Bawaslu Berusaha Memfasilitasi Hak-hak Masyarakat di Pilkada 2020
loading...
A
A
A
JAKARTA - Hak-hak masyarakat dalam pemilihan kepala daerah ( Pilkada) Serentak 2020 harus terakomodasi, seperti masuk daftar pemilih tetap (DPT). Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) berusaha keras memfasilitasi hak-hak tersebut.
Anggota Bawaslu, Mochammad Afifuddin mengatakan penting melakukan identifikasi permasalahan pada kelompok-kelompok masyarakat tertentu, seperti nelayan dan petani. Mereka tidak memiliki akses informasi yang baik mengenai pelaksanaan dan aturan mengenai pilkada. (Baca juga: Tahapan Pilkada Tangsel Jalan Terus di Tengah Pandemi Covid-19, Ini Jadwalnya)
Dalam pilkada, masyarakat bisa bersinergi dan melakukan kontrak politik dengan pasangan calon (paslon). Para paslon bisa menyampaikan ide, visi, dan misinya dan diuji oleh masyarakat secara langsung.
Afif, sapaan akrab, menerangkan Bawaslu selalu mengawal hak-hak masyarakat, seperti nelayan. Karena kesibukan mereka, sering kali hak pilihnya hilang. “Saat pemilihan (bersamaan) jadwal melaut, yang memungkinkan hak pilih jadi hilang,” ujarnya dalam diskusi daring, Selasa (15/9/2020).
Lulusan Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta memaparkan ada empat masalah yang dihadapi nelayan dan masyarakat pesisir dalam pilkada. Pertama, mereka kesulitan akses informasi dan kurangnya pemahaman mengenai kepemiluan.
Kedua, masyarakat di pesisir sulit mendapatkan pendampingan hukum. “Pendampingan kalau belum masuk DPT. Bagaimana (agar) ada perwakilan dari mereka, misalnya menjadi caleg,” terangnya.
Afif menyatakan masalah berikutnya adalah akses ke partai politik dan desain pembelaan hukum jika mendapatkan diskriminasi. Dia bercerita di suatu wilayah terpencil ada masyarakat yang tidak tahu jika politik uang dilarang.
“Ada masyarakat yang jauh dari informasi dengan enteng bilang, ’Saya enggak tahu itu dilarang'. Urusan jujur atau tidak. Itu PR kita memberikan akses informasi untuk menerangkan yang boleh dan tidak,” tuturnya.
Bawaslu memberikan perhatian perhatian khusus kepada masyarakat adat, penyandang disabilitas, perempuan, petani, dan nelayan dalam setiap gelaran pilkada. Masyarakat yang bekerja sebagai petani dan nelayan kesehariannya tidak seperti orang perkotaan.
Saban hari, mereka hanya fokus pada pekerjaan dan tidak memperhatikan informasi terbaru. Bawaslu berusaha mengajak mereka berpartisipasi dan memberikan ruang untuk berkontribusi dalam pilkada. (Baca juga: Kabareskrim: Netralitas Polri Harga Mati di Pilkada 2020)
“Ada faktor-faktor yang secara teknis tidak terfasilitasi. Misalnya, hari H (pemilihan) tidak bisa digeser. Kami ingin memfasilitasi hak-hak mereka,” pungkasnya.
Lihat Juga: PKB di Tahun Politik 2024: Menjaga Soliditas dan Memperkuat Peran di Panggung Politik Nasional
Anggota Bawaslu, Mochammad Afifuddin mengatakan penting melakukan identifikasi permasalahan pada kelompok-kelompok masyarakat tertentu, seperti nelayan dan petani. Mereka tidak memiliki akses informasi yang baik mengenai pelaksanaan dan aturan mengenai pilkada. (Baca juga: Tahapan Pilkada Tangsel Jalan Terus di Tengah Pandemi Covid-19, Ini Jadwalnya)
Dalam pilkada, masyarakat bisa bersinergi dan melakukan kontrak politik dengan pasangan calon (paslon). Para paslon bisa menyampaikan ide, visi, dan misinya dan diuji oleh masyarakat secara langsung.
Afif, sapaan akrab, menerangkan Bawaslu selalu mengawal hak-hak masyarakat, seperti nelayan. Karena kesibukan mereka, sering kali hak pilihnya hilang. “Saat pemilihan (bersamaan) jadwal melaut, yang memungkinkan hak pilih jadi hilang,” ujarnya dalam diskusi daring, Selasa (15/9/2020).
Lulusan Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta memaparkan ada empat masalah yang dihadapi nelayan dan masyarakat pesisir dalam pilkada. Pertama, mereka kesulitan akses informasi dan kurangnya pemahaman mengenai kepemiluan.
Kedua, masyarakat di pesisir sulit mendapatkan pendampingan hukum. “Pendampingan kalau belum masuk DPT. Bagaimana (agar) ada perwakilan dari mereka, misalnya menjadi caleg,” terangnya.
Afif menyatakan masalah berikutnya adalah akses ke partai politik dan desain pembelaan hukum jika mendapatkan diskriminasi. Dia bercerita di suatu wilayah terpencil ada masyarakat yang tidak tahu jika politik uang dilarang.
“Ada masyarakat yang jauh dari informasi dengan enteng bilang, ’Saya enggak tahu itu dilarang'. Urusan jujur atau tidak. Itu PR kita memberikan akses informasi untuk menerangkan yang boleh dan tidak,” tuturnya.
Bawaslu memberikan perhatian perhatian khusus kepada masyarakat adat, penyandang disabilitas, perempuan, petani, dan nelayan dalam setiap gelaran pilkada. Masyarakat yang bekerja sebagai petani dan nelayan kesehariannya tidak seperti orang perkotaan.
Saban hari, mereka hanya fokus pada pekerjaan dan tidak memperhatikan informasi terbaru. Bawaslu berusaha mengajak mereka berpartisipasi dan memberikan ruang untuk berkontribusi dalam pilkada. (Baca juga: Kabareskrim: Netralitas Polri Harga Mati di Pilkada 2020)
“Ada faktor-faktor yang secara teknis tidak terfasilitasi. Misalnya, hari H (pemilihan) tidak bisa digeser. Kami ingin memfasilitasi hak-hak mereka,” pungkasnya.
Lihat Juga: PKB di Tahun Politik 2024: Menjaga Soliditas dan Memperkuat Peran di Panggung Politik Nasional
(kri)