Polemik PSBB Anies-Pemerintah Pusat, DPR: Rakyat Butuh Satu Komando
loading...
A
A
A
JAKARTA - Polemik seputar beda pendapat antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Ibu Kota terus disoroti banyak pihak. Kali ini, Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher yang angkat bicara.
Sekadar diketahui, memasuki masa PSBB total di Jakarta mulai Senin (14/9/2020), Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta seluruh perkantoran menerapkan work from home (WFH), kecuali 11 sektor esensial. Namun, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyarankan agar 50% karyawan tetap bekerja bergiliran.
Netty Prasetiyani Aher menilai ketidaksinkronan kebijakan pusat dan daerah itu akan membuat masyarakat bingung dan akhirnya tidak peduli. "Masyarakat butuh arahan yang jelas dan tegas, satu komando. Jika kebijakan seringkali tidak sinkron, jangan salahkan jika masyarakat tidak peduli, tidak disiplin dan bertindak semaunya. Akhirnya upaya menarik rem darurat untuk menahan laju kasus menjadi sia-sia," kata Netty dalam keterangan tertulisnya, Minggu (13/9/2020). ( )
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengatakan, langkah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang mengembalikan aturan PSBB seperti di awal pandemi sudah tepat karena lonjakan kasus positif nyaris tidak terkendali dan angka kematian meningkat, sementara fasilitas kesehatan berapa ruang isolasi dan ICU nyaris kolaps.
"Ibu kota menyumbang angka kenaikan kasus baru COVID-19 paling tinggi. Ketersediaan fasilitas ruang isolasi dan ICU di rumah sakit nyaris penuh. Jika tidak ada langkah darurat, bahaya kesehatan yang lebih besar akan mengancam Jakarta. Apalagi kita tahu, perkantoran adalah salah satu klaster penularan COVID-19," ujarnya.
Maka itu, Netty meminta pemerintah segera melakukan evaluasi darurat terkait penanganan pandemi, utamanya sinkronisasi kebijakan pusat-daerah. "Pemerintah Pusat seharusnya lebih sigap dan cepat tanggap dengan kondisi darurat. Lakukan koordinasi dan komunikasi efektif dengan pemerintah daerah dalam penanganan pandemi. Jangan justru kaget dan baru berkoordinasi setelah ada masalah," katanya. ( )
Istri mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan ini juga meminta agar langkah kepala daerah yang berorientasi pada keselamatan rakyat harus didukung pemerintah pusat. "Jakarta adalah Ibu Kota negara, etalase Indonesia. Jika Jakarta terpuruk, kalah perang melawan COVID-19, imbasnya akan serius. Bukankah sekarang sudah 59 negara menutup pintu bagi WNI," katanya.
Sekadar diketahui, memasuki masa PSBB total di Jakarta mulai Senin (14/9/2020), Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta seluruh perkantoran menerapkan work from home (WFH), kecuali 11 sektor esensial. Namun, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyarankan agar 50% karyawan tetap bekerja bergiliran.
Netty Prasetiyani Aher menilai ketidaksinkronan kebijakan pusat dan daerah itu akan membuat masyarakat bingung dan akhirnya tidak peduli. "Masyarakat butuh arahan yang jelas dan tegas, satu komando. Jika kebijakan seringkali tidak sinkron, jangan salahkan jika masyarakat tidak peduli, tidak disiplin dan bertindak semaunya. Akhirnya upaya menarik rem darurat untuk menahan laju kasus menjadi sia-sia," kata Netty dalam keterangan tertulisnya, Minggu (13/9/2020). ( )
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengatakan, langkah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang mengembalikan aturan PSBB seperti di awal pandemi sudah tepat karena lonjakan kasus positif nyaris tidak terkendali dan angka kematian meningkat, sementara fasilitas kesehatan berapa ruang isolasi dan ICU nyaris kolaps.
"Ibu kota menyumbang angka kenaikan kasus baru COVID-19 paling tinggi. Ketersediaan fasilitas ruang isolasi dan ICU di rumah sakit nyaris penuh. Jika tidak ada langkah darurat, bahaya kesehatan yang lebih besar akan mengancam Jakarta. Apalagi kita tahu, perkantoran adalah salah satu klaster penularan COVID-19," ujarnya.
Maka itu, Netty meminta pemerintah segera melakukan evaluasi darurat terkait penanganan pandemi, utamanya sinkronisasi kebijakan pusat-daerah. "Pemerintah Pusat seharusnya lebih sigap dan cepat tanggap dengan kondisi darurat. Lakukan koordinasi dan komunikasi efektif dengan pemerintah daerah dalam penanganan pandemi. Jangan justru kaget dan baru berkoordinasi setelah ada masalah," katanya. ( )
Istri mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan ini juga meminta agar langkah kepala daerah yang berorientasi pada keselamatan rakyat harus didukung pemerintah pusat. "Jakarta adalah Ibu Kota negara, etalase Indonesia. Jika Jakarta terpuruk, kalah perang melawan COVID-19, imbasnya akan serius. Bukankah sekarang sudah 59 negara menutup pintu bagi WNI," katanya.
(abd)