Tunda Proses Hukum Calon Kepala Daerah, Kejagung Dinilai Tak Salahi Aturan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Instruksi Jaksa Agung RI Nomor 9 Tahun 2019 tentang Optimalisasi Peran Kejaksaan RI dalam Mendukung dan Menyukseskan Penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 dinilai tidak menyalahi aturan. Sikap Kejaksaan Agung ( Kejagung ) yang akan menunda proses hukum terhadap pasangan calon kepala daerah di Pilkada 2020 hingga terdapat penetapan kepala daerah terpilih dinilai tepat.
Guru Besar Hukum Tata Negara Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Prof Juanda pun mendukung kebijakan tersebut supaya tidak mengganggu proses berjalannya pilkada dan proses hukum dari para kandidat jika mempunyai permasalahan hukum untuk ditunda. (Baca juga: Pilkada 2020, MPR Ingatkan Jangan Sebarkan Kebencian dan Pecah Belah)
“Supaya tidak mengganggu proses pilkada maka diberi kesempatan yang bersangkutan yang diduga misalnya melakukan suatu tindak pidana ditunda dulu prosesnya. Tapi bukan berarti meniadakan proses hukumnya, bukan meniadakan tapi penundaan saja,” ujar Juanda kepada wartawan, Rabu (16/9/2020).
Menurut dia, seorang kandidat peserta pilkada yang tersangkut masalah hukum dan berstatus sebagai tersangka belum tentu bersalah, sebagai wujud keadilan dengan menjunjung asas praduga tak bersalah. Kecuali jika sudah ditetapkan menjadi terdakwa oleh putusan pengadilan.
“Menyangkut aspek-aspek hak politik seseorang, karena seseorang itu kan belum tentu bersalah, baru misalkan tersangka, nah kecuali kalau dia sudah terdakwa, kalau sudah terdakwa saya kira itu tidak bisa ditunda lagi," tuturnya.
Bahkan, lanjut Juanda, berdasarkan Undang-undang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Pemilu menyatakan seorang tersangka yang terpilih dan menang dalam pemilihan calon kepala daerah, yang bersangkutan tetap dilantik menjadi kepala daerah.
“Memang di dalam Undang-undang Pemerintahan Daerah itu ketika seseorang itu tersangka terus kalau pun dia menang, terpilih dan dilantik itu dalam Undang-undang Pemerintahan Daerah dan UU Pilkadanya sendiri,” jelasnya.
Sehingga, kata dia, intruksi Jaksa Agung itu tidak menyalahi aturan. Namun dirinya meminta masyarakat untuk ikut mengawasi agar tidak terjadi diskriminasi dalam praktik penegakan hukumnya.
“Jadi saya kira tidak menyalahi instruksi itu, tetapi kita mengawal bahwa harusnya intruksi itu adalah tidak mendiskriminasi, misalnya karena Jaksa Agung untuk melindungi seseorang dari parti politik, saya kira tidak boleh begitu,” pungkasnya. (Baca juga: Ketentuan Konser Musik di Pilkada Perlu Dipertimbangkan Ulang)
Sebelumnya, Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin mengimbau jajarannya untuk mendukung dan menyukseskan penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2020. Salah satunya adalah menjaga iklim kondusif politik dan menunda proses hukum bagi pasangan calon kepala daerah.
Guru Besar Hukum Tata Negara Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Prof Juanda pun mendukung kebijakan tersebut supaya tidak mengganggu proses berjalannya pilkada dan proses hukum dari para kandidat jika mempunyai permasalahan hukum untuk ditunda. (Baca juga: Pilkada 2020, MPR Ingatkan Jangan Sebarkan Kebencian dan Pecah Belah)
“Supaya tidak mengganggu proses pilkada maka diberi kesempatan yang bersangkutan yang diduga misalnya melakukan suatu tindak pidana ditunda dulu prosesnya. Tapi bukan berarti meniadakan proses hukumnya, bukan meniadakan tapi penundaan saja,” ujar Juanda kepada wartawan, Rabu (16/9/2020).
Menurut dia, seorang kandidat peserta pilkada yang tersangkut masalah hukum dan berstatus sebagai tersangka belum tentu bersalah, sebagai wujud keadilan dengan menjunjung asas praduga tak bersalah. Kecuali jika sudah ditetapkan menjadi terdakwa oleh putusan pengadilan.
“Menyangkut aspek-aspek hak politik seseorang, karena seseorang itu kan belum tentu bersalah, baru misalkan tersangka, nah kecuali kalau dia sudah terdakwa, kalau sudah terdakwa saya kira itu tidak bisa ditunda lagi," tuturnya.
Bahkan, lanjut Juanda, berdasarkan Undang-undang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Pemilu menyatakan seorang tersangka yang terpilih dan menang dalam pemilihan calon kepala daerah, yang bersangkutan tetap dilantik menjadi kepala daerah.
“Memang di dalam Undang-undang Pemerintahan Daerah itu ketika seseorang itu tersangka terus kalau pun dia menang, terpilih dan dilantik itu dalam Undang-undang Pemerintahan Daerah dan UU Pilkadanya sendiri,” jelasnya.
Sehingga, kata dia, intruksi Jaksa Agung itu tidak menyalahi aturan. Namun dirinya meminta masyarakat untuk ikut mengawasi agar tidak terjadi diskriminasi dalam praktik penegakan hukumnya.
“Jadi saya kira tidak menyalahi instruksi itu, tetapi kita mengawal bahwa harusnya intruksi itu adalah tidak mendiskriminasi, misalnya karena Jaksa Agung untuk melindungi seseorang dari parti politik, saya kira tidak boleh begitu,” pungkasnya. (Baca juga: Ketentuan Konser Musik di Pilkada Perlu Dipertimbangkan Ulang)
Sebelumnya, Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin mengimbau jajarannya untuk mendukung dan menyukseskan penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2020. Salah satunya adalah menjaga iklim kondusif politik dan menunda proses hukum bagi pasangan calon kepala daerah.
(kri)