia maupun yang masih dalam perawatan terus meningkat, termasuk dari kalangan tenaga kesehatan sebagai salah satu garda terdepan sekaligus benteng terakhir penanganan Covid-19. Pimpinan Pusat Muhammadiyah sangat prihatin dan khawatir dengan keadaan tersebut," paparnya. (Baca juga: Pandemi Corona, KAMI Berharap Pilkada Ditunda Sampai Batas Waktu Aman)
PP Muhammadiyah menilai pemerintah pusat dan pemerintah daerah telah bekerja keras menangani pandemi Covid-19. Meski demikian, kerja dan kinerja Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah beserta seluruh jajaran belum menunjukkan hasil yang maksimal. Selain karena kompleksitas masalah, kerja dan kinerja pemerintah perlu ditingkatkan dan diperbaiki, terutama terkait dengan koordinasi antar instansi dan komunikasi publik. Lemahnya koordinasi dan komunikasi menimbulkan kegaduhan politik yang trivial dan kontraproduktif. (Baca juga: Mahfud MD Kembali Tegaskan Pemerintah Tak Akan Menunda Pilkada 2020)
Selain meminta penundaan pilkada, poin penting lainnya yang menjadi catatan PP Muhammadiyah antara lain, meminta kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengevaluasi secara menyeluruh penanganan Covid-19 dan jika diperlukan dapat mengambil alih dan memimpin langsung agar lebih efektif, terarah, dan maksimal. "Kehadiran Presiden sangat diperlukan di tengah gejala lemahnya kinerja dan sinergi antar kementerian. Presiden perlu mengevaluasi para menteri agar meningkatkan performa dan profesionalitas kerja sehingga tidak menimbulkan liabilitas pemerintahan dan menurunkan kepercayaan masyarakat kepada Pemerintah, khususnya kepada presiden," katanya.
Menurutnya, perlu kebijakan yang tegas dan menyeluruh dalam penanganan Covid-19 secara nasional agar keadaan terkendali. Selain itu, niscaya diutamakan bahwa penyelamatan jiwa manusia merupakan sesuatu yang terpenting dari lainnya sebagaimana perintah konstitusi agar pemerintah negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
PP Muhammadiyah juga meminta kepada kepada para elit politik baik dari jajaran partai politik maupun masyarakat agar tidak memanfaatkan pandemi Covid-19 sebagai komoditas politik kekuasaan pribadi atau kelompok. "Dalam situasi pandemi Covid-19 yang semakin memprihatinkan seyogyanya para elit menunjukkan sikap kenegarawanan dengan kearifan menahan diri dari polemik politik yang tidak substantif," urainya.
Di sisi lain, kata Haedar, para menteri tidak seharusnya membuat kebijakan yang kontroversial dan tidak terkait langsung dengan hajat hidup masyarakat. "Pejabat tinggi negara tidak menyampaikan pernyataan-pernyataan yang meresahkan, termasuk yang cenderung merendahkan kualitas dan keberadaan tenaga kesehatan Indonesia yang telah berjuang keras dengan pertaruhan jiwa-raga dalam menangani Covid-19," katanya.
PP Muhammadiyah juga meminta kepada DPR agar menunda pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) yang berpotensi menimbulkan kegaduhan termasuk RUU Omnibus Law atau Cipta Kerja. "DPR hendaknya lebih fokus pada pelaksanaan fungsi pengawasan agar penggunaan dana penanganan pandemi Covid-19 dipergunakan dengan baik, benar, dan dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat, khususnya rakyat kecil yang paling terdampak oleh pandemi Covid-19," katanya.
Haedar Nadhir menambahkan, sudah saatnya anggota DPR dan elite politik lainnya menunjukkan tanggung jawab dan moral politik yang luhur dalam menangani Covid-19 dan penyelesaian masalah bangsa yang bersifat mendesak dan darurat.
Di sisi lain, pihaknya juga mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk lebih disiplin mematuhi protokol kesehatan terhadap Covid-19 yang ditetapkan Pemerintah, serta membangun budaya hidup sehat dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, tempat ibadah, instansi kerja, dan sebagainya. "Seluruh masyarakat hendaknya menjaga persatuan dan kerukunan dengan tidak memproduksi dan menyebarkan informasi hoaks dan provokatif melalui media apapun, khususnya media sosial," katanya.
Haedar mengatakan, diperlukan sikap saling peduli dan berbagi dari masyarakat, terutama terhadap saudara-saudara yang terkonfirmasi positif dan keluarga korban Covid-19 sebagai wujud ta’awun dan gotongroyong yang menjadi karakter bangsa Indonesia. Termasuk meminta kepada seluruh umat beragama, khususnya umat Islam, agar senantiasa memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar pandemi Covid-19 segera berakhir. "Para tokoh agama perlu terus memandu umat agar menjaga persatuan dan menjaga tempat ibadah sehingga terbebas dan tidak menjadi klaster Covid-19," tuturnya.
Bersama dengan itu, para tokoh dan organisasi keagamaan dapat menjadi suri teladan dan arif bijaksana dalam menghadapi masalah-masalah bangsa dengan memberikan solusi dalam semangat kebersamaan dan spiritualitas yang utama.
Selain itu, juga mengimbau kepada warga Persyarikatan Muhammadiyah di semua tingkatan dan amal usaha agar mematuhi pedoman dan instruksi Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam kaitannya dengan ibadah, kegiatan pendidikan, sosial, aktivitas publik lainnya. Warga Persyarikatan hendaknya menjadi teladan dan pelopor bagi masyarakat dalam membantu, melayani, dan melindungi masyarakat dari pandemi Covid-19 dengan penggalangan dana, peningkatan layanan kesehatan, dan bantuan sosial lainnya.
"Perhatian mesti difokuskan pada penanganan Covid-19 dan usaha-usaha atau kegiatan-kegiatan produktif dalam memajukan Persyarikatan, umat, dan bangsa sebagai wujud dakwah dan tajdid yang menjadi misi utama Muhammadiyah. Semoga bangsa Indonesia dapat mengatasi masalah pandemi Covid-19 dan senantiasa dalam lindungan Allah SWT," pungkasnya.
Sebelumnya, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) juga mengeluarkan sikap tegas terkait pelaksanaan Pilkada Serentak 2020. Melalui pernyataan resminya, Minggu (20/9/2020), Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj meminta kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), Pemerintah dan DPR untuk menunda pelaksanaan tahapan Pilkada Serentak 2020 hingga tahap darurat kesehatan terlewati. "Pelaksanaan Pilkada, sungguh pun dengan protokol kesehatan yang diperketat, sulit terhindar dari konsentrasi orang dalam jumlah banyak dalam seluruh tahapannya," ujar Said Aqil.
(cip)